Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْمَلِكُ ٱلْقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلْمُؤْمِنُ ٱلْمُهَيْمِنُ ٱلْعَزِيزُ ٱلْجَبَّارُ ٱلْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (23) هُوَ ٱللَّهُ ٱلْخَٰلِقُ ٱلْبَارِئُ ٱلْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ (24)
Penjelasan,
Sebuah hadits dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa dirinya diperintahkan Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa salam untuk banyak-banyak membaca akhir dari surah Al-Hasyr ini. Perintah anjuran ini banyak dipraktekkan oleh para santri dan mahasiswa. Bagi yang kemampuan menghafalnya pas-pasan, biasanya, mereka meskipun surah-surah lain tidak hafal, tapi ayat-ayat terakhir surah Al-Hasyr ini mereka hafal.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-20] Tentang Istiqamah
Dalam pengertian tauhid, Allah adalah tuhan yang berhak disembah. Meskipun manusia menjadikan banyak tuhan selain Allah, tetapi hanya Allahlah tuhan yang sebenarnya. TIdak ada tuhan melainkan hanya diri-Nya saja.
Kisah manusia menjadikan banyak tuhan diantaranya disebutkan Al-Quran dalam surah Nuh. Mereka menjadikan nama-nama seperti Wadd, Suwwa, Yagus, Yauq, dan Nasr sebagai sesembahan. Padahal mereka sebenarnya adalah orang-orang sholeh yang telah wafat.
Jika sekiranya mereka yang dianggap sebagai tuhan itu ingin disembah, silahkan samai satu saja sifat Allah kalau bisa!. Pasti mereka tidak akan bisa. Sebagai contoh, sifat-sifat yang ada dalam ayat ini, yaitu Al-Malik.
Secara harfiah, ada perbedaan makna antara maalik dengan malik. Kalau maalik berarti pemilik. Sedangkan Malik adalah raja. Dalam ayat ini, kata Al-Malik berarti Dialah Allah raja yang menguasai, atau Allah adalah Maharaja, yang menguasai seluruh alam semesta dan tiada batas.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Inilah yang membedakan antara raja manusia dan Allah Yang Maharaja. Jika manusia, ia menjadi raja sedikitnya ada tiga keterbatasan.
Pertama adalah terbatas waktu, tergantung dari batas usianya atau mandat yang diberikan rakyat kepadanya.
Kedua adalah batas teritorial. Tidak mungkin manusia bisa menjadi raja untuk seluruh manusia di bumi ini atau seluruh wilayah di daratan bumi.
Dan yang ketiga adalah keterbatasan atas dirinya sendiri. Seorang raja (manusia) tidak bisa menguasai dan menjaga dirinya sendiri, bahkan untuk menakar air matanya saja tidak mampu, mengatur detak jantungnya juga tidak mampu, apalagi mengontrol jutaan saraf-saraf yang ada dalam tubuhnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Oleh karenanya, Al-Malik yang sebenarnya hanyalah Allah Subhanahu wa ta’ala. Tidak akan ada makhluk (termasuk jin dan manusia) yang bisa menyamai sifatnya, walaupun hanya satu saja.
Al-Quddus berarti bebas dan suci dari segala kesalahan, kekurangan, kekhilafan dan keburukan, baik yang tampak maupun yang tidak tampak (maksud). Dalam menetapkan takdir, Allah tidak pernah melakukan sifat-sifat buruk di atas.
Tentang maksud Allah di atas, sesungguhnya Allah tidak ada maksud buruk dalam menetapkan takdir manusia. Tetapi Allah ingin manusia itu memiliki nasib baik, memilih jalan yang telah disyariatkan dan mendapat rahmat, ampunan dan balasan terbaik berupa surga.
Akan tetapi, manusia itu sendiri yang memilih jalan dan takdir keburukan sehingga ia tergoda dengan bujuk rayuan syaitan dan akhirnya menjadi hina, di akhirat menjadi bahan bakar api neraka.
Baca Juga: Malu Kepada Allah
As-Salam adalah sifat Allah yang menginginkan manusia ini menjadi sejahtera, aman, sentosa, damai dan selamat di dunia dan akhirat. Allah lah yang menyejahterakan semua makhluknya, dan tidak ingin manusia itu celaka.
Adapun sifat Al-Mukmin maksudnya adalah Allah Yang Maha memberi dan membuat keamanan. Al-Mukmin juga berarti Yang Memberi Amanat. Allah pernah memberikan amanat Al-Quran kepada langit dan gunung-gunung, namun mereka tidak sanggup memikulnya. Hingga Allah memberi amanat Al-Quran itu kepada manusia.
Jika ditarik ke dalam kata mukminnya orang beriman, artinya mereka (orang beriman) adalah yang memberi keamanan dan membuat suasana aman bagi lingkungan sekitarnya karena mereka yang telah diberi amanat berupa Al-Quran dari Yang Maha Memberi Amanah dan Maha memberi dan membuat keamanan, jadi bukan hanya sekadar orang yang yakin dan percaya kepada Allah saja.
Kata As-Salam dekat dengan Al-Mukmin karena kesejahteraan itu dekat dengan keamanan. Jadi jika sebuah masyarakat mereka hidup sejahtera, maka kondisi mereka akan lebih dekat dengan rasa aman, tenteram dan damai. Jika masyarakat suatu negeri hidup sejahtera, dengan sendirinya angka kriminalitas akan turun. Mereka tidak lagi berpikir anarkis, ingin berbuat onar, apalagi menjadi radikalis, ekstrimis dan teroris.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
Maka jika sebuah negeri ingin aman, kembalilah kepada Allah karena Dia-lah Al-Mukmin, Yang memberi dan membuat rasa Aman. Jika berharap kepad ayang lain, pasti yang ada hanya kekecewaan dan kesengsaraan ujungnya.
Al-Muhaimin adalah sifat Allah yang berarti Maha Memelihara. Setelah memberi kesejahteraan, keamanan dan keselamatan, maka Allah-lah yang memelihara itu semua. Al-Muhaimin juga berarti tempat bersandar, bersandar atas segala urusan-urusan kesejahteraan, keamanan dan keselamatan.
Salah satu bentuk pemeliharaan Allah terhadap diri kita adalah adanya imun dalam tubuh kita yang berfungsi sebagai penangkal dari segala macam bakteri dan kuman berbahaya.
Allah juga mengilhamkan manusia sifat ingat dan lupa yang juga merupakan bentuk pemeliharaan dariNya. Manusia diberi sifat lupa agar dia bisa tidur dengan nyenyak. Dengan demikian ia terpelihara kesehatannya.
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
(Bersambung)
(L/P2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah