Jakarta, MINA – Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH SDA) MUI, Hayu Susilo Prabowo menyebut peran agama sangat startegis dalam penanganan krisis iklim saat ini.
Menurutnya, krisis iklim saat ini telah mengancam keamanan global dan keamanan lokal di masing-masing negara.
“Jadi kita berkumpul lintas agama untuk membahas peran agama dalam penyelesaian krisis iklim ini,” kata Hayu dalam Diskusi Panel LPLH SDA MUI bersama Kedubes Inggris di Indonesia, Jakarta, Rabu (22/5).
Dia mendorong adanya peran agama semakin meningkat ke depan, dengan mengerahkan semua potensi dan peran lintas agama untuk peduli terhadap isu-isu kemanusiaan dan perubahan iklim.
Baca Juga: Indonesia Dukung Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
“Ini ke depan diharapkan peran agama meningkat lagi. Bagaimana bisa mempengaruhi komunitas kita dan mengerahkan semua potensi untuk kerja kemanusiaan dalam perubahan ini,” harapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wasekjen MUI, KH Arif Fahrudin juga menyebut penanganan perubahan iklim memerlukan koherensi, integrasi, dan koordinasi di semua tingkat tata kelola lingkungan. Ini termasuk merespons secara kolektif terhadap krisis internasional.
Menurutnya, peran pemuka dan organisasi keagamaan akan memegang peran kunci dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global.
“Krisis lingkungan hidup sejatinya adalah krisis moral, karena manusia memandang alam sebagai obyek bukan subyek dalam kehidupan semesta,” kata Kiai Arif.
Baca Juga: Gandeng MER-C dan Darussalam, AWG Gelar Pelatihan Pijat Jantung
Maka, lanjutnya, penanggulangan terhadap masalah yang ada haruslah dengan pendekatan moral. Pada titik inilah agama harus tampil berperan.
“Amanah ini akan kita pertanggung jawabkan pada hari akhir nanti,” kata Kiai Arif.
Sementara pimpinan Royal College of Defence Studies dari Kedubes Inggris yang hadir dalam pertemuan tersebut menyebut, menurut Indeks Risiko INFORM 2023, Indonesia berada di peringkat sepertiga teratas negara yang paling berisiko terhadap bahaya iklim (peringkat ke-48 dari 191 negara), termasuk banjir, kekeringan, dan gelombang panas.
Menurutnya, dengan populasi pesisir yang besar dan dataran rendah – peringkat ke-5 di dunia – Indonesia sangat rentan terhadap dampak banjir dan kenaikan permukaan laut, termasuk efek merugikan bagi komunitas yang tinggal di daerah pesisir, serta bagi industri pertanian dan perikanan.[]
Baca Juga: Doa Bersama Menyambut Pilkada: Jateng Siap Sambut Pesta Demokrasi Damai!
Mi’raj News Agency (MINA)