Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Allah SWT berfirman, “Mengapa kalian mengajak orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri (akan kewajib-an)mu sendiri, padahal kalian membaca Al kitab? Maka tidaklah kalian berfikir?” (QS. Al-Baqarah: 44).
Pertanyaan di atas dimaksudkan sebagai teguran yang keras dan kritikan pedas terhadap orang yang mengajak kebajikan akan tetapi dia sendiri lalai menjalankan tugas. Para Ulama berbeda pendapat tentang arti kata “Al birr” (kebajikan) dalam ayat ini di antaranya mempunyai arti:
Pertama, berpegang teguh pada taurat. Mengikuti Nabi Muhammad SAW, yaitu seorang yahudi berpesan kepada kerabatnya secara rahasia agar ia mengikuti Nabi Muhammad SAW, dengan mengatakan bahwa beliau adalah Rasul yang haq, tetapi dia sendiri tidak mengikutinya, sebagaimana terdapat dalam Shahih Al bukhari (hadits no; 1356) dari Anas ra ia berkata: bahwa ada seorang anak yahudi membantu Nabi Muhammad SAW, ketika anak itu jatuh sakit maka ditengoklah oleh Nabi SAW, kemudian beliau duduk disamping kepalanya sambil berpesan: “Masuklah Islam”, maka anak itu menolehkan wajah kepada bapaknya yang ketika itu berada di sisinya, langsung saja si bapak menjawab: “Taatilah Abul Qasim” dengan serta merta anak itu masuk Islam, ketika Nabi SAW keluar beliau berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dia dari api neraka”.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Kedua, shadaqah. Menganjurkan orang lain untuk mengikuti Nabi SAW, yaitu sekelompok kaum yahudi memberitahukan kepada manusia tentang kedatangan seorang Nabi dalam waktu dekat, dan menganjurkan mereka untuk mengikutinya. Ketaatan secara umum, maknanya adalah apakah kalian mengajak orang lain untuk taat kepada Allah dan membiarkan diri kalian sendiri bermaksiat kepadaNya.
Masih ada pendapat-pendapat yang lain, tetapi yang paling tepat dari kata ‘Albirr” adalah ketaatan (kebajikan) secara umum sehingga arti yang pertama itu sudah termasuk di dalamnya.
Ayat ini meskipun dalam konteksnya berkenaan dengan “orang yahudi” tetapi maknanya berlaku untuk umum, termasuk siapa saja yang mengajak orang lain untuk berbuat kebajikan dan membiarkan dirinya lalai tidak mengerjakannya.
Al Hafizh ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Maksud ayat ini bahwa Allah mencela mereka atas tindakannya, dan mengingatkan mereka akan kesalahannya yang mengenai hak diri mereka sendiri dimana mereka mengajak orang lain berbuat kebajikan tetapi mereka sendiri tidak melakukannya.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Allah mencela orang yang mengajak kepada kebaikan tetapi dia sendiri tidak melakukannya. Terlebih lagi jika yang menganjurkan kebaikan itu seorang yang alim (mengetahui), tentu lebih wajib baginya untuk melaksanakan apa-apa kebaikan yang telah dianjurkannya. Allah SWT berfirman, “Dan aku tidak berkehendak untuk menyalahi kalian (dengan mengerjakan) yang aku larang. Aku hanya menginginkan perbaikan semampuku. Aku hanya mendapatkan taufik dengan pertolongan Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada Nyalah aku kembali.” (QS. Huud-88). Wallahua’lam.(RS3/RS2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina