Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Joko Widodo, Dari Kampung Sampai Istana Negara (Oleh: Rendi Setiawan)

Rendi Setiawan - Rabu, 23 Oktober 2019 - 17:21 WIB

Rabu, 23 Oktober 2019 - 17:21 WIB

18 Views

Presiden Indonesia Joko Widodo. (Istimewa)

Tidak ada yang bisa menebak jalan hidup seseorang. Siapa sangka, bocah kecil yang dulu bekerja sebagai tukang koran dan kuli panggul, sekarang berhasil menduduki jabatan orang paling penting di negeri ini. Dia adalah Joko Widodo (Jokowi), Presiden RI dengan dua masa jabatan (2014-2019 dan 2019 – 2024).

Jokowi bersama Ma’ruf Amin baru saja dilantik menjadi presiden/wakil presiden Indonesia pada Ahad (20/10) dalam rapat paripurna MPR. Pelantikan tersebut berarti menjadikannya sekali lagi memimpin Indonesia. Tiga hari kemudian, tepatnya hari ini, Rabu (23/10) Jokowi bersama Ma’ruf Amin mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Maju.

Jokowi berasal dari keluarga sederhana. Rumahnya bahkan pernah digusur sebanyak tiga kali ketika dia masih kecil, tetapi ia mampu menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM). .

Jokowi dilahirkan dengan nama lengkap Joko Widodo. Ia lahir di Surakarta, 21 Juni 1961, putera dari pasangan Noto Mihardjo dan Sudhiatmi dan anak sulung dari empat bersaudara. Satu-satunya anak laki-laki, adiknya semua adalah perempuan. Sebenarnya, ia juga memiliki adik laki-laki namun meninggal ketika ibunya sedang bersalin. Sejumlah sumber menyebut bahwa nama kecil Jokowi ialah Mulyono.

Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat

Menurut catatan Wikipedia, pendidikannya diawali dengan masuk SD Negeri 112 Tirtoyoso yang dikenal sebagai sekolah untuk kalangan menengah ke bawah. Dengan kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan sehari-hari.

Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai bekerja sebagai penggergaji di umur 12 tahun. Jokowi saat kecil telah mengalami penggusuran rumah sebanyak tiga kali. Penggusuran yang dialaminya mempengaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak setelah menjadi Wali Kota Solo saat harus menertibkan permukiman warga.

Setelah lulus SD, ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Surakarta. Ketika ia lulus SMP, ia sempat ingin masuk ke SMA Negeri 1 Surakarta, namun gagal sehingga pada akhirnya ia masuk ke SMA Negeri 6 Surakarta.

Lalu, pada tanggal 24 Desember 1986, ia menikahi Iriana dan memiliki tiga orang anak, yaitu Gibran Rakabuming Raka (1988), Kahiyang Ayu (1991), dan Kaesang Pangarep (1995).

Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia

Dalam buku “Saya Sujiatmi: Ibunda Jokowi” yang diterbitkan Gramedia, dikatakan, setelah lulus dari SMA, Jokowi melanjutkan pendidikan ke Universitas Gajah Mada (UGM) mengambil Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan. Di sana ia belajar struktur kayu, pemanfaatan, dan teknologinya, dan berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan judul skripsi “Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta”.

Setelah lulus pada 1985, ia bekerja di BUMN PT Kertas Kratf Aceh, dan ditempatkan di area Hutan Pinus Merkusii di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah. Namun ia merasa tidak betah dan pulang menyusul istrinya yang sedang hamil tujuh bulan. Ia bertekad berbisnis di bidang kayu dan bekerja di usaha milik pamannya, Miyono, di bawah bendera CV Roda Jati.

Pada tahun 1988, ia memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan nama CV Rakabu, yang diambil dari nama anak pertamanya. Usahanya sempat berjaya dan juga naik turun karena tertipu pesanan yang akhirnya tidak dibayar. Namun pada tahun 1990 ia bangkit kembali dengan pinjaman modal Rp 30 juta dari Ibunya.

Menuju Istana

Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia

Sebelum menjabat sebagai presiden ke-7 RI, Jokowi berturut-turut menapaki jalan sebagai Wali Kota Solo sejak 2005 hingga 2012. Lalu pada tahun tersebut, Jokowi diajukan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Perjalanan menuju kursi panas Balaikota DKI tidaklah gampang, sebab ia harus menantang petahana Fauzi Bowo. Setelah melalui perjalanan tersebut, Jokowi mampu menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta.

Selama memimpin DKI Jakarta, banyak pihak menilai Jokowi bahwa ia adalah orang yang merakyat. Penilaian tersebut tidak terlepas dari tindakannya yang senang ‘blusukan’ menyapa masyarakat, mendatangi pasar-pasar tradisional, hingga tak segan-segan turun ke gorong-gorong. Dua tahun duduk di singgasana Balaikota cukup menjadi modal Jokowi meyakinkan partainya untuk mengusungnya pada Pilpres 2014.

Pada Pilpres 2014, Jokowi ditemani Muhammad Jusuf Kalla menghadapi pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Prabowo adalah Ketua Umum Gerindra, partai yang sempat menjadi salah satu pendukungnya pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Meski akhirnya harus bersaing dengan Prabowo memperebutkan kursi Istana Negara, Jokowi tak gentar. Hasilnya, ia memenangi pertarungan dengan perolehan yang cukup meyakinkan.

Menjelang Pilpres 2014, muncul berbagai isu yang mempertanyakan keislaman Jokowi, sehingga pada tanggal 24 Mei 2014 Jokowi tegas menyatakan, ia adalah bagian dari Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang hidup berketurunan dan berkarya di negara RI yang memegang teguh UUD 45.

Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya

Dalam banyak kesempatan, Jokowi juga sering menyatakan, ia bukan bagian dari kelompok Islam yang sesuka hatinya mengafirkan saudaranya sendiri, menindas agama lain, arogan dan menghunus pedang di tangan dan di mulut, suka menjejerkan fustun-fustunnya, menutupi perampokan hartanya, menutupi pedang berlumuran darah dengan gamis dan serban, atau membawa ayat-ayat Tuhan untuk menipu rakyat.

Pada pertengahan September 2019, Kesatuan Masyarakat Madani Indonesia (KMMI) meluncurkan buku tentang keislaman Jokowi. Ketua Umum KMMI Ir H Chairum Rahmi mengatakan, peluncuran buku tersebut sebagai bentuk menetralisir isu negatif yang menyerang pribadi Jokowi dengan tuduhan terkait keislamanannya. Jokowi adalah seorang muslim biasa yang terpilih sebagai presiden.

“Kenapa kami lakukan setelah pilpres, karena kami tidak mau memperkeruh kondisi dan timingnya juga tidak tepat kalau kami luncurkan sebelum pilpres atau di tengah pilres. Semoga buku ini bisa menjawab keresahan masyarakat atas berbagai isu yang menyangkut keislaman Bapak Presiden Ir H Joko Widodo,” katanya kepada awak media, Rabu 18 September 2019 di Padang.

Sementara itu, penulis buku “Keislaman Jokowi”, Dr Sri Yunanto MSi mengatakan, buku tersebut lahir berangkat dari keraguan terhadap isu yang beredar terkait keislaman Jokowi. Sri Yunanto mengakui bahwa dirinya sebagai seorang akademisi juga sempat ragu dengan keislamannya.

Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia

Melalui hasil penelitian yang dilakukan Sri Yunanto, membuktikan Jokowi terlahir dan besar dari keluarga muslim. Sebagaimana muslim lainnya, Jokowi juga melakukan puasa, sedekah, kurban, salat lima waktu, dan bahkan puasa senin, kamis. Contoh lainnya, Jokowi melakukan haji pada 2003, jauh sebelum ia mencalonkan diri sebagai gubernur apalagi presiden.

Prestasi

Beberapa prestasi yang pernah diterima Jokowi antara lain, penghargaan dari Majalah Tempo, Jokowi terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008”. Kebetulan di majalah yang sama pula, Basuki Tjahaja Purnama, atau akrab dengan panggilan Ahok pernah terpilih juga dalam “10 Tokoh 2006” atas jasanya memperbaiki layanan kesehatan dan pendidikan di Belitung Timur. Ahok kemudian menjadi pendampingnya di Pilkada DKI 2012.

Jokowi juga mendapat penghargaan internasional dari Kemitraan Pemerintahan Lokal Demokratis Asia Tenggara (Delgosea). Penghargaan ini diberikan atas keberhasilannya membangun Kota Solo dan melakukan relokasi yang manusiawi dan pemberdayaan pedagang kaki lima.

Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah

Pada tanggal 12 Agustus 2011, Jokowi juga mendapat penghargaan Bintang Jasa Utama untuk prestasinya sebagai kepala daerah mengabdikan diri kepada rakyat. Bintang Jasa Utama ini adalah penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga negara sipil.

Pada Januari 2013, Jokowi dinobatkan sebagai wali kota terbaik ke-3 di dunia atas keberhasilannya dalam memimpin Surakarta sebagai kota seni dan budaya, kota paling bersih dari korupsi, serta kota yang paling baik penataannya. Oleh KPK, ia diberi penghargaan atas keberaniannya melaporkan berbagai barang gratifikasi yang diterima.

Selamat bertugas Bapak Joko Widodo dan Kiai Ma’ruf Amin.

(A/R06/RS2)

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
MINA Preneur
Indonesia