Kesadaran Berzakat Profesi

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Allah telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya bila mencapai nishab. Jika untuk hasil pertanian saja sudah wajib zakat, tentu untuk profesi-profesi tertentu yang menghasilkan uang jauh melebihi pendapatan petani, juga wajib dikeluarkan zakatnya.

Ini seperti dikemukakan Ketua Ulama Internasional, Syaikh Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fiqih Zakat yang mengemukakan adanya persamaan dari dengan zakat penyewaan yang dibicarakan oleh Imam Ahmad Ibn Hanbal. Imam Ahmad berpendapat tentang seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan sewa yang cukup banyak. Orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerima sewa tersebut.

Menurut Al-Qaradhawi, persamaan antara keduanya adalah dari segi kekayaan penghasilan, yaitu kekayaan yang diperoleh seorang muslim melalui bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan. Karena profesi merupakan bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan, sama dengan menyewakan sesuatu, wajib pula zakatnya sebagaimana wajibnya zakat hasil sewaan tersebut.

Dasar hukum yang lain adalah dengan melihat kepada tujuan disyari’atkanya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta, serta menolong para mustahiq (orang-orang yang berhak menerima zakat). Juga sebagai cerminan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.

Landasan Al-Quran

Adanya kesadaran berzakat didorong oleh perintah Allah, seperti tertuang dalam ayat-ayat berikut:

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ صَدَقَةً۬ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيہِم بِہَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡ‌ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ۬ لَّهُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu [menjadi] ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. At-TAubah [9]: 103).

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang yang meminta dan orang-orang miskin yang tidak mendapatkan bagian.” (Q.S. Adz Dzariyat [51]: 19).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman bershadaqahlah (keluarkanlah zakat) dari apa yang baik- baik dari apa yang kalian usahakan“ (Q.S. Al-Baqarah [2]: 267).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allâh) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 267).

Baca Juga:  Bendera Palestina Berkibar di Wisuda Universitas Michigan

Berkaitan dengan perintah zakat di dalam Al-Quran, Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam Kitab Fathul Bari berkata, “Hikmah dikembalikannya seluruh harta yang pernah dimiliki, padahal hak Allah (zakat) yang wajib dikeluarkan hanyalah sebagiannya saja, ialah karena zakat yang harus dikeluarkan menyatu dengan seluruh harta dan tidak dapat dibedakan. Dan karena harta yang tidak dikeluarkan zakatnya adalah harta yang tidak suci”.

Adapun landasan Al-Haditsnya antara lain:

بُنيَ الإسلام على خمس شهادةِ أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقاِم الصلاة وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان

Artinya : “Islam itu didirikan atas lima ; bersaksi bahwa tiada Tuhan sekain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji ke baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menyebutkan zakat sebagai satu dari rangkaian Rukun Islam yang lima. Senada dengan hadits kewajiban zakat dari si kaya untuk si miskin:

ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللُه وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَواتٍ فِي كُلِّ يَوْمِ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَه افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ، وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ .

Artinya: “Ajaklah mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka sudah menaatinya, maka beritahulah mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka menaati itu, maka beritahulah mereka bahwa Allah mewajibkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di antara mereka”.  (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pandangan Ulama

Para ulama mendasarkan hukum fiqih zakat profesi antara lain dengan Qiyas atau menyamakan zakat profesi dengan zakat-zakat yang lain seperti zakat hasil pertanian serta zakat emas dan perak.

Allah telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya bila mencapai nishab. Jika untuk hasil pertanian saja sudah wajib zakat, tentu untuk profesi-profesi tertentu yang menghasilkan uang jauh melebihi pendapatan petani, juga wajib dikeluarkan zakatnya.

Menurut Syaikh Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, persamaan antara keduanya adalah dari segi kekayaan penghasilan, yaitu kekayaan yang diperoleh seorang muslim melalui bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan. Karena profesi merupakan bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan, sama dengan menyewakan sesuatu, wajib pula zakatnya sebagaimana wajibnya zakat hasil sewaan tersebut.

Dasar hukum yang lain adalah dengan melihat kepada tujuan disyari’atkanya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta, serta menolong para mustahiq (orang-orang yang berhak menerima zakat). Juga sebagai cerminan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.

Baca Juga:  Ini Untungnya Menjadi BMT yang Besar

Para ‘ulama terdahulu, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal memang tidak memuat dalam kitab-kitab mereka mengenai zakat profesi. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jenis-jenis usaha atau pekerjaan masyarakat pada masa Nabi dan masa tabi’in sesudahnya.

Maka dalam hal ini pun masih ada perbedaan pendapat ulama di sekitar zakat profesi ini.

Dalam Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H, yang bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M, disebutkan wajibnya zakat profesi jika sampai pada nishab.

Pengertian Zakat Profesi

Profesi dalam terminologi Arab dikenal dengan istilah al-mihn, bentuk jama’ dari al-mihnah yang berarti pekerjaan atau pelayanan.

Profesi secara istilah berarti suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan kepintaran. Syaikh Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi lebih jelas mengemukakan bahwa profesi adalah pekerjaan atau usaha yang menghasilkan uang atau kekayaan baik pekerjaan atau usaha itu dilakukan sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain, maupun dengan bergantung kepada orang lain, seperti pada pemerintah, perusahaan swasta, maupun dengan perorangan dengan memperoleh upah, gaji, atau honororium.

Penghasilan yang diperoleh dari kerja sendiri itu, merupakan penghasilan profesional murni, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, deseiner, advokat, seniman, penjahit, tenaga pengajar, konsultan, dan sejenisnya. Adapun hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dengan pihak lain adalah jenis-jenis pekerjaan seperti pegawai, buruh, dan sejenisnya. Hasil kerja ini meliputi upah dan gaji atau penghasilan-penghasilan tetap lainnya yang mempunyai nisab.

Jadi, zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum untuk bisa berzakat).

Nishab Zakat Profesi

Nisab merupakan batas minimal atau jumlah minimal harta yang dikenai kewajiban zakat.

Mata uang wajib dizakati karena fungsinya sebagai alat tukar sebagaimana emas dan perak yang ia gantikan fungsinya saat ini. Hukum mata uang ini pun sama dengan hukum  emas dan perak karena kaedah yang telah ma’ruf “al badl lahu hukmul mubdal” (pengganti memiliki hukum yang sama dengan yang digantikan).

Maka, nishabnya pun nishab emas atau perak. Jika mencapai salah satu nishob dari keduanya, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, maka tidak ada zakat.

Jika diperhatikan yang paling sedikit nishabnya ketika ditukar ke mata uang adalah nishab perak. Patokan nishab inilah yang lebih hati-hati dan lebih menyenangkan orang miskin.

Ini juga karena secara umum nilai perak jauh lebih rendah dari nilai emas, sehingga nishab perak kalau dirupiahkan akan jauh lebih rendah dari nishab emas.

Hal ini berarti kalau kita menggunakan standar nishab perak, akan lebih banyak lagi orang yang membayar zakat, karena strandar nishabnya lebih rendah.

Baca Juga:  Ini Untungnya Menjadi BMT yang Besar

Berbeda bila kita menggunakan standar nishab emas yang 85 gram, secara nominal nilai itu jauh lebih tinggi, sehingga yang akan bayar zakat pun juga akan lebih sedikit.

Adapun nishab zakat perak adalah 200 dirham atau 5 uqiyah. Satu dirham setara dengan 2,975 gram perak. Sehingga nishab zakat perak adalah 595 gram perak, dan zakatnya 2,5% setiap menerima penghasilan/gaji/bulanan.

Kurs perak saat ini (bulan Ramadhan 1437/Juni 2016) berdasarkan kurs PT Antam Jakarta 1 gram perak = Rp10.100,- Maka, nishab (batas minimum) zakat profesi adalah 595 gram perak x Rp10.100,- = Rp6.009.500,- atau dibulatkan Rp6 jt. Jadi, kalau seseorang punya penghasilan/gaji/bayaran sebulan Rp6jt maka dikeluarkan zakatnya 2,5% x Rp6.000.000,= Rp150.000,-

Boleh juga menggunakan standar harga perak dari lembaga lainnya yang berkompeten. Bisa juga menggunakan standar RTI, dengan harga perak per  awal Juni 2016 Rp6.939,- Maka, nishab 595 gr x Rp7.641 = Rp4.128.705,-

Atau ada juga yang menggunakan pendekatan harga Emas, yaitu Rp.573.470/gr. Maka, nishabnya dikalikan 85 gr = Rp48.743.250 jika haul satu tahun. Jika dibagi 12 bulan menjadi Rp.4.061.937,-

Apakah kemudian dengan mengeluarkan zakat profesi tiap bulan atau tiap penghasilan misalnya Rp6 juta, zakatnya Rp150.000,- itu ringan atau berat? Sangat tergantung pada kadar imannya kepada Allah, yang sesungguhnya Allah-lah yang telah memberinya harta melalui perantaraan kemampuan profesinya. Dan Allah justru hendak menambah berkahnya, membersihkan dan mensucikannya.

Apakah zakat itu setelah terima gaji, menunggu dipotong kebutuhan lainnya dulu, seperti kebutuhan rumah tangga, cicilan ini itu, dan lain-lainnya? Maka, dapat dipastikan selamanya dia tidak akan pernah berzakat dari profesinya. Sebab seberapapun besarnya jika dipakai dulu, maka akan tetap terpakai. Wallahu a’lam.

Mustahiq Zakat Harta

Adapun pembagian Zakat Harta (Zakat ), termasuk zakat profesi dibagikan ke dalam 8 (delapan) asnab (bagian) yang sudah ditetapkan di dalam Al-Quran, yang berhak menerimanya (mustahiq):

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَـٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَـٰكِينِ وَٱلۡعَـٰمِلِينَ عَلَيۡہَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُہُمۡ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَـٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ‌ۖ فَرِيضَةً۬ مِّنَ ٱللَّهِ‌ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَڪِيمٌ۬ (٦٠)

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk [memerdekakan] budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah [9]: 60).

Delapan asnab itu adalah:

  1. orang-orang fakir,
  2. orang-orang miskin,
  3. pengurus-pengurus zakat (amil zakat),
  4. para muallaf yang dibujuk hatinya,
  5. untuk [memerdekakan] budak,
  6. orang-orang yang berhutang,
  7. orang-orang yang berjuang di jalan Allah,
  8. orang-orang yang sedang dalam perjalanan.

Adapun zakat fitrah khusus untuk fakir dan miskin. Demikian semoga Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua, seiring dengan tumbuhnya kesadaran berzakat profesi, dan Allah berikan kemampuan kita untuk melaksanakannya. Aamin. Wallahu a’lam. (P4/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.