Kemenag: Pelaku Usaha Yang Lakukan Sertifikasi Halal Masih Sedikit

Jakarta, 28 Rajab 1437/6 Mei 2016 (MINA) – Kementerian Agama (Kemenag) melalui Badan Litbang dan Diklat menemukan  bahwa saat ini pelaku usaha yang melakukan sertifikasi masih jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah produk yang dihasilkan, padahal berdasarkan , setiap produk yang beredar dan diperdagangkan di harus sudah bersertifikasi .

Penemuan itu satu di antara dua hasil penelitian tentang sikap pelaku usaha kecil terhadap UU Nomor 33 Tahun 2016 tentang (UU JPH) yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Kemenag baru-baru ini.

“Padahal, disebutkan dalam UU tersebut bahwa kewajiban bersertifikat halal atas produk yang beredar di Indonesia berlaku hingga 5 tahun sejak UU ini diundangkan,” terang Kabalitbang dan Diklat Abd Rahman Masud saat memberikan pengantar sekaligus membuka seminar hasil penelitian tentang sikap pelaku usaha kecil terhadap UU Nomor 33 Tahun 2016 di Jakarta. Demikian keterangan pers Kemenag, yang diterima MINA, Jumat.

Kementerian Agama melakukan penelitian tentang sikap pelaku usaha kecil terhadap UU Nomor 33 Tahun 2016 tentang jaminan yang sudah ditetapkan sejak 17 Oktober 2014, agar UU ini dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang notabene masyarakat muslim Indonesia.

Penelitian ini bersifat mixmethod, dilakukan pada 24 provinsi pelaku usaha kecil sebagai sampel, 18 Provinsi sebagai penelitian kuantitatif, dan enam provinsi penelitian kualitatif.

Mas’ud berharap, dalam seminar hasil penelitian ini kiranya dapat menghasilkan regulasi terkait UU JPH yang ada, sebab, Kemenag khususnya Balitbang dan Diklat sangat mendukung adanya BPJH segera dibentuk, agar produk yang dijual masyarakat mendapat jaminan kehalalannya.

“Tindaklanjutnya regulasi akan diajukan kepada Menag,” kata Masud.

Selain hasil kajian di atas, ditemukan sejumlah catatan lain. Pertama, harus ada peningkatan pengetahuan kepada pelaku usaha agar mereka mau melakukan sertifikasi halal. Kedua, tingkat afeksi (setuju) dari pelaku usaha kecil terhadap UU JPH relatif tinggi, dengan besaran rerata afeksi sebesar 72,66 persen.

Ketiga, kemauan (Konasi) pelaku usaha untuk melaksanakan aturan UU JPH, terhadap sertifikasi halal hasil produknya masih rendah, ini bisa dimungkinkan karena biaya sertifikasi halal masih dianggap sebagai beban bagi para pelaku usaha, dan sertifikasi halal bagi sebagian pelaku usaha masih dianggap sebagai kewajiban keagamaan.
Sementara itu, sebagai pembicara dari Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan bahwa hasil penelitian ini perlu disosialisasikan, karena penelitan ini penting.

“Sebab, ada juga ditemukan bahwa masih banyak sebagian produsen mencari bahan makanan murah dan mudah, belum memperhatikan thoyyib nya,” ujar Ledia. (T/R05/P2)

Mi’raj Islmaic News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.