Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Joserizal Jurnalis, dari Padang hingga Jalur Gaza

Rendi Setiawan - Ahad, 29 Desember 2019 - 22:01 WIB

Ahad, 29 Desember 2019 - 22:01 WIB

10 Views

Siapa yang tak kenal dengan sosok Joserizal Jurnalis? Pembawaannya yang tenang kerap muncul dalam medan konflik yang berkecamuk di dalam ataupun luar negeri. Kehadirannya bukan untuk memanggul bedil atau senjata, namun jarum suntik dan obat-obatan menjadi teman setianya membantu proses medis para korban perang.

Menurut catatan Wikipedia, sosok yang punya nama lengkap Joserizal Jurnalis itu lahir di Padang, Sumatra Barat, 11 Mei 1963; umur 56 tahun, merupakan dokter sekaligus aktivis yang membantu masyarakat korban konflik.

Joserizal menikah dengan seorang wanita bernama Dian Susilawati dan telah dikaruniai tiga orang anak, yakni Aisha, Nabila, dan Saladin. Joserizal merupakan anak dari Jurnalis Kamil, seorang akademisi yang pernah menjabat Rektor Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat pada periode 1984-1993, sedangkan ibunya, Zahara Idris juga seorang akademisi.

Joserizal menempuh pendidikan SD di PPSP IKIP Padang, kemudian melanjutkan ke SMP PPSP IKIP Padang juga dan SMA 2 Padang.

Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat

Dalam buku ‘Jalan Jihad Sang Dokter’ disebutkan bahwa ia kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan aktif di Forum Studi Islam. Joserizal pernah bekerja sebagai dokter Spesialis di RS. Setia Mitra, RS. Budi Asih, dan RS. Siaga Raya Jakarta. Selepas kuliah, karier Joserizal sebagai dokter dimulai di Puskesmas Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tengah, Padang.

Tangan dingin Joserizal dalam menangani korban konflik sudah tidak diragukan lagi. Maklum, sosok yang satu ini adalah seorang dokter ahli bedah tulang yang juga salah satu pendiri lembaga kemanusiaan Medical Emergency Rescue – Committe (MER-C).

MER-C

Joserizal bukan hanya dikenal sebagai seorang dokter ahli bedah, namun dia adalah seorang pejuang sejati yang berbakti dengan hati kemanusiaannya, walaupun di medan yang tersulit sekalipun. Ia dan relawan MER-C adalah orang-orang yang siap mati, menantang maut, menyelamatkan ribuan nyawa, demi kemanusiaan.

Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia

Berdirinya MER-C dimulai saat kasus Ambon di mana terjadi konflik horizontal. Ketika itu, teman-teman dari FKUI yang terdiri dari dokter-dokter muda, termasuk Joserizal datang ke sana, melakukan aksi-aksi kemanusiaan. Kemudian setelah kembali ke Jakarta, mereka membentuk sebuah lembaga emergency, yang kemudian dikenal dengan MER-C.

Dengan berdirinya MER-C, program-program yang sudah dilaksanakan tidak berhenti begitu saja. Maka, mereka sepakat mendirikan lembaga emergency ini yang ketika ada konflik, mereka datang dan bisa memberikan bantuan kemanusiaan, kemudian program-program itu berkesinambungan. Kalau tidak ada organisasi, setelah program selasai, ya selesai.

Lembaga yang didirikan Joserizal beserta kawan-kawan ini diharapkan bisa terlibat langsung dalam memberikan sumbangsih. Sejak awal MER-C berdiri, lebih banyak berkecimpung pada bantuan kemanusiaan akibat konflik-konflik horizontal, di Poso misalnya. Kemudian setelah itu, MER-C juga merambah kepada konflik-konflik vertikal, antarnegara, Afghanistan, Lebanon dan lainnya.

Kemudian, MER-C juga memberi bantuan untuk korban-korban akibat bencana alam seperti longsor, banjir, gempa bumi. Aksi-aksi yang MER-C lakukan, baik di dalam maupun luar negeri ini telah memberikan banyak sumbangsih, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Joserizal bersama MER-C mencoba memaksimalkan aksi-aksi di dalam dan luar negeri.

Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia

Di luar negeri, tugas kemanusiaan telah dilakukan beberapa kali, antara lain di Mindanao (Pilipina Selatan), Patani (Thailand Selatan), Rakhine State (Myanmar), hingga Gaza (Palestina) yang dilanda konflik. Dokter yang selalu prihatin akan nasib umat memimpin langsung tugas kemanusiaan, sekalipun dia dan rekan-rekannya menyadari harus menghadapi risiko maut.

Di dalam negeri, kegiatannya sudah tak terbilang. Berdiri Agustus 1999, MER-C memulai langkah dengan mengirimkan tim ke Maluku yang saat itu dilanda pertikaian berdarah yang berkepanjangan. Demikian juga pada saat terjadi gempa dan tsunami di Aceh dan Nias, dan gempa di Bengkulu, dan bencana alam lainnya, MER-C mengirimkan tim terdiri dari tenaga kesehatan maupun non-medis.

Apa yang mendorongnya melakukan tugas kemanusiaan dengan segala risikonya? “Misi kemanusiaan akan dilakukan dengan segala risikonya bila ada sesama manusia yang terjepit, terutama dalam kondisi perang, tanpa ada yang peduli dan diabaikan,” ujar pria kelahiran tahun 1963 ini.

Melalui misinya itu, Joserizal ingin membawa MER-C menyiarkan ke antero dunia nilai-nilai Islam yang elegan. “Bahwa dalam memberikan pertolongan apa yang kita berikan berdasarkan urgensi. Tidak lihat latar belakang agama, etnik, dan politik. Tak jarang yang kita tolong sebenarnya adalah musuh Islam. Tapi saat musuh Islam tergeletak di depan kita, kita menolongnya tanpa membedakan agama dan statusnya.”

Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya

RS Indonesia

Sejak konflik Gaza berkecamuk, Indonesia tak pernah diam dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Buktinya setiap sidang yang dibahas oleh PBB, Indonesia tidak pernah berhenti menyuarakan kemerdekaan mereka. Tidak hanya itu, bahkan tiap tahun bantuan untuk warga di Gaza pun tak pernah berhenti.

Namun bantuan Indonesia yang paling utama dan tidak bisa dilupakan oleh warga Palestina adalah sebuah rumah sakit megah di sana. Ya, bangunan yang diberi nama RSI (Rumah sakit Indonesia) itu ternyata jadi tempat berobat utama masyarakat Gaza bagian Utara. Tidak hanya itu, banyak prestasi lain yang bikin bangga, lalu apa saja itu?

Siapa sangka di tengah konflik yang sedang melanda daerah perbatasan itu, berdiri sebuah rumah sakit besar dengan nama Indonesia. Ada perasanan besar Joserizal di balik pendirian RSI itu.

Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia

Bukan tanpa sebab pemberian nama Indonesia di sana, pasalnya memang berkat Indonesia lah tempat berobat itu berdiri. Ya memang  rumah sakit itu dananya 100 persen berasal dari sumbangan rakyat tanpa bantuan dan campur tangan pihak asing.

Bahkan masalah pembangunannya pun dikerjakan oleh para relawan yang berasal dari Indonesia. Alhasil berdirilah sebuah rumah sakit megah yang siap membantu rakyat Palestina yang kesusahan atau mengalami sakit yang parah. Sampai sekarang pun, RSI itu masih berdiri dan terus mengalami pembenahan. (A/R06/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Palestina