Jika Ada Masalah Pandanglah Orang-Orang Shalih

Oleh , Aktivis Syubban Fatayat Sukabumi, Jawa Barat

Di dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Artinya: “Perumpamaan duduk berteman dengan orang shalih dan duduk orang yang buruk, bagaikan berteman dengan penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapatkan bau wanginya. Sedangkan berteman dengan pandai besi, mungkin dapat membuat pakaianmu hangus terbakar, atau minimal engkau mendapat baunya yang tidak sedap.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menggambarkan pentingnya bergaul dalam komunitas , sehingga kita mendapatkan aura dan kebiasaan shalih mereka.

Jika kita berkumpul dengan orang-orang shalih, yang sedang membicarakan tentang perjuangan, pendidikan Islam atau kebaikan-kebaikan. Kalau kita tidak ikut bicara baik, minimalnya kita mendapatkan perkataan-perkataan yang baik dari mereka.

Kita pun bisa meminta nasihat-nasihat yang baik dari mereka, atau paling tidak minta doa mereka.

Dengan begitu, jika kita memiliki masalah setidaknya terasa ringan karena mendapatkan pencerahan dari orang shalih. Hingga selanjutnya kitapun akan menemukan jalan keluar.

Umpamanya kita bergabung dalam kelompok One Day One Juz, maka mau tidak mau kita ‘dipaksa’ oleh sistem untuk membaca Al-Quran satu hari satu juz. Jika tidak, maka kita akan terkena laporan sebagai anggota yang tidak melaksanakan tugas. Hingga kemudian dengan ikhlas akan menjadi kebiasaan yang otomatis, dengan sendirinya akan bertadarus satu hari satu juz.

Ketika kita sering memperhatikan kebaikan-kebaikan dari orang-orang shalih, maka hal itu dapat memotivasi kita untuk ikut berbuat baik. Seolah ada rasa cemburu atau iri, kok dia bisa beramal shalih, padahal bukan tokoh masyarakat, dia juga mampu bersedekah padahal bukan orang yang secara materi tergolong kaya (aghniya).

Dari sisi agama, kecemburuan atau iri hati seperti ini pun diperbolehkan, seperti disebutkan oleh Rasulullah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقْرَؤُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ

Artinya: “Tidak boleh hasad kecuali dalam dua perkara: yaitu kepada seseorang yang Allah berikan harta kemudian dia menginfakannya di sebagian malam dan siangnya, dan kepada seseorang yang Allah berikan Al-Quran lalu dia membacanya di sebagian besar malam dan siangnya” (HR Muslim).

Teringat pula akan kalam Al-Habib Umar bin Hafidz yang mengatakan, “Jika kamu ada masalah yang sulit kamu selesaikan secara akal, maka pandanglah orang shalih dengan hati yang bersih, niscaya Allah akan memberimu jalan keluarnya.”

Perkataan ini secara tidak langsung menasihati kita agar tidak berpaling dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala ketika dilanda masalah, sesulit apapun masalah itu. Caranya yakni, dengan memandang orang-orang shalih, sehingga hati kita menjadi adem dan tentram karena keindahan yang terpancar.

Memandang tentu bukan sekedar secara harfiah melihat, tapi lebih ke memperhatikan, mengambil pelajaran, hingga meminta nasihat dan mohon didoakan oleh orang-orang yang shalih.

Berkaitan dengan hal ini, diungkap oleh Syaikh Nawawi Al-Bantani dari kitab Riyadhush Shalihin, bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, “Memandang wajah seorang ulama adalah ibadah. Lalu berpendar cahaya dalam  pandangan itu dan terang cahaya di dalam hatinya. Ketika seorang ulama mengajarkan ilmu, maka satu tema yang diajarkan berhadiah satu istana di surga. Bagi yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya, akan mendapatkan hadiah serupa”.

Begitulah, dengan memandang orang-orang shalih, yang memang dekat dengan Allah, baik akhlaknya, penuh ketawadhuan, kita tergerak untuk dapat mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tentu bukan hanya ketika ada masalah baru kita mendekat dengan orang-orang shalih. Ini hanya penekanan, hakikatnya setiap saat kita mesti memperbanyak waktu bergaul dengan komunitas orang-orang shalih tersebut.

Kita pun akan dapat lebih semangat lagi mengamalkan ilmu serta menjalani Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. (A/Vas/RS2/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.