Jangan Mengolok Syariat Allah dan Rasul-Nya

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Seringkali ada seorang muslim yang entah karena kebodohannya orang yang sudah mengamalkan dan Rasul-Nya. Misalnya, ada orang yang bercelana cingkrang, dia olok-olok. Dia bilang “kebanjiran ya”. Ada juga orang yang memelihara jenggotnya sehingga tumbuh panjang. Maka dia malah mengatakan, “Seperti kambing.”

Atau jika ada wanita muslimah yang mengenakan cadar mereka bilang, “Wah ada ninja Arab.”

Tentu saja perkataan seperti itu menyinggung perasaan. Sekilas perkataan itu seperti hal biasa saja. Namun, mari kita lihat bagaimana pandangan Allah dan Rasul-Nya terhadap orang-orang yang mengolok syariat Allah dan Nabi-Nya ini.

Sebenarnya, di antara tanda orang yang beriman adalah menetapi syari’atnya dan mengagungkannya dalam setiap sendi kehidupan. Allah ta’ala telah berfirman,

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

”Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” [Qs. Al-Hajj : 22].

Adalah sikap yang bertentangan dengan keimanan jika ada orang yang mengejek, mencemooh, dan memperolok syari’at atau orang yang melaksanakan syari’at. Para ulama menyebut sikap-sikap seperti itu dengan istilah : istihzaa’.  Sikap istihzaa’ ini merupakan sikap asli yang berasal dari orang-orang kafir. Salah satu kaum yang selalu ber-istihzaa’  Islam dan kaum muslimin adalah Yahudi. Allah telah mengabadikan sikap orang Yahudi dalam Al-Qur’an ketika mereka membuat plesetan-plesetan untuk menghina Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa`ina”, tetapi katakanlah: “Undhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.” [QS. Al-Baqarah : 104].

Istihzaa’ adalah sikap/perbuatan yang sangat berbahaya bagi seorang muslim jika melakukannya. Para ulama telah sepakat bahwa istihzaa’ merupakan dosa besar yang dapat menyebabkan kekafiran mengeluarkan pelakunya dari Islam. Sejarah Islam telah mencatat bagaimana sikap kaum munafiqiin yang mengolok-olok Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dan kaum muslimin yang dengan itu menyebabkan kekafiran mereka, sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,

يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ * وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [QS. At-Taubah : 64-66].

Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah dalam Tafsir-nya dan Al-Imam Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan asbabun-nuzul (sebab turunnya) ayat di atas dengan sanad tidak mengapa (la ba’sa) dari Abdullah bin ’Umar radliyallaahu ’anhuma, “Dalam majelis, berkatalah seorang laki-laki pada perang Tabuk, “Kami tidak pernah melihat seperti tamu-tamu kita ini; sangat mementingkan perut (rakus), sangat pendusta dan penakut dalam pertempuran/peperangan.” 

Maka berkatalah seseorang kepadanya, “Engkau berdusta, engkau jelas munafik. Akan aku laporkan apa yang engkau ucapkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Maka, sampailah ucapan tersebut kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian turunlah ayat di atas. Ibnu  Umar kemudian melanjutkan, “Maka aku lihat laki-laki tersebut bergantung di belakang unta Nabi, tersandung batu-batu, sambil berkata, Ya Rasulullah, kami hanya main-main saja, tidak sungguh-sungguh.” 

Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi  wasallam  menjawab, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu mengolok-olok?  Tidak usah kamu meminta maaf, karena kamu kafir setelah beriman.” 

Al-Imam Abu Bakr Al-Jashshash rahimahullah berkata, ”Pada ayat tersebut terdapat dalil bahwa seseorang yang bermain-main atau sungguh-sungguh adalah sama kedudukannya dalam hal mengeluarkan kalimat kufur yang dilakukan dengan sengaja. Orang-orang munafik tersebut mengatakan bahwa mereka mengatakan perkataan itu hanya main-main saja. Maka Allah mengkhabarkan (kepada Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) akan kekafiran mereka atas sebab hal itu. Al-Hasan dan Qatadah meriwayatkan bahwasannya mereka (kaum munafiq) berkata dalam peperangan Tabuk, ”Apakah laki-laki ini (yaitu Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam) berangan-angan untuk membuka istana-istana Syam beserta benteng-bentengnya ?! Sungguh sangat jauh khayalan ini.”

Maka Allah menampakkan perkataan mereka kepada Nabi-Nya. Allah mengabarkan bahwa perkataan mereka itu adalah tanda kekufuran mereka, baik itu serius atau main-main saja. Ini menunjukkan bahwa dalam mengeluarkan ucapan-ucapan kufur baik serius atau main-main itu hukumnya sama. Juga menunjukkan bahwa mengolok-olok ayat-ayat Allah atau satu bagian dari syari’at agama-Nya adalah kekufuran bagi si pelaku.” [selesai –Ahkaamul-Qur’an juz 3 hal 142].

Al-Imam Ibnul-Jauzi rahimahullah berkata, ”Dan firman-Nya, ”Sungguh karena kamu telah kafir” yaitu tampaknya kekafiranmu setelah keimananmu. Ini menunjukkan bahwa sungguh-sungguh atau bermain-main dalam mengeluarkan kalimat kekufuran adalah sama.” [Zaadul-Masiir 3/465].

Al-Lajnah Ad-Daaimah lil-Buhuts wal-Iftaa’ pernah ditanya tentang hukum orang yang mengolok-olok sebagian perkara-perkara yang disunnahkan seperti siwak, pakaian di atas mata kaki, dan minum sambil duduk; maka dijawab, ”Siapa yang mengolok-olok sebagian perkara yang disunnahkan, seperti siwak, berpakaian tidak melebihi pertengahan betis, bersedekap ketika shalat dan lainnya yang telah tetap dari Sunnah; maka hukumnya adalah: Hendaknya ia diberikan penjelasan tentang disyari’atkannya perbuatan tersebut (yang ia olok-olok). Bahwasannya Sunnah Rasul shallallaahu ’alaihi wasallam menunjukkan demikian. Apabila setelah diberi penjelasan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari Sunnah yang telah tetap, (orang tersebut masih saja mengolok-olok), maka ia telah kufur. Hal itu disebabkan karena ia telah mencela dan menghujat Rasul shallallaahu ’alaihi wasallam dan syari’atnya. Mencela dan menghujat yang seperti ini maka termasuk kufur akbar.” [Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daaimah lisy-Syawaarifi hal. 141-142],

Memanjangkan jenggot dan menaikkan celana di atas mata kaki (tidak isbal) termasuk di antara syari’at Islam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Maka tidak pantas bagi seseorang meninggalkannya, apalagi malah mengolok-oloknya. Hendaknya setiap kaum muslimin senantiasa menjaga lisannya agar tidak sampai digelincirkan oleh syaithan untuk mengucapkan kalimat-kalimat kekufuran yang akan membuatnya menyesal di dunia dan di akhirat, wallaahua’lam.(A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.