Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَاۤ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَا لِحًا وَّقَا لَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya: “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, ‘Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)’?” (QS. Fussilat: 33)
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah.” (QS. Fushshilat: 33).
Yakni menyeru manusia mengabdi untuk dan karena Allah semata.
وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “… mengerjakan amal saleh dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’.” (QS. Fushshilat: 33)
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Berkenaan dengan ayat 33 Surat Fushshilat ini, Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, ayat ini mengandung makna yang umum mencakup setiap orang yang menyeru manusia kepada kebaikan, sedangkan dia sendiri mengerjakannya dengan penuh konsekuen, dan orang yang paling utama dalam hal ini adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Sirin, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud adalah muazin atau para juruazan yang saleh, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui salah satu hadisnya yang mengatakan:
“الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ”
“Muazin (juruazan) adalah orang yang paling panjang lehernya (terhormat) kelak di hari kiamat.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Dan di dalam kitab Sunan disebutkan melalui salah satu hadisnya yang berpredikat marfu’:
“الْإِمَامُ ضَامِنٌ، وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ، فَأَرْشَدَ اللَّهُ الْأَئِمَّةَ، وَغَفَرَ لِلْمُؤَذِّنِينَ”
“Imam adalah penjamin, dan juruazan adalah orang yang dipercaya. Maka Allah memberi petunjuk kepada para imam, dan memberi ampun bagi para juruazan.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Urwah, telah menceritakan kepada kami Gassan kadi Hirah. Abu Zar’ah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnuTuhman, dari Matar, dari Al-Hasan, dari Sa’d ibnu Abu Waqqas radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa anak panah juruazan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat sama dengan anak panah mujahidin. Seorang juruazan di antara azan dan iqamahnya sama (pahalanya) dengan seorang mujahid yang berlumuran darahnya di jalan Allah.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu telah mengatakan bahwa seandainya dirinya ditugaskan menjadi juruazan, maka ia tidak peduli lagi dengan ibadah haji, tidak pula dengan ibadah umrah, tidak pula dengan jihad.
Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu telah mengatakan, “Seandainya aku menjadi juruazan, sempurnalah urusanku dan aku tidak mempedulikan lagi untuk tidak berdiri di malam hari shalat sunat, tidak pula puasa (sunat) di siang harinya, karena aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdoa:
“اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ”
“‘Ya Allah, berilah ampunan bagi orang-orang yang azan’,sebanyak tiga kali. Lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, engkau tinggalkan kami (dalam doamu), padahal kami berjuang dengan pedang untuk membela seruan azan.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
“كَلَّا يَا عُمَرُ، إِنَّهُ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَتْرُكُونَ الْأَذَانَ عَلَى ضُعَفَائِهِمْ، وَتِلْكَ لُحُومٌ حَرَّمَهَا اللَّهُ عَلَى النَّارِ، لُحُومُ الْمُؤَذِّنِينَ”
‘Bukan itu, hai Umar. Sesungguhnya kelak akan datang suatu masa bagi manusia, di masa itu manusia meninggalkan azan (dan menyerahkannya) kepada orang-orang lemah mereka. Dan daging itu diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala masuk neraka, yaitu daging para juruazan’.”
Siti Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa berkenaan dengan para juruazanlah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’.” (QS. Fushshilat: 33)
Siti Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seruan juruazan saat mengucapkan, “Hayya ‘alash shalah (marilah kita kerjakan shalat).” Sesungguhnya dia menyeru (manusia) kepada Allah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar dan Ikrimah bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan juruazan.
Al-Bagawi telah meriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Dan mengerjakan amal yang saleh.” (QS. Fushshilat: 33), Yakni shalat dua rakaat di antara azan dan iqamah.
Kemudian Al-Bagawi mengetengahkan hadis Abdullah ibnul Mugaffal radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda:
“بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ”. ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ: “لِمَنْ شَاءَ”
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
“Di antara dua azan (azan dan iqamah) terdapat shalat (sunnah) —kemudian pada yang ketiga kalinya beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda— bagi orang yang menghendaki (nya).”
Anas ibnu Malik me-rafa’-kan hadis ini sampai kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu:
“الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ”.
“Doa yang dipanjatkan di antara azan dan iqamah tidak ditolak.”
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Dari dua pendapat yang berkaitan dengan tafsir ayat 33 Surat Fushshilat sebagaimana disebutkan diatas, Ibnu Katsir menyimpulkan bahwa pendapat yang benar, makna ayat ini bersifat umum menyangkut para juruazan dan lain-lainnya. Karena mengenai saat diturunkannya ayat ini, azan shalat masih belum disyariatkan sama sekali karena ayat ini Makkiyyah.
Sedangkan azan baru disyariatkan hanya di Madinah sesudah hijrah ketika kalimat-kalimat azan diperlihatkan kepada Abdullah ibnu Abdu Rabbih Al-Ansari dalam mimpinya, lalu ia menceritakannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan kepadanya agar mengajarkan azan kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu karena sesungguhnya Bilal memiliki suara yang keras dan lantang, sebagaimana yang telah disebutkan di tempatnya.
Dengan demikian, berarti yang benar makna ayat ini bersifat umum. Seperti yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa ia membaca firman-Nya, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’?” (QS. Fushshilat: 33)
Muazin sebagai penyeru untuk melaksanakan shalat secara berjamaah dan seruannya pun pertanda telah masuknya waktu shalat, memiliki kedudukan yang istimewa, di antaranya:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
1. Muazin memiliki leher yang panjang di antara manusia pada Hari Kiamat.
Disebutkan dalam hadits Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Seorang muazin memiliki leher yang panjang di antara manusia pada Hari Kiamat.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
2. Adzan dapat mengusir setan.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لاَ يَدْرِي كَمْ صَلَّى
“Jika dikumandangkan azan untuk shalat, maka setan lari dan ia memiliki suara kentut sampai ia tidak mendengar azan. Jika selesai azan, maka ia datang kembali, sampai jika diiqamahkan untuk shalat, maka ia akan lari lagi hingga ketika iqamah selesai, maka ia datang kembali sehingga membisikkan antara seseorang dengan hatinya. Setan berkata, ‘Ingatlah ini dan itu,’ untuk sesuatu yang belum pernah ia ingat sebelumnya, sehingga seseorang itu berada dalam keadaan tidak tahu jumlah rakaat shalatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Sekiranya manusia mengetahui keutamaan dalam azan, niscaya mereka akan saling berkompetisi.
Dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى التَّهْجِيرِ لاَسْتَبَقُوا إِلَيْهِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Jikalau manusia mengetahui apa yang ada di dalam azan dan saf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan hal itu kecuali dengan berundi atasnya, maka niscaya mereka akan berundi. Jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam bersegera pergi ke masjid, maka niscaya mereka akan berlomba-lomba kepadanya, jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam shalat isya dan shalat subuh maka niscaya mereka akan mendatangi keduanya walau dalam keadaan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Tidaklah suara muazin didengar oleh segala sesuatu melainkan itu semua akan menjadi saksi
Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Abdullah bin Abdirrahman bin Abi Sho’sho’ah al-Anshari:
إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ باَدِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلاَةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ, فَإِنَّهُ لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ وَلاَ شَيْءٌ إِلاَّ شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. قَالَ أَبُوْ سَعِيْدٍ: سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sesungguhnya saya melihat kamu menyukai kambing dan daerah pedalaman, maka jika kamu berada di antara kambing-kambingmu atau di pedalaman lalu engkau mengumandangkan azan, maka keraskan suaramu dengan azan tersebut, karena sesungguhnya tidaklah mendengar suara muazin baik itu jin, tidak pula manusia dan tidak pula sesuatu apa pun, kecuali akan bersaksi untuknya pada Hari Kiamat.” Abu Sa’id berkata, “Saya mendengar hal ini dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” (HR. Bukhari)
5. Muazin akan diampuni dosanya sesuai suaranya dan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya.
Dari Al-Barra’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ وَالْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ بِمَدِّ صَوْتِهِ وَيُصَدِّقُهُ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رَطْبٍ وَيَابِسٍ وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya akan bersolawat untuk orang-orang yang berada di saf yang terdepan. Muazin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya, baik benda basah maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya.” (HR. An-Nasai dan Ahmad, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib)
6. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan ampunan kepada para muazin.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
اَلِْإمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مَؤْتَمَنٌ اَللَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِيْنَ
“Imam adalah penanggung jawab dan muazin adalah yang diberi amanah, Ya Allah berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah para muazin.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa Tarhib)
7. Muazin diampuni oleh Allah dan dimasukkan dalam surga kelak.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِى غَنَمٍ فِى رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلاَةِ وَيُصَلِّى فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِى هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلاَةَ يَخَافُ مِنِّى فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِى وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ
“Rabb kalian begitu takjub terhadap si pengembala kambing di atas puncak gunung yang mengumandangkan azan untuk shalat dan ia menegakkan shalat. Allah pun berfirman, ‘Perhatikanlah hamba-Ku ini, ia berazan dan menegakkan shalat (karena) takut kepada-Ku. Oleh karenanya, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku ini dan aku masukkan ia ke dalam surga.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa Tarhib)
Demikianlah beberapa keajaiban azan dan muazin, semoga memberikan semangat baru bagi para muazin, baik di masjid-masjid besar di tengah kota sampai ke musala-musala di kampung-kampung, di pasar-pasar, di sawah-sawah, di gunung-gunung, dan di mana pun berada. Dan semoga memberikan inspirasi baru bagi yang belum tertarik pada profesi ini beralih menjadi Muazin. Aamiin. (A/SK/RI-1/R06)
*) Sakuri, Amir Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Jabodetabek
Mi’raj News Agency (MINA)