Depok, MINA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, dalam melaksanakan pembangunan harus memiliki sikap tanggungjawab karena termaktub ajaran dalam Islam.
“Maka jika ada masalah muncul, Islam menganjurkan para pelaku pembangunan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Di kehidupan dunia, manusia diberi dua tugas Allah. Pertama beribadah kepada-Nya dalam dimensi luas, kedua menjalankan peran sebagai Khalifah (wakil Allah) mengelola dan memakmurkan bumi,” kata Haedar dalam Tabligh Akbar Muhammadiyah di Sawangan, Depok, Ahad (24/9).
Dua peran ini menurut Haedar, sepatutnya menjadi pedoman bagi setiap pemegang jabatan dalam melaksanakan kebijakan pembangunan. Lebih-lebih jika dia adalah seorang muslim.
“Kita diberi bumi, bumi ini dengan segala isinya harus kita bangun, kita olah. Ada hutan kita tanami dan kita olah. Ada tambang kita gali. Ada ikan di laut maupun di kolam, kita ambil. Itu anugerah Allah, tapi ingat peringatan Allah surat Al-Baqarah ayat 11 dan surat Al-A’raf ayat 56. Jadi bangunlah dan jangan engkau rusak,” pesannya.
Baca Juga: Prediksi Cuaca Jakarta Akhir Pekan Ini Diguyur Hujan
Surat Al-A’raf ayat 56 berisi larangan untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Sedangkan Surat Al-Baqarah ayat 11 berisi karakter umum para pelaku kerusakan yang bersifat denial dengan berdalih bahwa perusakan yang dia lakukan adalah dalam rangka melakukan perbaikan.
Dua ayat ini, kata Haedar adalah pedoman di dalam Islam untuk melaksanakan pembangunan secara bertanggungjawab. Sehingga jika ada masalah yang muncul, maka Islam juga menganjurkan para pelaku pembangunan itu untuk mempertanggungjawabkan dampak dari perbuatannya.
“Maka Islam mengajarkan membangun tanpa merusak. Nah, kalau ada masalah dari pembangunan, harus ada yang bertanggungjawab. Pertama, siapa yang membangun awal dan siapa yang selanjutnya membangun, mereka harus bertanggungjawab,” jelasnya.
“Kedua, kalau sudah jadi masalah, musyawarahkan penyelesaiannya yang terbaik, selesaikan. Jangan yang kecil dibesar-besarkan, yang besar dilupakan jadi hilang, lalu nanti muncul lagi. Kemudian masalahnya ga selesai, malah dipolitisasi, apalagi mau pemilu. Masalah tidak selesai, rakyat yang jadi korban tidak terbantu, yang membangun juga tidak muhasabah diri,” ujarnya
Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Diplomasi Agama dan Green Theology untuk Pelestarian Lingkungan
“Padahal coba kalau kita diberi mandat oleh rakyat atau umat, membangun atau merusak, dampaknya bukan hanya dunia, tapi juga dengan akhirat. Nah di sinilah saya yakin dengan ibadah dan fungsi kekhalifahan itu insyaAllah kita akan membangun dengan baik, juga dengan maslahah,” imbuh Haedar.
Kepada pegiat Persyarikatan, Haedar lantas berpesan agar dua tugas utama manusia di dunia itu dilaksanakan dengan penuh seksama dalam membesarkan dakwah Muhammadiyah lewat pembangunan Amal Usaha.
Haedar tidak ingin Muhammadiyah melaksanakan pembangunan tanpa bertanggungjawab.
“Jadi tidak ada salahnya membangun. Membangun di Papua, di Depok, di Ciamis, di Rempang, di Pekanbaru, tidak ada yang salah. Yang salah adalah cara membangunnya. Hanya semata-mata mencari untung, tidak melihat dampak dari pembangunan.”
Baca Juga: Menhan: 25 Nakes TNI akan Diberangkatkan ke Gaza, Jalankan Misi Kemanusiaan
“Tidak melihat siapa yang diuntungkan dari pembangunan. Tidak melihat lingkungan terancam apa tidak. Maka di situlah fungsi kekhalifahan, orang membangun tapi harus dengan mas’uliyah, dengan pertanggungjawaban,” tegas Haedar. (R/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BMKG: Waspada Gelombang Tinggi di Sejumlah Perairan Indonesia