Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketegaran Siti Hajar Teladan Kaum Muslimah

Ali Farkhan Tsani - Kamis, 5 Januari 2017 - 04:55 WIB

Kamis, 5 Januari 2017 - 04:55 WIB

850 Views

Foto: Pic Islami

Foto: Pic Islami

 

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA

Alkisah, Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim Alaihis Salam, ditinggalkan berdua dengan bayinya, Ismail, di tengah padang pasir gersang. Siti Hajar membuka tas kulit berisi kurma yang ditinggalkan suaminya, lalu memakannya. Beberapa teguk air dari kantong pun ia minum. Baru sebentar, rasa haus kembali merongrong tenggorokannya. Maklumlah, ia masih menyusui putranya.

Hari bertambah, suhu Arab semakin panas, persediaan makan dan minum pun telah habis. Kemampuan menyusui sang bayi pun semakin menurun. Lama-kelamaan persediaan air susunya habis. Sementara si bayi menjadi rewel, menangis, dan terus meronta meminta air susu ibunya.

Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta

Tak tahan mendengar tangis anaknya, Siti Hajar bangkit dari tempatnya, meninggalkan bayinya sendirian, demi mencari pertolongan. Barang kali saja ada rombongan kafilah yang akan melewati Makkah kala itu. Sambil ia mencari kalau-kalau ada sumber mata air di padang tandus itu.

Dilihatnya seperti air di sebuah bukit, yang kemudian dikenal dengan Shafa. Ia berlari ke sana. Ternyata itu hanya fatamorgana di tengah terik panas padang pasir.

Dilihatnya lagi di sebuah bukit di ujung lainnya, yakni Marwah, tampak ada danau air. Setelah terhuyung-terhuyung tergesa-gesa menuju ke sana, yang jaraknya sekitar 450 meter, ternyata pun fatamorgana. Begitu sampai tujuh kali 450 meter atau sekitar 3,15 km ia bolak-balik Shafa-Marwah demi mencari seteguk air.

Mengeluhkah dia? Tidak. Dia meyakini pertolongan Allah pasti akan datang. Tugasnya hanyalah berusaha dan berusaha, berjuangan dan berjuang. Ia ikhlas menjalaninya, seikhlas ketika melepas kepergian suaminya yang meninggalkan mereka berdua di padang itu atas kehendak Allah.

Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa

Akhirnya, dengan kemahakuasaan-Nya, Allah memberikan rezeki berupa sumber mata air zamzam yang muncul dari bawah telapak kaki Ismail. Siti Hajar dan Ismail pun menikmati air minum zamzam.

Allahpun mengabadikannya di dalam firman-Nya,

إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآٮِٕرِ ٱللَّهِ‌ۖ فَمَنۡ حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا‌ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرً۬ا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ (١٥٨)

Artinya : ” Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi’ar Allah Maka barangsiapa yang beribadat haji ke Baitullah atau ber-’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 158).

Kini, jutaan jamaah haji setiap tahun dan jamaah umrah sepanjang bulan, menapaktilasi perjuangan Siti Hajar melalui ritual Sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali dalam satu kali umrah.

Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini

Kekuatan akidah, kesabaran jiwa, ketawakalan hati, kekuatan mental, dan segala keutamaan yang tersemat pada sosok Siti Hajar, adalah teladan bagi kita, terutama bagi kaum Muslimah. (RS2/RS3)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina

Rekomendasi untuk Anda

Khutbah Jumat
Khadijah
Sosok
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah