Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepahlawanan Ulama dan Cita-cita Bangsa (Oleh: KH. M. Cholil Nafis, M.A., Ph.D.)

Rana Setiawan - Rabu, 19 Agustus 2020 - 06:07 WIB

Rabu, 19 Agustus 2020 - 06:07 WIB

3 Views

Oleh: KH. M. Cholil Nafis, M.A., Ph.D.; Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia

Ketidakpahaman terhadap sejarah maka kita tidak akan mampu merajuk masa depan. Pandangan akan jauh menatap ke depan jika mengenal sejarahnya. Tahu cita-cita para perjuang dalam meraih kemerdekaan, membuat kita lebih semangat mengisi kemerdekaan demi menggapai cita-citanya.

Sejarah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia sebagiannya adalah berkat perjuangan ulama. Misalnya, Syaikh Yusuf Al-Maqassari (1626-1629M). Ulama terkenal ini tidak hanya mengajar dan menulis kitab keagamaan, tetapi juga memimpin sekitar 4.000 pasukan di hampir seluruh wilayah Jawa Barat.

Syaikh Abd Al-Shamad Al-Palimbani (1704-1789), asal Palembang yang menetap di Mekkah, mendorong kaum Muslim nusantara untuk jihad melawan penjajah. dalam kitabnya, “Nashihah Al-Muslim wa-Tadzkirah Al-mu’minin fi-Fadhail Al-Jihad fi-Sabilillah wa-Karamah Al-Mujahidin fi-Sabilillah.”

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Dalam buku The Achehnese, yang dikutip Azyumardi Azra, Snouck Hurgronje menyebutkan bahwa karya Syaikh al-Palimbani merupakan sumber rujukan utama berbagai karya mengenai jihad dalam Perang Aceh melawan Belanda, Kitab ini menjadi imbauan agar kaum Muslim berjuang melawan kaum kafir.

Syaikh Nawawi Al-Bantani merupakan sumber inspirasi perjuangan bangsa Indonesia. Beliau berhasil membentuk suatu koloni Jawi di Mekkah. Pada Koloni ini beliau dapat menanamkan jiwa patrionalisme dan nasionalisme dalam melawan menjajah kolonial baik di Banten atau di Nusantara.

Spirit nasioanlisme ditanamkan oleh Syaikh Nawawi al-Bantani kepada murid-muridnya yang berasal dari Nusantara yang kelak menjadi tokoh-tokoh penting para pejuang bangsa, seperti KH. Hasyim Asyari (Pendiri Nahdlatul Ulama/NU), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), dan KH. Syaikhana Khalil Bangkalan.

Kegigihan ulama tentu tak lepas dari konsep jihad yang mereka pegang. Bagi mereka, penjajah adalah orang zhalim yang telah merampas kedaulatan umat Islam serta ingin menghancurkan agama Islam. Jadi memerangi penjajah termasuk jihad dan wajib bagi kaum muslimin untuk melaksanakannya.

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

Posisi penasihat Pembla Tanah Air (PETA) dipilihlah K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri NU dan pendiri pesantren Tebu Ireng Jombang. Sebagai penasihat PETA, K.H. Hasyim Asy’ari berhasil menanamkan ruh jihad di tiap dada prajurit-prajurit. Beliau selalu menanamkan bahwa tujuannya adalah perang di jalan Allah.

Pembentukan Laskar Hizbullah-Sabilillah diawali ketika Jepang mulai memobilisasi para pemuda Indonesia untuk bergabung menjadi Heiho (pembantu tentara) guna kepentingan perang pasifik. Pengurus barisan Sabillilah adalah K.H. Masykur dan W. Wondoamiseno tokoh Masyumi pusat.

Soekarno tidak mau memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia karena dihalangi Inggris, tapi didorong oleh para Ulama agar Soekarno berani memproklamirkan Kemerdekaan Negara dan Bangsa Indonesia di hari Jumat Legi tanggal 9 Ramadhan 1364 H bertepatan tanggal 17 Agustus 1945 M.

Kemerdekaan oleh para pendahulu dituliskan dalam Pembukaan UUD 1945, adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, maka bangsa dan Negara Indonesia menjadi merdeka. Para ulama bersama pimpinan nasional mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara yang diresmikan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

Hampir semua pertempuran melawan penjajah dipengaruhi oleh fatwa jihad ulama, seperti pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya, perang Paderi, perang Aceh, pemberontakan petani di Banten, Pemberontakan rakyat Singaparna di Jawa Barat, dan banyak peristiwa lainnya.

K.H. Hasyim Asy’ary membacakan sendiri hasil Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945: pertama, Umat Islam, terutama NU wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia. Kedua, kewajiban tiap-tiap Muslim yang berada pada radius 94 km.

Pada Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), tanggal 13 Juli 1945, K.H. Wahid Hasyim mengusulkan agar Presiden adalah orang Indonesia asli dan “yang beragama Islam.” Begitu juga draft pasal 29 diubah dengan ungkapan: “Agama Negara ialah agama Islam,” dengan menjamin kemerdekaan orang-orang yang beragama lain.

Meskipun tidak seluruh tuntutan ulama terpenuhi dalam memperjuangkan dasar negara, tetapi mereka “tidak ngambek” atau lari dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Fatwa bahwa mempertahankan kemerdekaan RI adalah wajib hukumnya, menunjukkan pembelaan hidup-mati umat Islam Indonesia terhadap kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Ulama dan umat Islam rela mati demi agama, bangsa dan negara karena tujuan mulia. Yaitu tujuan NKRI dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia empat: “Melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia.

Parameter atau ukuran subyek hukum warga negara sudah terlindungi adalah jika hak-haknya telah terpenuhi, berdasarkan hukum negara yang tercantum dalam UUD 1945, seperti hak asasi manusia, hak mendapatkan pekerjaan, hak perlindungan hukum yang sama, hak memperoleh pendidikan, dan lainnya.

Parameter kesejahteraan di Indonesia memiliki tiga unsur: sandang (pakaian), pangan (makan), dan papan (tempat tinggal). Kesejahteraan umum tidak hanya mencakup tentang kesejahteraan ekonomi dan materi, namun kesejahteraan lahir dan batin: terciptanya rasa aman, gotong royong dan lain-lain.

Tujuan pencerdasan adalah memastikan seluruh masyarakat Indonesia memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan yang layak dan berkualitas. Mencerdaskan bangsa merupakan tugas negara, pemerintah, dan masing-masing individu untuk berusaha meraih jenjang pendidikan yang terbaik.

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

Dapat disimpulkan bahwa tujuan perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan, dan pedamaian dalam Bahasa agamanya adalah Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur. Negara yang adil, beradab dan sejahtera. Menurut Bahasa lokalnya ialah Gemah ripah loh jinawi.

Tujuan NKRI yang tercantum dalam UUD 1945 dapat diterapkan dalam pelaksanaan pemerintahan melalui kebijakan yang pro rakyat. Sehingga rakyat Indonesia dapat merasakan kesejahteraan dan benar-benar tercipta pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.(AK/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Sumber: Kisi-kisi presentasi KH. M. Cholil Nafis, M.A., Ph.D. pada Webinar yang diselenggarakan oleh Institut Indonesia dengan tema: “Menuju Indonesia yang Dicita-citakan,” pada Selasa, 18 Agustus 2020, yang tertulis di Tweeter resmi KH. M. Cholil Nafis, M.A., Ph.D..

Rekomendasi untuk Anda

Sosok
Indonesia
Palestina
Sosok