Khutbah I
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَاخْتِلَافَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى : وَمِنْ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا۟ لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَٱسْجُدُوا۟ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Jamaah shalat gerhana yang dimuliakan Allah,
Pada malam ini, tanggal 14 Dzulqaidah 1440/ 17 Juli 2019, kita semua yang berada di Indonesia menyaksikan fenomena alam, yaitu gerhana bulan. Sebuah fonomena yang harusnya menjadi pelajaran bagi orang beriman tentang kekuasaan dan kebesaran Allah Subhanahu wa ta’ala yang mengatur alam semesta ini dengan sifat rahman dan rahim-Nya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menggapai Syahid di Jalan Allah Ta’ala
Bagi orang-orang yang beriman, hal ini bukan sekadar kejadian alam tanpa makna, tetapi adalah merupakan tanda-tanda dari sebagian kekuasaan Allah yang ditunjukkan kepada ummat manusia. Allah tunjukkan, bagaimana makhluk Allah yang bernama bulan, bumi dan matahari berjalan pada orbitnya. Ia tak pernah mengingkari ketetapan Allah. Ia selalu tunduk dan patuh kepada qodrat dan iradat-Nya.
Allah menetapkan adanya manzilah–manzilah bagi bulan, matahari dan planet-planet lainnya yang ada di alam raya. Manzilah itu adalah lintasan; orbit; atau perubahan posisi bulan terhadap matahari dan bumi. Tiap malam bulan berada pada manzilah yang berbeda, sehingga penampakannya di bumi juga berbeda-beda. Siklus itu berjalan dengan waktu yang disebut manusia dengan 1 bulan.
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ (39) لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (40
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah–manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai tandan yang tua. Tidaklah mugkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS.Yaa-Siin: 39-40).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa
Maasyiral Muslimin dan muslimat rahimakumullah,
Sebagian masyarakat kita mempercayai mitos bahwa gerhana bulan atau matahari memiliki kaitan dengan kematian, kelahiran, atau bencana alam. Bagi suku Batammaliba di Afrika, mereka percaya bahwa gerhana matahari atau bulan terjadi lantaran keduanya tengah berperang di langit sana. Maka, setiap gerhana terjadi, anggota suku itu melakukan ritual untuk mendamaikan keduanya kembali agar kegelapan segera berlalu.
Bagi masyarakat Korea Selatan, gerhana disebabkan upaya penculikan benda langit tersebut oleh anjing-anjing api. Seorang raja yang serakah memerintahkan hewan mistis ini untuk membawa matahari/ bulan ke istananya.
Lain lagi di Vietnam, masyarakatnya mempercayai saat gerhana, bulan atau matahari ditelan oleh seekor katak atau kodok raksasa. Untuk mengusir hewan-hewan mistis yang mengancam matahari ataupun bulan ini, masyarakat setempat banyak melakukan ritual khusus. Seperti memainkan musik keras-keras yang diiringi tarian, supaya hewan ketakutan dan memuntahkan kembali benda langit yang menyinari bumi itu.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Sementara di Indonesia, sebagian masyarakat mempercayai, jika seorang ibu berada di luar rumah dan melihat gerhana bulan, maka sang ibu diharuskan membawa suatu benda logam, seperti peniti, gunting atau benda lainnya dalam bajunya. Sang Ibu juga dilarang menyentuh perutnya selama gerhana berlangsung. Mitosnya, jika dilakukan akan menyebabkan bayi lahir dengan tanda lahir. Makin kuat sentuhan, makin besar tanda lahir yang timbul.
Dari semua mitos itu, Islam menjawab melalui sebuah hadist Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam. Nabi bersabda: ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Allah Subhanahu wa ta’ala telah menentukan arah perjalanan berupa petunjuk yang nyata bagi semua makhluk-Nya, termasuk kita manusia. Kepada manusia, Allah memberikan tuntunan agar selamat dalam mengarungi kehidupan dunia ini, hingga nanti ke alam akhirat yang abadi.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Allah Subhanahu wa ta’ala memilih utusan-Nya, manusia terbaik di muka bumi, sebagai pembawa risalah dan suri teladan untuk mengajarkan kepada manusia sejak masa kaumnya 1400 tahun lalu hingga akhir zaman nanti tentang bagaimana mengarungi kehidupan ini agar ketentraman dan kemakmuran dapat dirasakan oleh seluruh manusia dan semua makhluk yang ada di dalamnya.
Untuk memahami ayat-ayat Allah yang tertulis dalam Al-Quran (qouliyah) dan ayat-ayat yang terhampar di alam semesta ini, maka Allah mengaruniakan akal bagi manusia. Akal itu harus digunakan sebagaimana mestinya, yaitu untuk berpikir dan memahami ayat-ayat Allah, selanjutnya mereka bisa menerapkannya dalam menggapai kemakmuran, ketertiban dan keberlangsungan kehidupan yang berkesinambungan.
Namun adakalanya, manusia justru menggunakan akal yang Allah kanuniakan untuk berbuat maksiat, berbuat curang, menipu saudara, rekan kerja, dan rakyat jelata demi mendapatkan keuntungan dunia yang fana, naudzubillah min dzalika.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Di samping ada jalan-jalan Allah, sesungguhnya terbentang pula jalan-jalan setan. Itulah jalan kemaksiatan. Mungkin tampak indah di depan mata, tapi celaka pada akhirnya. Jalan itu membelokkan manusia dari orbit (manzilah) yang seharusnya yakni ketaatan kepada Allah saja menuju murka Allah Subhanahu wa ta’ala.
Allah Subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwasannya Dia akan memberikan petunjuk kepada orang yang mengikuti jalan-Nya kepada jalan-jalan keselamatan. Maka Allah akan mengeluarkan hambaNya yaitu orang-orang Mukmin dari kegelapan kekufuran dan keraguraguan kepada cahaya kebenaran yang jelas, terang, nyata, mudah dan bercahaya. Dan bahwasanya orang-orang kafir sesungguhnya pelindung pelindung mereka adalah setan yang menghiasi mereka kepada kebodohan dan kesesatan, serta mengeluarkan mereka dan menyimpangkan mereka dari jalan kebenaran menuju jalan kekufuran dan kedustaan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Ingatlah wahai manusia, kebenaran itu dari Allah. Jangan Anda tertipu jumlah dalam menentukan baik dan buruknya suatu perkara. Kebenaran disebut sebagai kebenaran sejati jika dan hanya jika sesuai dengan dalil Al-Quran dan Sunnah. Bahkan terkadang orang yang berada di jalan kebenaran itu sedikit jumlahnya.
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja.” [QS Al-An’am:116]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berpesan: “Janganlah engkau (mudah) tertipu dengan apa yang mengelabui orang-orang jahil. Mereka mengatakan, Jika orang-orang itu (yang berada di atas al-haq) betul-betul di atas kebenaran, mestinya jumlah mereka tidak akan sedikit”.
Maasyiral Muslimin dan muslimat rahimakumullah,
Manusia yang akan selamat dunia dan akhirat adalah mereka yang mau mengikuti manzilah (ketetapan) Allah untuknya, yaitu jalan yang sesuai dengan Al-Quran dan sunnah nabi-Nya. Mereka yang tunduk, patuh serta istiqomah berpegang teguh pada syariatnya, menggunakan akal fikiran yang Allah karuniakan untuk bertadabbur dan mengamalkan ajaran-ajarannya, merekalah manusia yang sesungguhnya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Sebaliknya, apabila manusia keluar dari jalur (manzilah) yang telah Allah tetapkan melalui syariat-syariatnya. Mereka justru menggunakan akal untuk mendapatkan keuntungan dunia semata, mereka mengambil jalan-jalan syaitan dalam kehidupannya, maka mereka laksana mayat-mayat yang berjalan. Hatinya telah mati, fikirannya lumpuh dan nuraninya tertutupi oleh kemaksiatan dan dosa yang mereka kerjakan. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk ,dan akan dijerumuskan ke dalam neraka, seburuk-buruk tempat kembali.
Semoga fenomena gerhana bulan kali ini meningkatkan kedekatan kita kepada Allah subhânahu wata‘âlâ, membesarkan hati kita untuk ikhlas menolong sesama, serta menjaga kita untuk selalu ramah terhadap alam sekitar kita. Wallahu a’lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(A/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib