Jakarta, MINA – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, mendorong umat untuk membangun kesadaran ekonomi dan melakukan aktivitas ekonomi yang saling menguatkan satu sama lain (ta’awun), lewat gerakan ‘Buy the Muslim Product First’.
“Itu raja Perlis ini bilang sama saya, ada sebuah paradigma baru yang kami gunakan dan kami kembangkan di Perlis, namanya buy the muslim product first, belilah produk-produk orang Islam terlebih dulu. Jadi kalau masih ada produk orang Islam ya belilah produk itu,” kata Anwar saat mengisi kajian di tvMu, Ahad (22/10).
Hal itu ia sampaikan karena melihat meski kaum muslimin menjadi mayoritas di Indonesia dengan proporsi 86,8%, namun dalam penguasaan ekonomi kaum muslimin masih minoritas. Kaum muslimin hanya menguasai sektor ekonomi dengan proporsi sekira 10%.
Hal ini menurutnya karena beberapa sektor strategi produksi tidak dikuasai umat. Kaum muslimin bahkan cenderung menjadi objek dan konsumen bagi barang-barang sehari-hari (kebutuhan domestik rumah tangga) sampai rokok yang dalam setiap tahun menghasilkan laba hingga ratusan triliun.
Baca Juga: Puluhan Ribu Orang Tanda Tangani Petisi Tolak Gelar Doktor Bahlil
Menurut Anwar, konsep mengutamakan produk milik umat muslim dalam bidang ekonomi selaras dengan maksud konsep ekonomi loop tertutup. Pembelian barang dari sembako sampai daging dan barang-barang non konsumtif lainnya diprioritaskan di kalangan umat muslim.
“Maka dengan itu ekonomi kita akan kuat dan ekonomi umat Islam ini akan maju,” ujarnya.
“Kalau kita perkecil, jadi kalau masih ada produk-produk orang Muhammadiyah ya belilah produk tersebut. Kalau tidak ada di kalangan Muhammadiyah ya cari di kalangan umat ini. Kalau ada di NU kita beli di NU, kalau ada di Persis kita beli di Persis, kalau ada di Al-Wasliyah kita beli di Al-Wasliyah begitu dan kalaulah seandainya umat ini pola belanjanya seperti itu, maka menurut saya orang terkaya di negeri ini ya beragama Islam,” jelasnya. (R/FA/R7/P1)
Baca Juga: Pelatih Timnas Arab Saudi Puji Suporter Indonesia
Mi’raj News Agency (MINA)