ANGGOTA DPR MINTA PEMERINTAH REVISI DENDA IURAN BPJS KESEHATAN

Pengurusan BPJS Kesehatan. (Foto: Tribun News)
Pengurusan Kesehatan. (Foto: Tribun News)

Jakarta, 14 Syawal 1436/30 Juli 2015 (MINA) – Anggota Komisi IX RI Roberth Rouw meminta pemerintah untuk segera merevisi peraturan yang mengatur denda keterlambatan pembayaran Kesehatan.

Roberth mengemukakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) diciptakan untuk meningkatkan kemudahan akses masyarakat untuk mendapatkan fasilitas kesehatan.

Ia berharap peraturan-peraturan yang mengatur mengenai sanksi atau denda keterlambatan pembayaran iuran segera direvisi, ANTARA News yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), melaporkan.

Menurutnya, peraturan itu justru membebankan masyarakat yang menjadi peserta BPJS harus segera direvisi. Sebab, hal tersebut tidak sejalan dengan amanat UUD 1945.

MUI nilai BPJS haram

Sebelumnya, MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syariah dan melakukan pelayanan prima.

Pendapat MUI mengenai sistem penyelenggaran BPJS ini ada melalui hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V tahun 2015 yang menyebut program BPJS termasuk modus transaksional, khususnya BPJS Kesehatan dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah.

Hal ini merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI (DSN-MUI) dan beberapa literatur secara umum belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam.

Terlebih jika dilihat dari hubungan hukum atau akad. Di antaranya ketika terjadi keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah, maka dikenakan denda administratif sebesar dua persen per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu tiga bulan. Denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.

Sementara keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar due persen per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu enam bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.

Atas hal tersebut, MUI menyatakan penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak tidak sesuai dengan prinsip syariah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba. (T/P001/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0