Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika Uang Membuatmu Gila Hormat

Bahron Ansori Editor : Rudi Hendrik - 10 jam yang lalu

10 jam yang lalu

11 Views

ilustrasi orang yang gila harta (fpik)

UANG sering kali menjadi alat untuk mencapai berbagai tujuan dalam kehidupan manusia. Namun, ketika seseorang memiliki kekayaan berlimpah, ada kecenderungan untuk merasa lebih tinggi dibandingkan orang lain. Kesombongan ini bisa terlihat dalam berbagai bentuk, seperti meremehkan orang lain, menuntut perlakuan istimewa, atau memamerkan harta dengan tujuan mendapatkan penghormatan. Dalam psikologi sosial, fenomena ini dikenal sebagai “status consumption,” yaitu ketika seseorang menggunakan kekayaan sebagai simbol status untuk meningkatkan citra diri di mata masyarakat.

Banyak orang yang keliru menganggap bahwa penghormatan sejati hanya bisa diperoleh dengan harta. Mereka berpikir bahwa semakin kaya seseorang, semakin tinggi pula derajat sosialnya. Padahal, penghormatan yang diperoleh karena kekayaan bersifat semu dan sementara. Dalam realitas sosial, orang-orang mungkin menghormati karena kepentingan pribadi atau manfaat yang bisa mereka peroleh, bukan karena nilai moral atau akhlak pemilik kekayaan.

Orang yang terobsesi dengan penghormatan berbasis materi cenderung mengalami ketergantungan pada validasi sosial. Mereka merasa puas hanya jika mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang lain. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan emosional karena kebahagiaan mereka bergantung pada penerimaan sosial, bukan dari kepuasan batin atau ketenangan hati. Secara psikologis, kondisi ini berhubungan dengan narsisme, di mana seseorang terus-menerus mencari pengakuan eksternal sebagai sumber kebahagiaan.

Seseorang yang terlalu terpaku pada penghormatan karena kekayaan bisa mengalami degradasi moral. Mereka mungkin mulai kehilangan empati terhadap orang-orang yang kurang beruntung. Mereka lebih fokus pada kepentingan diri sendiri dibandingkan membantu sesama. Hal ini bertentangan dengan konsep sosial yang diajarkan dalam Islam, yang menekankan pentingnya berbagi dan membantu orang-orang yang membutuhkan.

Baca Juga: Mencari Role Model dalam Usaha

Islam dengan tegas melarang kesombongan yang lahir dari harta. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” (Qs. Al-Isra: 37).
Ayat ini mengingatkan bahwa manusia harus selalu rendah hati dan tidak merasa lebih unggul hanya karena kekayaan materi.

Dalam Islam, kisah Qarun menjadi bukti nyata tentang bahaya kesombongan karena kekayaan. Qarun adalah seorang yang sangat kaya, namun ia sombong dan enggan berbagi. Ia menganggap kekayaannya sebagai hasil usaha sendiri tanpa menyadari bahwa semua itu adalah ujian dari Allah. Akibat kesombongannya, Allah menenggelamkannya bersama harta bendanya ke dalam bumi (Qs. Al-Qasas: 81). Kisah ini menjadi pelajaran bahwa kekayaan tidak boleh membuat seseorang lupa diri dan gila hormat.

Konsep Kekayaan dalam Islam: Amanah, Bukan Kebanggaan

Islam mengajarkan bahwa harta hanyalah amanah yang harus digunakan dengan baik. Rasulullah SAW adalah contoh nyata bagaimana seorang pemimpin yang memiliki akses terhadap harta, tetapi tetap hidup sederhana dan menggunakan kekayaannya untuk membantu sesama. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kekayaan bukanlah karena banyaknya harta, tetapi kekayaan (sejati) adalah kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa penghormatan sejati datang dari kebersihan hati dan sikap dermawan, bukan dari jumlah harta.

Baca Juga: Easy & Safe Online Shopping, Ini 7 Cara Belanja Aman dan Nyaman di Blibli!

Sikap gila hormat karena harta dapat merusak hubungan sosial. Orang-orang menjadi lebih materialistis dan mulai menilai seseorang berdasarkan kekayaannya, bukan berdasarkan karakter atau amal perbuatannya. Akibatnya, terjadi ketimpangan sosial yang semakin tajam, di mana orang miskin semakin tersisih dan orang kaya semakin menuntut penghormatan yang berlebihan.

Agar tidak terjebak dalam sikap gila hormat karena kekayaan, seseorang perlu menanamkan rasa syukur dan sikap rendah hati (tawadhu). Syukur membuat seseorang menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, sedangkan tawadhu menjauhkan seseorang dari sikap sombong. Kedua nilai ini akan membantu seseorang menjaga keseimbangan antara memiliki harta dan tetap memiliki akhlak yang baik.

Islam tidak melarang seseorang menjadi kaya, tetapi menekankan bagaimana kekayaan itu digunakan. Harta seharusnya menjadi alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti melalui sedekah, zakat, dan infak. Dengan begitu, seseorang tidak akan terjebak dalam keinginan untuk mencari penghormatan duniawi, melainkan fokus pada keberkahan dan manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain.

Pada akhirnya, penghormatan sejati tidak bisa dibeli dengan uang. Orang-orang yang benar-benar dihormati dalam sejarah adalah mereka yang memiliki akhlak mulia dan bermanfaat bagi banyak orang, bukan mereka yang hanya kaya. Oleh karena itu, seseorang harus selalu mengingat bahwa harta hanyalah titipan Allah, dan yang lebih penting adalah bagaimana kita menggunakannya untuk kebaikan dan bukan untuk mencari penghormatan semu.[]

Baca Juga: Benarkah Sertifikasi Halal Mahal dan Lama? Ini Penjelasan LPPOM dan ALPHI

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Peluang Investasi dan Kerja sama Perdagangan Halal Indonesia dengan Rusia

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
MINA Preneur
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
Indonesia
Indonesia
Indonesia