Oleh: Rudi Hendrik, wartawan MINA
Karyawan kontrak, itulah status saya saat pertama kali bekerja selulus sekolah. Status saya adalah karyawan sebuah perusahaan jasa yang mempekerjakan karyawannya di perusahaan lain. Simpelnya, yang punya karyawan lain perusahaan, yang punya pabrik juga lain. Istilah sekarang sistem outsourcing.
Bagi karyawan kontrak, awal bekerja memang biasa-biasa saja, namun ketika masa kontrak sudah mulai mendekati habis, timbullah kegelisahan. Ada pertanyaan: Apakah kontraknya diperpanjang atau tidak? Yang menimbulkan kekhawatiran adalah jika kontraknya tidak diperpanjang. Sebab, masa sekarang, tidak mudah mendapatkan pekerjaan bagi seorang lelaki.
Karena alasan keresahan itulah, setelah masa 1,5 tahun bekerja di pabrik kaleng, demo menuntut dijadikan sebagai karyawan tetap akhirnya dilakukan oleh seluruh karyawan kontrak. Demo terbesar dalam sejarah pabrik kaleng tersebut hanya menuntut agar karyawan perusahaan jasa karyawan, dijadikan karyawan tetap dari perusahaan pabrik.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Meski secara hukum dan di atas kertas kami sudah menang dan seharusnya menjadi karyawan tetap, tapi karena sistem outsourcing, apa daya. Seratus persen karyawan yang berdemo diberhentikan secara sepihak tanpa adanya uang tunjangan ini dan itu.
Masa berikutnya, saya bekerja di pabrik box speaker di Tangerang dengan gaji awal per hari Rp 17.000,- dan selama beberapa tahun hanya mencapai Rp 24.000,- per hari.
Kemudian beralih ke pabrik garmen dengan status karyawan borongan. Rata-rata penghasilan per dua minggu kisaran Rp 400.000,-.
Selaku aktivis taklim, status karyawan membuat saya merasa terbelenggu, merasa tidak maksimal dalam melaksanakan amal shaleh. Dan saya juga berpikir, 10 hingga 15 tahun ke depan, pastinya saya akan tetap sebagai buruh. Menunggu harga borongan naik, seperti mengharap pohon mangga tumbuh lurus tanpa cabang.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Akhirnya, saya memutuskan karena Allah, berhenti jadi karyawan dan memilih jadi guru madrasah yang baru jalan dua tahun dengan honor Rp 200.000,- per bulan. Itulah sekilas perjalanan saya di dunia buruh.
Namun mungkin saya akan berpikir lain jika saya sebelumnya sudah membaca buku Ustadz Yusuf Mansur yang berjudul: “Allah Maha Pemberi, Maka Engkau Gampang Naik Gaji”.
Tidak perlu disesali, mungkin para aktivis Islam yang bekerja sebagai buruh atau karyawan, perlu berpikir seratus kali untuk mengambil langkah nekat seperti saya. Seorang ayah tiga anak dengan isteri hanya ibu rumah tangga, berani banting setir, dari sejuta per bulan menjadi Rp200-ribu per bulan plus Rp300-ribu dari jalur lain, ngontrak lagi.
Tentunya, karyawan dengan upah UMR sudah cukup nyaman, tapi pasti tetap berharap penghasilan bisa bertambah. Tidak ada rugi dan salahnya jika Anda mencoba resep dari Ustadz Yusuf mansur.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Kriteria Penerima Rezeki yang Mulia
Saya hanya akan mengutip resep dari buku Ustadz Yusuf Mansur pada bab kedua, yaitu “Cara Mudah Naik Gaji”.
Dalam bab tersebut, dua ayat pertama yang dikemukakan adalah QS. Al Hajj ayat 50 dan QS. Saba’ ayat 4.
“Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. Al-Hajj [22] ayat 50).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
“Supaya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. Saba’ [34] ayat 4).
Berdasaarkan dua ayat tersebut, syarat manusia yang memperoleh rezeki yang mulia adalah orang-orang yang beriman dan beramal saleh, tanpa bisa dipisahkan, dua-duanya harus ada.
Ciri-ciri orang yang beriman tertera dalam QS. Al-Anfal (8) ayat 2-3:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Al-Anfal [8] ayat 2-3).
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Ada pun ciri-ciri orang yang beramal shaleh adalah:
“Mereka beriman kepada Allah dan hari Penghabisan. Mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ali Imran [3] ayat 114).
Shalat Mendekatkan ke Jalan Rezeki
Menurut Ustadz Yusuf, langkah pertama untuk mendapatkan kenaikan gaji ialah mendekatkan diri kepada Allah melalui shalat dan doa. Sebab, jangan sekali-kali mencoba meninggalkan Allah (melalaikan shalat) Yang Maha Pemberi Rezeki.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Allah menawarkan perniagaan yang menguntungkan bagi setiap orang yang membaca kitab Allah, menegakkan shalat dan bersedekah. Anda bisa renungkan kalam Allah yang terjemahannya:
“Sesungguhnya, orang-orang yang selalu membaca kitab Allah, mendiriklan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.” (QS. Fathir [35] ayat 29).
Bisa Anda renungkan? “Perniagaan yang tidak akan merugi”.
Sedekah Kunci Pintu Rezeki
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Seorang pengusaha yang menginginkan keuntungan tentunya harus mengeluarkan modal. Demikian pula jika menginginkan rezeki yang berlipat ganda, kita harus mengeluarkan modal, yaitu “meminjamkan” sebagian harta kita kepada Pemberi Rezeki melalui sedekah. Karena itu sesuai dengan arahan Allah Subhana Wa Ta’ala:
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan, Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu di kembalikan.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 245).
Tidak memandang apakah dia kaya atau miskin, apakah dia beruang atau hanya bermodal tenaga.
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq [65] ayat 7).
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Sedekah yang kita keluarkan akan membuka jalan kepada kenaikan gaji (rezeki).
Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Pancinglah rezeki dengan sedekah.”
Sedekah bukan sekedar amal saleh semata, tapi juga sekaligus umpan untuk menangkap rezeki yang lebih besar dan berlipat-lipat.
Capailah Rezekimu dengan Ikhtiar
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Setelah pintu rezeki terbuka, larilah dan kejar rezeki yang sudah Allah janjikan, yaitu dengan cara berikhtiar. Karena rezeki tidak akan jatuh dari langit ke pangkuan kita.
Bersedekah dengan tujuan memancing rezeki, bukanlah seperti orang bermain judi. Asal ada modal, terus pasang dan menunggu nasib baik dengan berharap angka dadu sesuai dengan yang dipasang.
Pintu rezeki yang telah terbuka dengan sedekah, kita dekati dengan shalat dan doa, kini berada didepan mata. Diperlukan kendaraan untuk mengambilnya, yaitu ikhtiar. Semakin kita ulet dan dan gigih mencari rezeki, semakin kencang dan penuhlah kendaraan kita dengan rezeki.
Rezeki begitu banyak Allah sediakan untuk manusia dan makhluk di muka bumi. Maka tugas kitalah yang melobi Pemilik Rezeki dengan shalat dan doa, membuka pintunya dengan kunci sedekah, dan tugas kita pula yang menjemputnya dengan ikhtiar (bekerja dengan giat dan baik). Semua kembali kepada diri dan semangat kita. Kitalah yang bisa merubah rezeki kita, penghasilan kita, menjadi lebih banyak dan baik.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Anfaal [8] ayat 53).
Jadi, untuk naik gaji, Anda hanya perlu memberikan sedekah sebagai kunci pembuka pintu rezeki, shalat dan doa sebagai paspor untuk memasuki pintu rezeki yang sudah terbuka, dan ikhtiar sebagai kendaraan untuk membawa rezeki yang melimpah.
Jika Anda masih ragu, maka itu kembali kepada keimanan Anda. Sebab, Ustadz yusuf Mansur hanya mengutip resep dan cara sebagaimana Allah terangkan di dalam Al-Qur’an, kitab suci yang menjadi sumber petunjuk segala alam semesta dan segala kebaikan.
Mungkin saya perlu menambahkan saran: “Bunuhlah perasaan takut Anda bahwa harta Anda akan berkurang atau habis jika Anda bersedekah!”
“Yakinlah, semua akan baik-baik saja!” (P09/R2).
(Diolah dari buku: “Allah Maha Pemberi, Maka Engkau Gampang Naik Gaji” karya Ustadz Yusuf Mansur.
Mi’raj Islamic News Agency (MINA).