Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Sepasang suami-isteri dipersatukan dalam ikatan pernikahan atas nama Allah. Sebuah ikatan kokoh yang Allah sebut dengan “miitsaaqan ghaliidhaa” .
Seperti disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 21:
وَكَيۡفَ تَأۡخُذُونَهُ ۥ وَقَدۡ أَفۡضَىٰ بَعۡضُڪُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَأَخَذۡنَ مِنڪُم مِّيثَـٰقًا غَلِيظً۬ا
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul [bercampur] dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka [isteri-isterimu] telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. (QS An-Nisa [4]: 21).
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Karena itu, sepasang suami-isteri dalam berinteraksi di rumah tangganya sepatutnya melandasi hubungan mereka dengan semangat mencari keseimbangan, menegakkan keadilan, menebar kasih sayang, dan mendahulukan menunaikan kewajiban daripada menuntut hak.
Sepasag suami-istri juga hendaknya bergaul dalam keseharian, di setiap waktu, dengan cara yang baik dan saling bersabar atas pasangannya.
Allah menyebut di dalam ayat:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَرِثُواْ ٱلنِّسَآءَ كَرۡهً۬اۖ وَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعۡضِ مَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَـٰحِشَةٍ۬ مُّبَيِّنَةٍ۬ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ فَإِن كَرِهۡتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـًٔ۬ا وَيَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيۡرً۬ا ڪَثِيرً۬ا
Artinya: “Hai orang-orang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan cara paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisa [4]: 19).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Quranul Adzim menjelaskan makna “muasyarah bil ma’ruf” (bergaullah dengan mereka secara patut) adalah perbaikilah ucapan, perbuatan, penampilan sesuai dengan kemampuanmu sebagaimana kamu menginginkan dari pasanganmu. Maka lakukanlah untuk mereka.
Imam Al-Qurthubi menambahkan, dengan kalimat, “Pergaulilah isteri kalian sebagaimana perintah Allah, dengan cara yang baik, yaitu dengan memenuhi hak-haknya berupa mahar dan nafkah, tidak bermuka masam tanpa sebab, berucap yang baik, tidak kasar, dan tidak cenderung dengan isteri-isteri yang lain (jika memiliki lebih dari satu isteri).”
Adapun Tafsir Al-Manar menerangkan bahwa wajib atas suami yang beriman untuk berbuat baik terhadap isteri mereka, menggauli dengan cara yang baik, memberi mahar, dan tidak menyakiti baik ucapan maupun perbuatan. Sang suami juga tidak bermuka masam dalam setiap perjumpaan dengan istrinya, karena semua itu bertentangan dalam pergaulan yang baik dalam keluarga.
Hikmah Allah mewajibkan seorang suami berbuat baik kepada isterinya adalah agar pasangan suami-isteri itu mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup (sakinah). Karena itu, berbuat baik terhadap isteri merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang suami agar mendapatkan kebaikan dalam rumah tangga.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Keluarga Sakinah itulah memang tujuan berumah tangga, sebagai implementasi dari mengamalkan ayat-ayat Allah. Seperti Allah sebutkan di dalam ayat :
وَمِنۡ ءَايَـٰتِهِۦۤ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَڪُم مَّوَدَّةً۬ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (QS Ar-Ruum [30]: 21).
Karena itu, seorang suami yang mendambakan kebaikan dalam rumah tangganya perlu mendalami tabiat dan watak isterinya dengan sabar dan penuh perhatian. Jika menemukan ada sesuatu yang dibenci dalam diri isterinya, maka demi kebaikan keluarga, pasti akan ditemukan lebih banyak kebaikan-kebaikannya.
Jangan pernah ada tindakan mencelakakan isteri dengan kekerasan, baik secara fisik maupun mental, seperti membentak, menghardik, apalagi sampai menampar dan memukul hingga melukainya, atau disebut Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Na’udzubillahi min dzalik.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Ini seperti disebutkan, ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,” Apa hak isteri terhadap suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Memberi makan apa yang kamu makan, memberi pakaian apa yang kamu pakai, tidak menampar mukanya, tidak membencinya serta tidak boleh memboikotnya.”
Begitulah, kewajiban seorang suami terhadap isterinya adalah membayar mahar dengan sempurna, memberi nafkah lahir dan batin, mempergauli dengan baik, memberi perlindungan, serta mengarahkan untuk ibadah kepada Allah.
Sementara kewajiban seorang istri terhadap suaminya adalah menaati suami selama dalam kebenaran, menjaga kehormatan dirinya, suami, dan harta keluarga, mengatur rumah, mendidik anak-anak serta berbuat baik kepada keluarga suami.
Semoga rumah tangga kita Allah jaga selalu dalam kesakinahan. Aamiin. (A/RS2/P1)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Mi’raj News Agency (MINA)