Jakarta, 4 Syawal 1438/28 Juni 2017 (MINA) – Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) KH Bachtiar Nasir menjelaskan isi dialog dalam pertemuan Tim 7 GNPF MUI dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Ahad, 25 Juni 2017.
‘Sempat ada isu miring yang menyudutkan kedua pihak, baik GNPF maupun pihak Istana,” katanya.
“Dialog adalah kebutuan bersama. Ini masih dalam nuansa Idul Fitri, sudah sewajarnya kita saling bersilaturahmi dan membuka dialog dengan siapa pun untuk kepentingan bersama. Pintu dialog inilah yang kami inginkan sejak awal namun kesempatan ini baru terbuka bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri,” ungkap KH Bachtiar Nasir saat jumpa pers mengenai hasil pertemuan GNPF dan Presiden Jokowi di AQL Islamic Center, Jakarta, Selasa (27/6).
Dalam keterangan pers yang diterima MINA, KH Bachtiar Nasir menyesalkan adanya penyesatan opini mengenai pertemuan tersebut. Bahkan ada media tertentu yang jelas-jelas mem-framing pemberitaannya karena tidak suka dengan silaturahmi tersebut terjalin untuk kepentingan bangsa.
“Karena itulah, jumpa pers itu juga digelar demi terciptanya situasi yang kondusif bagi bangsa ini dari berbagai serangan fitnah dan informasi hoaks selama ini. Kami memang tidak langsung menggelar jumpa pers usai pertemuan dengan presiden di Istana. Nah, mungkin karena media tidak mendapatkan informasi yang memadai dan proporsional, muncullah berita yang tidak benar, bahkan cenderung mengarang,” ungkap Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan MUI ini.
Bahkan, katanya, terhadap Presiden Jokowi pun terjadi miskomunikasi dengan GNPF. Buktinya, dalam pertemuan dengan Tim 7 GNPF, Presiden tiga kali menyayangkan komunikasi ini baru terjadi sekarang.
“Tiga kali saya hitung, Presiden mengucapkan, andai ada pertemuan pasca 411, maka tidak perlu ada aksi 212. Itu seandainya terjadi dialog. Kata Presiden, yang berani nasihati presiden adalah ulama, jadi dia mendengar mereka,” kata alumni Pondok Pesantren Gontor dan Darul Huffazh Bone, Sulsel, ini.
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa
Wakil Ketua GNPF MUI KH Zaitun Rasmin menambahkan, silaturahim adalah karakter dan sifat orang Indonesia.
“Setelah ini tidak ada lagi polemik. Kalau sudah dialog, ingin maju, kita tidak ingin melihat ke belakang lagi. Presiden berharap dialog berkali-kali. Kita sudah jelas, ingin negeri ini tenang dan damai. Segala yang menghambat bisa diatasi dengan dialog. Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah tidak merasa melakukan diskriminasi antara muslim dengan nonmuslim,” ungkap Ketua Umum PP Wahdah Islamiyah ini.
Mengenai hal itu, KH Bachtiar Nasir juga mengakui bahwa Pemerintah tidak merasa adanya kriminalisasi terhadap ulama. Tak hanya itu, Presiden juga menilai pemerintah tidak merasa adanya upaya menyematkan Islam dengan sematan intoleran, anti-Pancasila, anti-Kebhinnekaan, dan anti-NKRI.
“Kami datang untuk menyampaikan bahwa faktanya (tuduhan seperti itu) memang ada. Itu yang kami sampaikan dengan harapan mudah-mudahan presiden mendengar itu dan alhamdulillah kami diterima,” ujar KH Bachtiar Nasir yang juga pimpinan sejumlah Pondok Pesantren di bawah naungan AQL Islamic Center ini.
Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio
Kepada Jokowi, GNPF MUI menyampaikan pemerintah terkesan menyudutkan umat Islam dengan isu-isu itu. Mereka merasa pemerintah atau penegak hukum bereaksi cepat menangkap masyarakat yang muslim.
“Kesan-kesan kalau umat Islam yang melakukan kesalahan, cepat sekali, ditangkap,” katanya.
Inti dari pertemuan itu, GNPF MUI meminta Presiden Jokowi mengutamakan dialog jika dalam proses menyelesaikan masalah. “Kita ingin siratkan pesan, proses, selesaikan masalah harus dengan dialog lewat silaturahim buka hati dan diri intuk terima masukan,” ungkap anggota Majelis Tarjih. (L/R06/P1)
Mi’raj Islami News Agency (MINA)