Ramallah, MINA – Rakyat Palestina menjadi marah setelah Suha Arafat, janda mantan Presiden Palestina Yasser Arafat meminta maaf kepada Uni Emirat Arab (UEA) atas protes terhadap normalisasi UEA-Israel, New Arab melaporkan, Ahad (23/8).
Mantan Ibu Negara berusia 57 tahun itu mengeluarkan permintaan maaf yang panjang atas nama semua warga Palestina dalam sebuah unggahan Instagram yang bertele-tele.
Ia meminta maaf atas orang-orang Palestina yang membakar patung para pemimpin UEA, termasuk membakar gambar Putra Mahkota, Pangeran Mohamed bin Zayed, yang disebutnya “simbol negara UEA tercinta”.
Suha Arafat sudah tidak tinggal di Palestina sejak 2004.
Baca Juga: Israel Halangi Evakuasi Jenazah di Gaza Utara
“Saya ingin meminta maaf, atas nama yang terhormat di antara rakyat Palestina, kepada rakyat Emirat dan kepemimpinan mereka atas penodaan dan pembakaran bendera UEA di Yerusalem dan Palestina, dan karena menghina simbol-simbol UEA tercinta,” katanya di Instagram.
Suha kemudian memuji UEA atas ‘dukungannya kepada rakyat Palestina’ dan memohon orang-orang untuk ‘membaca sejarah’, memahami bagaimana UEA telah membantu Palestina.
“Generasi kita perlu membaca sejarah dengan baik untuk mempelajari bagaimana UEA membantu rakyat dan perjuangan Palestina di masa lalu dan sekarang. Saya meminta maaf kepada orang-orang dan kepemimpinan UEA atas segala kerugian yang dilakukan oleh orang Palestina mana pun terhadap orang-orang (Emirat) yang murah hati dan baik ini, yang selalu menyambut kami,” tulisnya.
Pimpinan partai politik Palestina Fatah, yang didirikan almarhum Yasser Arafat, dengan cepat berlepas diri dari permintaan maaf tersebut.
Baca Juga: Keluarga Tahanan Israel Kecam Pemerintahnya Sendiri
“Saya tidak mengamanatkan siapa pun untuk meminta maaf atas nama saya kepada UEA setelah menormalisasi hubungannya (dengan Israel),” kata pejabat senior Fatah Munir al-Jaghoub.
“Saya pikir banyak orang Palestina tidak ingin meminta maaf kepada (UEA) dan tidak mengizinkan siapa pun untuk meminta maaf,” tambahnya.
Seorang pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada Jerusalem Post: “Dia (Suha) membuatnya seolah-olah mereka yang mengkritik Uni Emirat Arab bukanlah orang-orang terhormat.”
Setelah suaminya meninggal pada 2004, Suha dan putrinya, Zahwa, pindah ke Tunisia dan memperoleh kewarganegaraan Tunisia.
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Penjajah Israel Ingin Akhiri Perang
Namun, pada 2007, Tunisia mencabut kewarganegaraannya. Empat tahun kemudian, Pengadilan Negeri Tunisia mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional terhadapnya, sehubungan dengan skandal korupsi yang melibatkan mantan Ibu Negara Tunisia, Leila Ben Ali. (T/RI-1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Front Demokrasi Serukan Persatuan di Tepi Barat Palestina