Oleh Wahyudi KS, Dosen STAI Al-Fatah, Cileungsi, Bogor
ALLAH Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk memuliakan waktu, tempat ataupun yang lainnya. Adalah kehendak-Nya memuliakan bulan-bulan tertentu, sebagaimana memuliakan makhluk-makhluk yang lainnya.
Firman Allah:
وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْنِ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ (٣٣) وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ (٣٤)
Baca Juga: Perjuangan Heroik Dr. Hussam Abu Safiya di Rumah Sakit Terakhir yang Masih Beroperasi di Gaza
Dan Dia telah menundukkan bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Dia telah menundukkan malam dan siang bagimu. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadaNya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. Ibrâhîm [14] :33-34)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan matahari dan bulan untuk kemaslahatan kita baik untuk urusan dunia maupun untuk agama (Islam). Dialah yang mengatur perjalanan dua makhlukNya dengan penuh kesempurnaan. Keduanya (matahari dan bulan) tidak akan keluar dari garis edarnya kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak akan naik atau turun atau hilang kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Keduanya akan terus demikian sampai pada saatnya nanti, Allah berkehendak matahari terbit dari arah Barat. Saat itu keimanan seseorang tidak bermanfaat kecuali dia telah beriman sebelumnya.
Semenjak Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan langit dan bumi, Allah telah menentukan jumlah bulan yaitu 12 bulan; empat di antaranya adalah bulan haram, tiga bulan berurutan yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan Muharram, serta satu yang terpisah yaitu bulan Rajab. Ini merupakan bulan-bulan diagungkan, baik pada masa jahiliyyah ataupun pada masa Islam, Allah mengkhususkan larangan berbuat zhalim pada bulan-bulan tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Baca Juga: Pengungsi Gaza Sambut Tahun Baru 2025 di Tengah Tenda yang Banjir
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu.” [at Taubah/9:36]
Di antara bentuk kezhaliman adalah meninggalkan kewajiban dari Allah ataupun melakukan apa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jiwa manusia ini merupakan amanah yang wajib kita jaga. Hendaklah kita selalu menjaga jiwa ini agar selalu tunduk dan patuh kepada Khaliqnya.
Raihlah kebahagiaan dan ketenteraman jiwa ini dengan yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakni selalu membersihkan jiwa ini dari noda dan dosa, sehingga menjadi jiwa yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadikanlah ciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam, sebagai ibrah (pelajaran).
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا (1) وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا (2) وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا (3) وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا (4) وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا (5) وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا (6) وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
Baca Juga: Tragedi Kematian Bayi-Bayi di Gaza akibat Kedinginan, Potret Krisis Kemanusiaan yang Mendalam
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy Syams [91]:1-10)
Rajab Di Antara Bulan Haram
Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Sebagaimana pada surat At-Taubah: 36, tersebut.
Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Baca Juga: Puasa Rajab, Dalil dan Pendapat para Ulama
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.”
Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”
Baca Juga: Jelang Tahun Baru 2025, Jumlah Pemain Game Judi Online Indonesia Tembus 100 Juta
Di Balik Nama Bulan Haram
Mengapa disebut bulan haram? Al Qadhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkanberbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan.
Karena pada saat itu adalah waktu yang sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”
Baca Juga: Ya Allah, Berkahilah pada Bulan Rajab, dan Sampaikanlah Hingga Ramadhan
Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?
Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini:
- Ada ulama yang mengatakan bulan Rajab, hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini.
- Ada yang mengatakan yang lebih utama adalah Muharram, hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi.
- Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab.
Hukum yang Berkaitan dengan Bulan Rajab
Beberapa hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus.
Baca Juga: Renungan Terhadap Palestina, Memasuki Tahun 2025
Ibnu Rajab mengatakan, ”Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.”
Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ’atiiroh atau Rajabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ’atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ’atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لاَ فَرَعَ وَلاَ عَتِيرَةَ
”Tidak ada lagi faro’ dan ’atiiroh.”
Baca Juga: Kaleidoskop Thufanul Aqsa 2023-2024, Membuka Mata Dunia
Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.
Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Tidak ada lagi ’atiiroh dalam Islam. ’Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan ’atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai ’ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.” Ibnu ’Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ’ied.
’Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ’ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ’ied (perayaan) kaum muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq.
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, ”Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ’ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ’ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ’ied setiap pekannya adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ’ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).”
Baca Juga: Kaleidoskop Bencana Nasional 2024, Tetap Waspada
Shaum atau Puasa Sunnah yang disepakati para ulama berdasar pada hadits shahih :
- Tiga (3) hari di tengah bulan (Ayamul bidh), tangggal 13, 14, dan 15 bulan hijriyyah
- Setiap Senin dan Kamis
- Tanggal 1-9 Dzulhijjah, 9 Dzulhijjah (Arafah)
- Tanggal 9-10 Muharram (Tasu’a dan Asyura)
- Shaum/puasa Nabi Daud, selang sehari
Apakah Isra dan Mi’raj di bulan Rajab ?
Waktu terjadinya Isra dan Mi’raj, para ulama berbeda pendapat, antara lain:
- Terjadi pada tahun tatkala Allah memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdengan nubuwah (kenabian). Ini adalah pendapat Imam Ath Thabari rahimahullah.
- Terjadi lima tahun setelah diutus sebagai rasul. Ini adalah pendapat yang dirajihkan oleh Imam An-Nawawi dan Al Qurthubi rahimahumallah.
- Terjadi pada malam tanggal 27 Rajab tahun ke 10 kenabian. Ini adalah pendapat Al Allamah Al Manshurfuri rahimahullah.
- Terjadi enam bulan sebelum hijrah, atau pada bulan Muharram tahun ke 13 setelah kenabian.
- Terjadi setahun dua bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun ke 13 setelah kenabian.
- Terjadi setahun sebelum hijrah, atau pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ke 13 setelah kenabian.
Dalam kitab Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata :
Baca Juga: Kaleidoskop 2024: Peristiwa Internasional yang Paling Disorot
“Tiga pendapat pertama tertolak. Alasannya karena Khadijah radhiyallahu ‘anha meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun ke 10 setelah kenabian, sementara ketika beliau meninggal belum ada kewajiban shalat lima waktu. Dan tidak ada perbedaan pendapat bahwa diwajibkannya shalat lima waktu adalah pada saat peristiwa Isra Miraj. Sedangkan tiga pendapat lainnya, saya tidak mengetahui mana yang lebih rajih. Namun jika dilihat dari kandungan surat Al Isra’ menunjukkan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada masa-masa akhir sebelum hijrah.”
Pada peristiwa Isra dan Mi’raj, kita diingatkan pada eksistensi dua masjid, yakni masjid al Haram dan masjid al- Aqsha. Alhamdulillah, masjidil haram yang di dalamnya ada ka’bah, sampai sekarang menjadi kiblat kaum muslimin kedua setelah Masjid al-Aqsha, dalam keadaan aman dan terus menerus dikunjungi muslimin dari berbagai penjuru dunia. Sedangkan Masjid al-Aqsha sebagi kiblat pertama umat Islam, sungguh memprihatinkan, karena hingga kini masih dikuasai oleh penjajah Zionis Israel. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab seluruh kaum muslimin untuk membebaskannya.
Optimalkan Panen Pahala di bulan Haram
Karena keutamaan bulan haram, yakni pada bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Selain memperbanyak shaum sunnah, dianjurkan pula banyak amal shaleh lainnya, seperti meningkatkan ibadah (shalat malam, shalat dhuha, baca Al-Qur’an, dll), memperbanyak infaq dan sedekah, rajin menuntut ilmu, menolong sesama, dan amal shaleh lainnya. Maka setiap amal shaleh di bulan haram, pahalanya lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, selain bulan Ramadhan. Wallahu a’lam bish shawwaab. []
Mi’raj News Agency (MINA)