Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Menteri Pendidikan Dasar & Menengah dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, dalam orasi budaya mendukung Kegiatan Konferensi Asia-Afrika Ke-60 di Bandung, Sabtu (18/4) mengatakan, para pemimpin Indonesia pada masa lalu mampu menggerakkan seluruh bangsa dalam sebuah semangat untuk menghapuskan kolonialisme yang masih berlangsung di dunia.
Mendikbud mengungkapkan, para pemimpin pada masa awal kemerdekaan Indonesia memiliki pemikiran-pemikiran yang luar biasa. “Mereka para pemimpin Indonesia adalah orang-orang yang mengerti akar budaya dan juga orang-orang yang sangat global,” ujar Anies.
Menurutnya, mereka adalah orang-orang yang memahami dunia, melihat pandangan ke depan, melihat potret bangsa ini, lalu membuat konstruksi sebuah negeri Indonesia.
Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi
Mendikbud menjelaskan, Republik Indonesia ini dibuat oleh para pemimpin pada masa awal kemerdekaan melalui imajinasi dan keberanian yang luar biasa. Dikatakan imajinasi, karena mereka mempunyai imajinasi sebuah negeri yang memiliki keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Ini imajinasinya, di saat kita semua berbicara tentang kedamaian, mereka sudah bicara kedamaian lebih awal,” tuturnya.
Ia menambahkan, pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh Indonesia telah memesona dunia, khususnya di kawasan Asia-Afrika, karena mereka dianggap telah melewati perjalanan hidup sebagai pejuang yang tercerdaskan dan tercerahkan.
Hal inilah yang menyebabkan para kepala negara di Asia dan Afrika tahun 1955 berkeinginan untuk datang ke Indonesia menghadiri Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada 18-24 April 1955 di Bandung, Jawa Barat.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Ia menyebut tokoh-tokoh besar itu antara lain Soekarno, Muhammad Hatta, Sutan Syahrir, Agus Salim dan Muhammad Natsir. Semuanya merupakan tokoh muslim terkemuka pada jamannya.
Mendikbud menyebutkan, Indonesia memiliki lebih dari 800 bahasa daerah, tetapi seluruh masyarakat Indonesia berhasil menyepakati bahasa bersama sebelum ada negara, yakni Bahasa Indonesia, sejak 1928, dengan Sumpah Pemuda-nya.
“Dunia melihat Indonesia lebih dari sekadar negeri ini bisa merdeka, dunia melihat Indonesia ini sebuah negeri yang dibangun dengan fondasi visi kebudayaan yang luar biasa,” kata Anies, yang kakeknya, A.R. Baswedan, adalah juga salah seorang founding-father Indonesia. Kakeknya itu antara lain ikut dalam misi diplomatik mecari dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ke negara-negara Timur Tengah di tahun-tahun pertama sesudah kemerdekaan.
Anies sendiri adalah generasi muda Indonesia yang dikenal luas karena berbagai aktivitasnya dalam berbagai kegiatan pendidikan. Sebelum jadi menteri, ia antara lain menjadi Rektor Universitas Paramadina, mensponsori program Indonesia Mengajar yang mengerahkan eksekutif-eksekutif muda di kota-kota besar, buat mengajar anak-anak di daerah-daerah terpencil selama beberapa bulan.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Semangat KAA
Mendikbud Anies Baswedan juga berpendapat, para peserta KAA pada tahun 1955 itu datang ke Indonesia bagaikan saat ini kita datang ke negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, dan sebagainya. Kemudian menceritakan kehebatan negara tersebut kepada banyak orang di negerinya sendiri.
Ratusan orang yang datang ke Bandung pada masa itu, bukan hanya sekadar mengikuti konferensi saja. Tetapi mereka melihat sebuah peradaban Indonesia yang memesona melalui gagasan negeri yang dibangun dengan landasan tradisi dan konsep negara modern, imbuhnya.
“Itu terobosan yang luar biasa, jadi mereka pulang menjadikan Bandung inspirasi, bukan sekadar teksnya tetapi pengalaman spiritual berada di Bandung, karena itu memesona dan ini menjadi cerita yang luar biasa,” paparnya.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
KAA Bandung tahun 1955 menghasilkan Dasasila Bandung yang menjadi semangat juang negara-negara di kawasan Asia-Afrika untuk meraih kemerdekaannya.
KAA di Bandung tanggal 18-25 April 1955, menghasilkan 10 poin konferensi yang disebut dengan Dasasila Bandung. Dasasila berisi tentang pernyataan mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerjasama dunia.
Isi Dasasila Bandung yang menjadi semangat KAA 1955, yaitu :
- Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB.
- Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
- Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil.
- Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain.
- Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB.
- Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara lain.
- Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara.
- Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi (penyelesaian masalah hukum) , ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
- Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
- Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional.
Mendikbud dan kita semua tentu sangat berharap, dari pelaksanaan KAA ke-60 di Jakarta dan Bandung tahun ini, masih mampu memberikan pesona Indonesia di mata dunia. Sehingga para peserta KAA yang hadir dari berbagai negara dapat membawa semangat KAA di Indonesia, yang membawa nilai-nilai kebersamaan, dialog, budaya, dan spirit pembebasan imperialism modern saat ini. Wabil khusus tentu, dukungan penuh untuk kemerdekaan dan kedaulatan Palestina, satu-satunya bangsa di dunia yang masih terjajah oleh Israel. Insya Allah. (P4/P2)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)