Kabul, MINA – Afghanistan mengalami kekeringan yang terus-menerus, memperburuk krisis kemanusiaan di negara itu.
Abdul Hahad petani dari distrik Nahr-e-Shahi di provinsi Balkh (55) saat berbicara kepada media Ia mengeluhkan kekeringan yang terjadi, hasil panennya dari sembilan hektar semakin berkurang dari tahun ke tahun.
“Sudah tiga tahun sejak musim kemarau, sumur dan sungai hampir kering. Air minum pun tidak cukup, anda bisa lihat semua tanah kami mengering,” ujarnya sambil duduk di dekat tumpukan kayu gandum di bawah matahari, dengan panas 40 Celcius (104 Fahrenheit). Dikutip dari MEMO, Sabtu (12/8).
Para ahli mengatakan kekeringan diperparah oleh perubahan iklim, yang mengarah pada peningkatan tekanan pada sumber daya air. Indeks Risiko Iklim Global mengatakan Afghanistan adalah negara keenam di dunia yang paling terpengaruh oleh ancaman terkait iklim.
Baca Juga: Kelelahan Meningkat, Banyak Tentara Israel Enggan Bertugas
Dengan sedikit irigasi yang berfungsi, Afghanistan bergantung pada pencairan salju di pegunungan untuk menjaga aliran sungai dan ladang diairi selama musim panas.
Namun Najibullah Sadid, pakar sumber daya air dan lingkungan serta Rekan Riset di Federal Waterways Engineering and Research Institute di Jerman, mengatakan saat suhu naik, curah hujan turun dan dengan sedikit salju, pencairan musim panas tidak mengalir ke sungai sebanyak dulu.
“Dalam hal ketahanan pangan, anda melihat bahwa, di negara seperti Afghanistan di mana lebih dari 30 persen PDB (produk domestik bruto) berasal dari pertanian, tentu saja jika sektor ini terkena dampak perubahan iklim, maka ekonomi bruto dari negara ini terkena dampak perubahan iklim,” kata Sadid.
Dua tahun setelah Taliban mengambil alih Afghanistan ketika pasukan asing mundur, sumber air yang terbentang dan perjuangan pertanian adalah salah satu tantangan utama pemerintahan mereka.
Baca Juga: Bahas Krisis Regional, Iran Agendakan Pembicaraan dengan Prancis, Jerman, Inggris
Dengan penurunan tajam tahun ini dalam bantuan kemanusiaan dan tidak ada pemerintah asing yang secara resmi mengakui Taliban, para pekerja bantuan dan diplomat mengatakan tingkat bantuan pembangunan untuk membantu masalah itu terbatas.
Program Pangan Dunia PBB mengatakan, 15,3 juta orang menghadapi kerawanan pangan akut di negara berpenduduk hampir 42 juta orang. (T/Hju/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Serangan Hezbollah Terus Meluas, Permukiman Nahariya di Israel Jadi Kota Hantu