Oleh : Ali Farkhan Tsani, Wartawan dan Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency) *
Membuka awal tahun 2023 yang lalu, tepatnya bulan Januari, menjadi kabar baik bagi Gaza. Ini ditandai dengan rencana aktivis, masyarakat sipil dan kelompok hak asasi manusia di Eropa yang mempersiapkan “Freedom Flotilla” baru untuk berlayar ke Jalur Gaza, memecahkan blokade Israel yang telah diberlakukan selama 16 tahun, sejak 2007.
Pengumuman itu dibuat oleh Zaher Birawi, Presiden Komite Internasional untuk Memecah Pengepungan di Gaza dan anggota pendiri Freedom Flotilla.
Menurutnya, pelayaran diharapkan dapat memberikan tekanan politik dan rakyat pada pemerintah Barat dan Arab.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
Walaupun sampai akhir tahun 2023 aksi pelayaran tersebut belum sampai ke pelayaran perairan Gaza. Setidaknya telah berhasil mengampanyekan solidaritas Palestina dengan singgah di 12 pelabuhan di sejumlah negara Eropa dengan membawa bendera Palestina.
Tahun 2023 juga ditandai dengan konsistensi kuat beberapa negara Arab dan sekitarnya terhadap Palestina. Di antaranya adalah Pemerintah Kuwait yang menekankan pentingnya terus mengerjakan program pembangunan Kota Yerusalem sebagai bagian dari perjuangan Palestina.
Pangeran Turki Al-Faisal, Ketua Dewan Pengawas Program Amal dan Pembangunan Kuwait menyatakan melalui teknologi visual pada awal Januari 2023, upaya yang dilakukan pemerintahnya adalah semangat perjuangan terhormat dalam mendukung perjuangan Palestina dan Kota Suci Al-Quds Yerusalem.
Qatar, tentu saja, negara ini paling kuat dukungannya terhadap Palestina. Hanya di negara ini, gerakan perlawanan Hamas (Harakah Muqawwamah Islamiyyah) memiliki kantor resminya di luar negeri.
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon
Bahkan, kesepakatan gencatan senjata kemanusiaan walaupun sementara pada November 2023, antara Hamas dan Israel, dimediasi kuat oleh Qatar. Hingga kemudian berhasil mewujudkan terjadinya pertukaran tahanan tahap awal.
Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar, Mohammed bin Abdul Rahman Al Thani berharap dapat memperpanjang gencatan senjata di Jalur Gaza dan dapat memungkinkan terjadinya pertukaran tahanan lagi yang akan dibebaskan.
Bahkan Presiden Amerika Serikat Joe Biden pun harus menelepon Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani untuk membahas perlunya membebaskan sandera yang disekap di Gaza dan upaya menambah bantuan kemanusiaan di Gaza.
Pada Penyelenggaraan Piala Asia November 2023, Qatar sebagai tuan rumah mengumumkan mendonasikan pendapatan dari turnamen tersebut untuk membantu Palestina menyusul pengeboman pendudukan Israel terhadap Gaza yang terus berlanjut.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Tentu juga dukungan statemen, dialog dan pengiriman bantuan kemanusiaan, dari negara-negara tetangga kawasan Timur Tengah dan sekitarnya, seperti Qatar, Tunisia, Libya, Kuwait, Iran, Yaman, Oman, Yordania, Mesir, Turkiye, dan lainnya.
Termasuk Arab Saudi yang mengundang 1.000 jamaah dari kalangan keluarga syuhada dan tawanan warga Palestina, menunaikan ibadah haji tahun 2023.
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Liga Arab pun dengan keras mengecam eskalasi rezim Israel dan serangan berulang kali terhadap situs suci Muslim dan Kristen di Kota Tua Al-Quds (Yerusalem) yang diduduki, khususnya serangan terhadap area ibadah di Masjid Al-Aqsa, dan serangan ke Gaza.
Tekanan Internal Israel
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Di pemerintahan Israel sendiri, sepanjang tahun 2023 warga Israel pada setiap akhir pekan turun ke jalan berdemonstrasi menentang pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Warga Israel melakukan aksi unjuk rasa di Tel Aviv dan beberapa kota, persimpangan jalan dan di pedalaman Palestina yang diduduki, sebagai protes terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang berencana melemahkan peradilan dan Mahkamah Agung.
Selain demonstrasi di pusat kota Tel Aviv, ribuan warga Israel juga berdemonstrasi di beberapa kota Palestina yang diduduki, termasuk Haifa, Beersheba, Ashdod, Netanya, Herzliya, Raanana dan Yerusalem.
Menurut jajak pendapat baru di media Israel periode April 2023 menyebutkan, bahwa 30 persen warga Israel percaya masa depan negara mereka dalam bahaya.
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Survei itu dilakukan di tengah perpecahan yang melanda masyarakat sebagai akibat dari rencana pemeriksaan peradilan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Tekanan dalam negeri lainnya, di penghujung tahun 2023, setelah persidangan tertunda karena alasan perang, sidang kasus korupsi yang menjerat PM Benjamin Netanyahu kembali digelar pada Senin, 4 Desember 2023 di Pengadilan Distrik Yerusalem.
Netanyahu tidak menghadiri sidang kasusnya. Netanyahu didakwa dengan tuduhan penipuan, pelanggaran kepercayaan, serta korupsi. Dia sendiri membantah bersalah atas semua tuduhan tersebut, dengan dalih menjadi korban politik media dan politisi sayap kiri.
Di sisi lain, kegagalan Netanyahu dalam Perang menghadapi perlawanan Gaza semakin memojokkan Netanyahu. Banyak dari warga Israel dari kalangan keluarga yang disandera di Gaza, memprotes Netanyahu atas ketidakmampuannya membebaskan para tawanan.
Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
Hal itu memicu aksi protes juga di kalangan pejabat tinggi pemerintahan pendudukan Israel. Di antaranya dimotori oleh Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Letnan Jenderal Dan Halutz, yang mendorong gagasan pemecatan Netanyahu dari jabatan perdana menteri.
Dan Halutz mengatakan kepada Radio Angkatan Darat Israel, dia mendukung adanya sosok lain untuk menggantikan Netanyahu.
Demonstrasi anti-Netanyahu juga meluas hingga berlangsung di depan kediaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di New York, AS. Ratusan warga Yahudi dan aktivis perdamaian berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut.
Tekanan Internasional
Baca Juga: Iran: Veto AS di DK PBB “Izin” bagi Israel Lanjutkan Pembantaian
Pembantaian membabibuta (genosida) pasukan pendudukan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, telah memakan korban di penghujung tahun 2023, sejak 7 Oktober hingga akhir Desember.
Data per tanggal 27 Desember menyebutkan, terdapat jumlah 21.110 warga Gaza gugur sebagai syuhada, sementara 55.243 warga terluka. Dari korban terluka ini, terdiri dari anak-anak 8.800 orang dan kaum perempuan 6.300 orang, atau sekitar 71,5%.
Kondisi ini pula yang melatarbelakangi rencana pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak di Gaza, yang diinisiasi oleh Maemuna Center (Mae_C), sayap kegiatan perempuan Lembaga Kepalestinaan Aqsa Working Group (AWG).
Kondisi Palestina terkini menimbulkan aksi protes demonstrasi turun ke jalan di berbagai kota besar di Eropa dan Amerika. Mulai dari di New York, Washington DC, London, Paris, Roma, Milan, Berlin, Moskow, Den Haag, Istanbul, Dublin, Puerto Rico, Brasilia, Bogota, dan sebagainya.
Baca Juga: IDF Akui Kekurangan Pasukan untuk Kendalikan Gaza
Di samping aksi protes di beberapa kota besar di kawasan benua Afrika (seperti Afrika Selatan, Aljazair, Tunisia), Asia ( Malaysia, Pakistan), hingga Australia.
Di Indonesia, tak perlu diragukan lagi. Jutaan warga turun ke jalan dalam Aksi Bela Palestina di kawasan Monas, ibukota Jakarta, kota-kota besar di berbagai provinsi hingga ke daerah-daerah.
Aksi internasional yang kalah menekan pemerintahan pendudukan Israel adalah aksi damai gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) terhadap Israel. Kampanye boikot produk pendudukan Israel atau yang mendukung pendudukan Israel diperkuat dengan Fatwa Boikot dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2023.
Aksi boikot bahkan datang dari negara-negara Eropa yang nota bene selama ini paling mendukung Israel. Kebijakan Norwegia misalnya, telah melarang impor barang-barang yang diproduksi oleh permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki.
Baca Juga: Hamas Tegaskan, Tak Ada Lagi Pertukaran Tawanan Israel Kecuali Perang di Gaza Berakhir
Menteri Ekonomi Norwegia, Khalid Al-Esseily, menyebut keputusan Norwegia itu sebagai bentuk komitmen terhadap aturan hukum internasional yang menganggap semua bentuk pembangunan pemukiman sebagai tidak sah.
Aksi boikot lainnya, datang dari Dewan Kota Liege, Belgia, yang memutuskan hubungan dengan entitas pendudukan Israel dan dengan lembaga swasta Israel yang memfasilitasi pendudukan Zionis dan pelanggaran hak-hak rakyat Palestina yang berkelanjutan.
Keputusan tersebut menegaskan, dukungan Belgia untuk rakyat Palestina akibat pendudukan rezim apartheid, serta dampak permukiman Israel ditanah Palestina. Hal ini karena Israel telah melanggar semua komitmen terhadap sistem hak asasi manusia Eropa dan melanggar aturan hukum internasional dan keputusan yang diambil, khususnya Resolusi 242, yang dikeluarkan pada November 1967.
Aksi kampanye boikot yang kuat juga muncul di Inggris yang dipelopori Friends of Al-Aqsa (FOA).
Baca Juga: Hamas: Rakyat Palestina Tak Akan Kibarkan Bendera Putih
FOA menggunakan boikot untuk mendorong Israel mengakhiri pendudukan ilegalnya atas wilayah Palestina seperti Tepi Barat, selain Dataran Tinggi Golan Suriah.
Kongres Serikat Buruh (TUC) di Inggris dan Wales ikut dalam gerekan boikot Israel, dengan mengeluarkan mosi yang menegaskan kembali komitmen untuk memboikot barang-barang perusahaan yang mengambil keuntungan dari pemukiman illegal di wilayah Palestina tang diduduki.
TUC yang beranggotakan 5,5 juta orang menegaskan gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) datang dari hati nurani kemanusiaan.
Laporan Al Jazeera menyebutkan, gerakan BDS berpotensi menghasilkan kerugian Israel hingga US$11,5 miliar atau sekitar Rp183,37 triliun per tahun bagi Israel.
Selain itu, ribuan orang di Israel juga disebut berpotensi kehilangan pekerjaan jika negara tersebut diboikot secara penuh oleh internasional.
Pada sisi lain, tekanan internasional terhadap Israel datang dari Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Eropa yang mendesak Uni Eropa untuk membantu Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengadili Israel atas kejahatan perang.
“Komite menyesali kemajuan yang terbatas dalam penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional terhadap kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Israel di Wilayah Palestina yang diduduki. Kami berkomitmen untuk membantu Pengadilan Kriminal Internasional dan Jaksa Penuntutnya dalam memajukan penyelidikan dan penuntutan,” kata komite tersebut.
Di perkumpulan negara-negara di dunia PBB, posisi Negara Israel dan Amerika Serikat pun terpojokkan dalam sessi debat maupun voting.
Dalam rapat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) tanggal 8 November 2023 terkait kondisi perang Israel-Palestina di Jalur Gaza. menghasilkan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza. DK PBB menilai jeda kemanusiaan sangat perlu bagi Gaza, agar korban sipil dan kehancuran tidak terus bertambah.
Dari 15 anggota DK PBB, sebanyak 13 anggota setuju resolusi, 1 negara yakni Inggris abstain, dan 1 negara yakni AS menggunakan hak vetonya untuk menolak resolusi tersebut.
Selanjutnya pada forum Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) sebagian besar negara anggota PBB menyepakati Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Palestina. Pada sidang istimewa darurat yang digelar pada Selasa, 12 Desember 2023) itu, hasil pemungutan suara menunjukkan 153 dari total 193 negara mendukung resolusi, 10 suara lainnya, termasuk dari Amerika Serikat (AS) dan Israel, menolak dan 23 abstain.
Dalam sidang MU PBB Amerika Serikat tidak memiliki hak veto. AS hanya bisa memberikan suara menentang resolusi tersebut, bersama dengan Israel dan delapan negara lainnya, yakni Austria, Ceko, Guatemala, Liberia, Micronesia, Nauru, Papua Nugini, dan Paraguay.
Walaupun resolusi ini tidak mengikat untuk dilaksanakan oleh Israel yang menentang, tetapi setidaknya 153 dari 193 negara atau sekitar 79% negara-negara di dunia pro-Palestina.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, draf Resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai gencatan senjata kemanusiaan diusulkan oleh 102 negara, termasuk Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Indonesia.
Menlu Retno menyesalkan draf resolusi tersebut diveto oleh salah satu negara anggota tetap DK PBB , Amerika Serikat, sehingga tidak dapat disahkan.
Harapan
Apapun kondisinya di Palestina, terutama Jalur Gaza yang porak poranda, selalu ada harapan.
Kondisi ratusan ribu warga Palestina di Gaza yang kini mengungsi, ribuan rumah dan fasilitas umum hancur, termasuk rumah sakit, sekolah, masjid, gereja, sehingga seperti tidak ada lagi tempat yang aman di Gaza.
Belum lagi situasi Masjidil Aqsa di Yerusalem yang diduduki, yang menurut rencana pemerintah pendudukan akan dibagi dua, 70% untuk Yahudi dan 30% untuk Islam.
Dampak “Perang Badai Al-Aqsa” bagaimanapun telah menunjukkan kepada dunia bahwa para pejuang Palestina, baik dari Jalur Gaza maupun Tepi Barat menunjukkan kekuatan, ketabahan, ketegaran dan kesolidan Palestina.
Tewasnya ribuan tentara dan warga Israel, ratusan lainnya yang masih disandera, puluhan ribu lainnya yang terluka, rusaknya insfrastruktur, hancurnya pariwisata, maraknya pengangguran dadakan, runtuhnya ekonomi dan meningkatnya hutang negara Israel, itu menunjukkan sebenarnya kekuatan Israel sudah melemah dan tinggal menunggu waktu keruntuhannya.
Tinggal diingatkan negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, untuk membatalkan hubungan diplomatik normalisasi dengan negara pendudukan Israel, yang sudah sangat lemah sebenarnya. Negara pendukung utamanya, AS pun sudah dikucilkan di dunia internasional.
Belum lagi hadangan pasukan Yaman di lautan, serangan roket dari Lebanon, suara dukungan dari Iran, Turkiye, Rusia, China, dan negara-negara kawasan Afrika dan Amerika Latin, bantuan finansial dari Qatar, Kuwait, dan lainnya, semakin memperkuat posisi Palestina di kancah internasional.
Tinggal rekonsiliasi faksi-faksi di internal Palestina yang harus semakin kuat, serta tentu saja persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia, dan dukungan kemanusiaan internasional, untuk terus mendukung Palestina. Sehingga Palestina dapat meraih kemerdekaannya dan Masjdil Aqsa terbebas dari yahudisasi. Aamiin. Allahu Akbar !! Al-Aqsha Haqquna !!! (L/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
* Ali Farkhan Tsani, Penulis juga merupakan Duta Al-Quds Internasional, Alumnus Mu’assasah Al-Quds Ad-Dauliyyah Yaman, yang aktif memberikan Kajian Al-Quds, Al-Aqsa, dan Palestina melalui Program Daurah Al-Quds. Penulis dapat dihubungi melalui WA (0858-1712-3848) atau email [email protected]