0leh Imaam Yakhsyallah Mansur
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَنَجَّيْنٰهُ وَلُوْطًا اِلَى الْاَرْضِ الَّتِيْ بٰرَكْناَ فِيْهَا لِلْعٰلَمِيْنَ ٧١ وَوَهَبْنَا لَهٗٓ اِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ نَافِلَةًۗ وَكُلًّا جَعَلْنَا صٰلِحِيْنَ ٧٢ (الأَنْبِيَاء[٢١]: ٧١ــ٧٢)
Baca Juga: Tabligh Akbar Jawa Tengah 2025, Saatnya Umat Bersatu Hadapi Krisis Global dengan Ukhuwah Islamiyah
“Kami menyelamatkannya (Ibrahim) dan Lut ke tanah (Syam) yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam. Kami juga menganugerahkan kepadanya (Ibrahim) Ishaq (anak) dan sebagai tambahan (Kami anugerahkan pula) Ya‘qub (cucu). Masing-masing Kami jadikan orang yang saleh.” (QS Al-Anbiya [21]: 71-72)
Imam At-Thabari Rahimahullah, dalam kitab tafsirnya menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan الْاَرْضِ الَّتِيْ بٰرَكْناَ فِيْهَا (negeri yang Kami berkahi) adalah negeri Syam. Saat ini wilayah itu meliputi Palestina, Syiria, Yordania, dan Lebanon.
Keberkahan negeri itu bersifat spiritual dan material. Keberkahan spiritual ditunjukkan dengan diutusnya banyak nabi dan rasul di tanah tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa wilayah itu merupakan pusat peradaban wahyu dan tauhid. Sementara keberkahan material bisa dilihat dari tanahnya subur, udara dan airnya baik, sehingga tanaman tumbuh subur serta menjadi pusat perlintasan perdagangan dunia karena letak geografis yang strategis.
Sementara Sayyid Quthb Rahimahullah, menjelaskan, nilai keberkahan tersebut bersifat transhistoris, yakni tidak hanya berlaku pada zaman Nabi Ibrahim Alaihi Salam saja, tetapi terus berlanjut sepanjang sejarah hingga akhir zaman.
Baca Juga: Tertib Itu Sunnah yang Terlupakan
Mufti Al-Aqsa Syaikh Dr. Ikrimah Sabri Hafidzahullah menegaskan, ayat di atas adalah dalil tekstual dan spiritual bahwa Palestina adalah negeri yang memiliki posisi khusus dalam Islam, dan telah Allah Ta’ala nyatakan sebagai negeri yang diberkahi untuk semua umat manusia (lil-‘ālamīn), bukan hanya untuk satu etnis atau golongan tertentu.
Dalam banyak kesempatan khutbahnya, beliau menyebut ayat ini sebagai bukti bahwa Palestina adalah tanah milik umat Islam dan kaum beriman. Keberkahan yang dimaksud mencakup makna bahwa siapa pun yang mencoba menghapus nilai-nilai tauhid dari tanah ini akan berhadapan langsung dengan janji dan peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seorang pemikir Islam asal Mesir, Prof. Dr. Muhammad Imarah menyebut, ayat ini menjadi “kerangka teologis” yang menegaskan legitimasi umat Islam atas Palestina. Ia menyebut, keberkahan yang dimaksud dalam ayat ini adalah “amanah” bagi orang-orang beriman untuk menjaga, memakmurkan dan membebaskannya dari orang-orang yang menistakannya.
Perjalanan Nabi Ibrahim ke Palestina
Baca Juga: Teka-Teki Hudzaifah dan Kecerdasan Ali Bin Abi Thalib
Sejarawan William F. Albright menyatakan, sebelum kedatangan Nabi Ibrahim Alaihis salam ke wilayah Palestina, kawasan tersebut telah lama dihuni oleh berbagai bangsa kuno, seperti orang Kanaan (Canaanites), yang merupakan keturunan dari Ham bin nabi Nuh Alaihi salam.
Orang-orang Kanaan membangun kota-kota dan sistem pertanian di wilayah itu sejak milenium ketiga sebelum Masehi (SM). Mereka menjadikan wilayah itu sebagai bagian dari peradaban yang berkembang pesat di sekitar Hilal Subur (Fertile Crescent).
Setelah kedatangan Nabi Ibrahim Alaihis salam, Palestina menjadi negeri yang penuh berkah dengan jejak suci para nabi dan rasul. Kedatangannya ke Palestina bukanlah perjalanan biasa, melainkan bagian dari skenario agung Ilahi yang mengikat antara wahyu, ketauhidan, dan tanah yang diberkahi itu.
Nabi Ibrahim Alaihi salam (2000–1800 SM) lahir di wilayah Ur, sebuah kota di wilayah Babilonia (sekarang Irak Selatan). Di tengah masyarakat penyembah berhala, beliau tumbuh sebagai seorang pencari kebenaran (agama tauhid).
Baca Juga: Keadilan, Pilar Utama Peradaban Manusia
Setelah berdialog tajam dengan ayah dan kaumnya, serta menghancurkan berhala-berhala mereka, Nabi Ibrahim Alaihi salam dibakar hidup-hidup. Namun, api tak menyakitinya karena Allah Ta’ala memerintahkan kepada api tersebut menjadi dingin, sebagaiman firman-Nya,
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ (الأَنْبِيَاء[٢١]: ٦٩)
“Wahai api, jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim.” (QS. Al-Anbiya [21]: 69)
Setelah kejadian itu, Nabi Ibrahim Alaihi salam meninggalkan Babilonia dan berhijrah ke arah barat. Perjalanan panjang itu akhirnya membawanya ke bumi yang diberkahi, yaitu Palestina. Hijrah tersebut bukan karena kekalahan, melainkan sebagai bagian dari perjuangan untuk menegakkan kalimat tauhid di muka bumi.
Baca Juga: Korelasi Mukmin Sejati dengan Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Di Palestina, Nabi Ibrahim Alaihi salam membangun peradaban tauhid. Beliau menyeru masyarakat setempat kepada penyembahan Tuhan Yang Esa, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di kota Hebron, beliau menetap bersama istrinya Sarah.
Di sinilah kemudian beliau dikaruniai anak, Nabi Ishaq Alaihi salam dari Ibunda Sarah dan dari keturunannya lahir para nabi Bani Israil. Sedangkan dari istri kedua, Ibunda Hajar, beliau dikaruniai Nabi Ismail Alaihi salam yang menjadi cikal bakal bangsa Arab, jalur nasab Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Salah satu peninggalan paling monumental Nabi Ibrahim Alaihi salam di Palestina adalah Masjid Ibrahimi di Hebron. Masjid ini diyakini sebagai makam Nabi Ibrahim Alaihi salam, istrinya Sarah, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya’qub Alaihimus salam.
Keberadaan masjid itu menjadi saksi abadi kedekatan Nabi Ibrahim Alaihi salam dengan tanah Palestina. Kota Hebron juga dikenal dengan nama “Al-Khalil” yang berarti “kekasih”, merujuk pada gelar Nabi Ibrahim Alaihi salam sebagai Khalilullah (kekasih Allah Ta’ala).
Baca Juga: Tiga Langkah Rahasia Membangun Jiwa
Kehadiran Nabi Ibrahim Alaihi salam di Palestina bukan hanya kisah masa lalu, tapi inspirasi masa kini untuk membela dan memperjuangkan keadilan, menghapuskan kedzaliman dan penjajahan serta membersihkannya dari segala hal yang hina dan nista.
Masjid Ibrahimi, Sejarah, Pembagian, dan Kondisinya Saat Ini
Masjid Ibrahimi terletak di Kota Hebron, Tepi Barat, adalah salah satu situs suci tertua dalam sejarah peradaban manusia. Bangunan ini diyakini berdiri di atas Gua Makhpela, yang dalam tradisi Islam, Yahudi, dan Nasrani disebut sebagai tempat pemakaman para nabi dan leluhur Bani Israil.
Di dalam kompleks tersebut terdapat makam Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya’qub, Alaihimus salam beserta istri-istri mereka: Sarah, Rifqah (Rebekah), dan Lea. Menurut sejarawan Muslim Syamsuddin Al-Maqdisi (w 990 M), tempat itu pertama kali dijadikan masjid pada masa Khalifah Umar bin Khattab, setelah penaklukan Palestina pada tahun 637 M.
Baca Juga: Dakwahmu Menginspirasi, Tapi Akhlakmu Menyakiti
Namun, situasi berubah drastis pada abad ke-20, ketika pendudukan Zionis Israel atas Tepi Barat pada 1967. Puncak perubahan terjadi pada 25 Februari 1994, ketika seorang ekstremis Yahudi asal Amerika, Baruch Goldstein, melakukan pembantaian terhadap 29 jamaah Muslim yang sedang shalat Subuh di masjid tersebut.
Setelah tragedi itu, Zionis Israel mengambil kendali penuh atas masjid, memberlakukan pembagian wilayah ibadah antara Muslim dan Yahudi di dalam satu kompleks yang sama. Sekitar 60 persen area Masjid Ibrahimi, termasuk bagian yang makam Nabi Ishaq dan Ya’kub serta sebagian ruang utama, diperuntukkan bagi Yahudi. Sedangkan Muslim hanya memiliki akses ke sekitar 40 persen sisanya.
Bahkan, pada hari-hari besar Yahudi, umat Islam sama sekali dilarang masuk. Masji itu sepenuhnya dialihfungsikan menjadi sinagoga. Pengamanan ketat militer Israel diberlakukan, dan pintu masuk bagi Muslim dibuat pos pemeriksaan.
Pada 16 Juli 2025, otoritas Zionis Israel mengesahkan peraturan baru yang menyatakan, semua area Masjid Ibrahimi sepenuhnya menjadi milik Yahudi. Kini, hanya turis saja yang bisa memasuki kompleks Masjid Ibrahimi pada hari-hari tertentu, seperti Idul Fitri dan Idul Adha, itu pun di bawah pengawasan ketat tentara Israel.
Baca Juga: Dua Cara Allah Menambah Nikmat bagi Hamba yang Bersyukur: Kualitas dan Kuantitas
Kondisi Masjid Ibrahimi saat ini menjadi peringatan nyata bagi nasib Masjid Al-Aqsa. Jika umat Islam abai dan tidak bersatu mempertahankan haknya, skenario serupa sangat mungkin terjadi. = Masjid Al-Aqsa akan sepenuhnya dikuasai oleh Yahudi dengan skenario jahat mereka.
Masjid Al-Aqsa dan Masjid Ibrahimi, Simbol Spiritual bagi Orang Beriman
Masjid Al-Aqsa dan masjid Ibrahimi bukan hanya sekadar simbol sejarah, tetapi juga simbol spiritual. Di sanalah keheningan menyatu dengan doa-doa para nabi dan rasul. Arsitekturnya merekam lapisan-lapisan zaman, dari era Romawi, Bizantium, Islam, hingga pendudukan Zionis Israel saat ini. Meski masjid tersebut saat ini dikuasai oleh Zionis Israel, namun denyut spiritualnya tak pernah padam.
Pesan Nabi Ibrahim Alaihi salam untuk tanah Palestina begitu jelas, yaitu: tauhid, keadilan, dan keberkahan. Beliau menunjukkan bahwa kehidupan seorang nabi tidak hanya berkutat pada ibadah personal, tetapi juga membangun tatanan sosial, membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk, semata-mata hanya menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Baca Juga: Taklim Itu Muhasabah dan Penguat Iman
Keberadaan Masjid Al-Aqsa dan Ibrahimi saat ini mengajarkan kepada kita bahwa situs-situs suci bukan hanya bangunan sejarah, tetapi medan perlawanan spiritual dan moral. Tanah yang diberkahi selalu akan menjadi tempat lahirnya keteguhan iman dan perjuangan.
Masjid Ibrahimi di Hebron dan Masjid Al-Aqsa di Al-Quds, keduanya saat ini berada dalam ancaman serius dari rezim yang secara terbuka memusuhi Islam dan kaum Muslimin. Penistaan dan penodaan terhadapnya adalah serangan terhadap kehormatan dan identitas umat.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban seluruh kaum Muslimin di seluruh dunia untuk bersatu menyelamatkan, membela, dan memerdekakan kedua masjid tersebut dari cengkeraman musuh-musuh Islam, agar kembali tegak dalam kemuliaan dan kehormatannya sebagai rumah Allah yang suci.
Ketika penjajah Zionis Yahudi terus mencabik-cabik dan menista bumi para nabi, menjadi kewajiban kita bersama untuk meneguhkan kembali jejak Nabi Ibrahim Alaihi salam. Bukan sekadar mengenangnya, tetapi meneruskan risalahnya, berdiri membela kebenaran, menyuarakan keadilan, dan mencintai Palestina sebagaimana beliau mencintainya.
Baca Juga: Medsos, Ladang Amal Shaleh Yang Terlupakan
Bumi para nabi itu bukan milik bangsa penjajah. Ia adalah warisan spiritual umat manusia, terutama mereka yang mengikuti jalan tauhid. Jika zaman dahulu Nabi Ibrahim Alaihi salam pernah menegakkannya di sana, kini giliran kita memperjuangkannya dan membebaskannya dari kedzaliman.
Semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang menjaga warisan Nabi Ibrahim Alaihi salam, memuliakan Palestina, dan tidak membiarkannya menjadi ajang penjajahan dan kedzaliman. Karena perjuangan di Palestina bukan sekadar urusan wilayah dan sejarah, melainkan panggilan iman yang tak boleh kita abaikan.
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Mi’raj News Agency (MINA)