Jakarta, MINA – Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU) Ishaq Zubaidi Raqib mengatakan, kegiatan membaca merupakan salah satu perintah agama Islam. Hal ini sebagaimana sudah ditegaskan dalam kata Iqra’ (bacalah!) di dalam Al-Qur’an surat Al-‘Alaq.
“Agama memerintahkan manusia untuk selalu membaca. Kata Iqra’ yang berarti ‘bacalah!’, akan selalu menemukan relevansinya. Zaman dengan sendirinya menyediakan segala fasilitasnya,” kata Ishaq di Jakarta, Rabu (18/5).
“Jika dulu membaca selalu identik dengan buku fisik, pada era digital hari ini sudah ada fasilitas buku versi PDF yang lebih simpel,” sambungnya.
Meski begitu, dia menyadari bahwa setiap zaman akan memiliki tantangannya masing-masing. Pada hari ini, menurutnya, membaca buku digital memiliki kekurangan tersendiri, seperti tanggung jawab kepemilikan seseorang lebih rendah dibanding era buku fisik.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Ishaq memaparkan, melalui perintah membaca dalam surat Al-‘Alaq ini, membaca yang baik bukan saja dilakukan secara literal, tapi juga harus disertai dengan tadabbur atau perenungan mendalam terhadap objek bacaan yang sedang dibacanya.
“Membaca ini jangan diartikan secara literal. Tapi harus disertai tadabbur, merenungi bacaannya,” katanya. Oleh sebab itu, dia memaparkan bahwa setelah kata ‘Iqra’, dilanjutkan dengan kata ‘bismirabbika’ yang artinya dengan nama Tuhan-mu.
Maksudnya, apa yang dibaca seseorang harus selalu didasari karena Allah sehingga hasil bacaannya pun bisa dipahami dengan baik dan memiliki dampak positif dalam kehidupan.
Dia berpesan untuk warga NU dan masyarakat Indonesia pada umumnya, bahwa dengan membaca, seseorang telah melakukan ‘kerja-kerja keabadian’. Sebab, orang yang membaca di antaranya berpotensi untuk memiliki keterampilan menulis. Jika suatu saat penulisnya sudah meninggal, maka tulisannya tetap dibaca banyak orang sampai kapan pun.
Baca Juga: Lomba Mewarnai dan Menggambar Al-Aqsa Meriahkan Festival Baitul Maqdis di Samarinda
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah,” ujarnya mengutip sastrawan Pramoedya Ananta Toer.
Mengambil teladan para tokoh-tokoh NU, Ishaq berpesan agar mereka bisa dicontoh oleh generasi hari ini khususnya warga NU. Contoh yang paling nyata adalah Gus Dur, sosok yang memiliki semangat membaca tinggi dan hasil bacaannya menjadi ide-ide yang dituangkan dalam tulisan.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia secara umum juga memiliki tokoh-tokoh yang memiliki semangat membaca dan menulis tinggi, seperti Bung Karno dengan bukunya berjudul Di Bawah Bendera Revolusi, dan sejumlah tokoh nasional lain dengan karya-kaya monumentalnya.
“Kebiasaan membaca sudah dicontohkan oleh para founding fathers Indonesia. Semoga bisa menjadi teladan bagi generasi bangsa,” katanya. (R/R4/P1)
Baca Juga: Kedatangan Ulama Asal Palestina Disambut Meriah Santri Al-Fatah Lampung
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Brebes Luncurkan Gerakan Kencana: Perkuat Kesiapsiagaan Bencana