Jakarta, MINA – Menjelang diberlakukannya kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional, pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjawab beberapa keluhan para peserta terkait pelayanan kesehatan yang mereka terima selama ini.
Ada sebagian peserta BPJS Kesehatan yang mengeluhkan perlakuan yang terkesan tidak adil dari penyelenggara kesehatan, seperti dinomorduakan atau harus mengantri panjang.
Menjawab hal tersebut Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari mengatakan, kalau dikatakan bahwa peserta BPJS dinomorduakan, ia mengungkapkan bahkan ada rumah sakit yang 99 persen pasiennya adalah peserta BPJS, termasuk di rumah sakit pemerintah yang berbiaya mahal.
“Lha kalau kemudian ada peserta yang merasa dinomorduakan, lantas yang nomor satunya siapa?” tuturnya saat menjadi pembicara dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “BPJS Kesehatan: Mengejar Pelayanan Prima”, di Jakarta, Rabu (13/11).
Namun, Andayani mengatakan, jika kemudian ada antrean yang kerap panjang untuk mendapatkan layanan kesehatan, hal itu terjadi karena memang akses finansial ke fasilitas kesehatan (faskes) saat ini memang meningkat.
“Kalau peserta BPJS Kesehatan antrean menjadi panjang, itu karena akses finansial ke fasilitas kesehatan menjadi lebih mudah. Dulu, pasien jantung, misalnya, karena mendengar biaya pengobatan mencapai 200 juta, lantas tidak berani ke faskes. Sekarang kan pasti jadi berani karena tidak membayar,” katanya.
Panjangnya antrean itu, Andayani mengingatkan, tentu berbeda maknanya dengan menomorduakan peserta BPJS Kesehatan. Walau begitu, dia berjanji, akan terus melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, antara lain dengan Kementrian Kesehatan agar layanan senantiasa bisa ditingkatkan.
Sementara itu, Dewan Jaminal Sosial Nasional (DJSN) meminta Kemenkes memastikan faskes yang akan menerima pasien program JKN siap untuk memberikan pelayanan prima sebagai antisipasi banyaknya peserta yang memutuskan untuk turun kelas pascakenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar
“Kalau saya, DJSN, sebagai pengawas eksternal adalah kita pastikan supply set yang dimiliki rumah sakit bisa meningkatkan jumlahnya akibat adanya penurunan kelas. Sekarang yang penting adalah kita harus pastikan peserta BPJS Kesehatan merasakan peningkatan kualitas,” kata Ketua DJSN Tubagus Achmad.
Menurutnya, pemerintah dan operator harus bekerja sama memastikan ketika ada penyesuaian iuran BPJS Kesehatan harus kelihatan pula ada perbaikan mutu.
“Quick wins harus terlihat. Siap-siap estimasi, mungkin harus ada penambahan layanan kelas yang lebih rendah dipastikan, misalnya di kelas tiga, faskes diantisipasi. Kami minta tolong Kemenkes memastikannya,” ujar Tubagus Achmad. (L/Sj/RI-1)
Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah
Mi’raj News Agency (MINA)