Banda Aceh, MINA – Sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) pada lahan kelapa sawit di provinsi Aceh pada akhir Desember 2018,mencapai perkebunan seluas 26.660 hektar, dengan volume kapasitas produksi Certified Sustainable Palm Oil atau CSPO (minyak kelapa sawit berkelanjutan bersertifikat RSPO) sebesar 95.234 metrik ton.
Tiur Rumondang, Direktur RSPO di Indonesia mengatakan, Kamis (14/2), untuk wilayah Indonesia, lahan kelapa sawit bersertifikat RSPO mencapai 1,9 juta hektar dengan volume kapasitas produksi CSPO sebesar 7,1 juta metrik ton.
Sementara penyerapan CSPO di dunia mencapai 6,2 juta metrik ton. RSPO memiliki target pada tahun 2020 untuk mencapai penyerapan Certified Sustainable Palm Oil sebesar 100% di Eropa, 50% masing-masing di Indonesia dan Malaysia, 30% di India, dan 10% di Tiongkok.
Dikutip dari data milik Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, ada sebanyak 61 perusahaan kelapa sawit di Provinsi Aceh, 39 diantaranya masih beroperasi, delapan dalam tahap pembangunan dan 14 perusahaan lainnya sudah koleps.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Azanuddin Kurnia, mengatakan, luas kebon sawit di Aceh, Kabupaten Nagan Raya menduduki urutan pertama dengan luas HGU mencapai 71,661.53 Hektare, Aceh Singkil 43,910.13 Hektare, dan Subuussalam 19,057.29 Hekktare.
Ditahun 2019, Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh berencana melakukan peremajaan kelapa sawit sebesar 12.785 Hektar, lebih kecil dibanding potensi penggarapan sebesar 96.964 Hektare dari jumlah perkebunan milik warga yang mencapai 205.519 Hektare di seluruh Aceh.
Tiur menyebutkan, penting bagi semua pihak untuk menyadari bahwa keberlanjutan dari komoditas kelapa sawit ini sangat strategis bagi Indonesia untuk menjaga eksistensinya di pasar global CPO, sebagai produsen terbesar CPO bersertifikasi RSPO.
Selain itu, penerapan praktek produksi yang berkelanjutan meningkatkan produktivitas minyak kelapa sawit dan memberikan akses pasar lebih luas bagi petani dan perkebunan, memastikan hak pekerja dan masyarakat sekitar terpenuhi dan menjaga ketersediaan jangka panjang komoditas ini yang berkontribusi bagi pembangunan ekonomi di Indonesia.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
“Untuk mencapai industri kelapa sawit yang berkelanjutan, kami membutuhkan keterlibatan aktif semua pihak, karena itu kami memulai kegiatan roadshow ke provinsi-provinsi dengan potensi pertumbuhan kelapa sawit. Kami juga bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk perwakilan pemerintah daerah terkait, perusahaan, dan petani,” kata Tiur.
Azanuddin Kurnia menegaskan, tidak hanya mendirikan perusahaan sawit di Aceh, namun pihaknya meminta adanya perusahaan turunan yang memproduksi minyak sawit itu sendiri, sehingga Aceh tidak hanya menjual minyak kelapa sawit secara mentah.
Hal dikrenakan mendominasinya HGU di Aceh untuk perusahaan kelapa sawit dibanding pada jenis tanaman lainnya, luasnya areal HGU untuk kelapa sawit juga bisa dimanfaatkan pihak swasta dalam mengembangkan usaha sawit.
“Kalau ada produk turunan sawit, dibangun pabrik, itu mampu menambah pendapatan daerah dan nasional, bisa meningkatkan upah petani sawit yang ada di seluruh Aceh,” ujar Azanuddin. (L/AP/P1 )
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon