Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA, Duta Al-Quds Internasional
Khutbah Idul Adha tahun 1445 ini mengangkat tema tentang “Pengorbanan untuk Kemerdekaan Palestina dan Al-Aqsa”, yang ditulis oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA, dan juga sebagai Duta Al-Quds Internasional.
Berikut Khutbah Idul Adha 1445 selengkapnya:
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَاإِلهَ إِلاَّالله وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ ,مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ, وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ, وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.
الله أكبر ولله العزة ولرسوله وللمؤمنين. الله أكبر ولا خلاص لنا إلا بالتمسك بحبل الله المتين،
ولا قوة لنا الا بوحدة المسلمين. الله أكبر ما أذّن المؤذن إلا لرفع كلمة التوحيد ولنصرة الدين والتمكين.
الله اكبر على شياطين الجن والإنس الذين يشمتون بالمسلمين. الله اكبر على المثبطين والانهزاميين الذين لا يحبون الخير للمؤمنين. الله اكبر على من يخذل إخوته المظلومين والمكلومين والمنكوبين.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
الحمد لله حمد العابدين الشاكرين. ونشهد أن لا إله إلا الله رب العالمين. ونشهد أن سيدنا محمداً عبد الله ورسوله سيد الأولين والآخرين، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه أجمعين.
أَماَّ بَعْدُ. فَيَااَيُّهَا الْعَائِدُوْنَ وَالْفَائِزُوْنَ, أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ.
وَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطّانِ الرَّجِيْم بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنوُااتَّقُواالله حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعٗا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ….
وَقَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلاَّ مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِس
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Jama’ah shalat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, puji bagi para jamaah yang bersyukur. Kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhan semesta alam. Kami juga bersaksi bahwa junjungan kami Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, pemimpin yang awal dan yang akhir. Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada beliau, seluruh keluarganya serta para sahabatnya, dan kita umatnya yang setia dengan sunnahnya.
Allahu Akbar, Tuhan Yang Maha Besar. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Dialah Tuhan yang menepati janji-Nya, Tuhan yang menolong hamba-hamba-Nya, Tuhan yang meneguhkan bala tentara-Nya, dan Tuhan Yang memporakporandakan pihak-pihak musuh-Nya, dengan sendirian.
Allahu Akbar, Tuhan Yang Maha Besar, Tidak ada Tuhan selain Allah, dan kami tidak menyembah selain Dia, kami ikhlas dalam beragama kepada-Nya, meskipun orang-orang musyrik membencinya, meskipun orang-orang kafir membencinya, dan meskipun orang-orang munafik membencinya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Allahu Akbar, Tuhan Yang Maha Besar. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan segala puji bagi Allah. Maha Suci Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang yang beriman.
Allahu Akbar Tuhan Yang Maha Besar, dan tidak ada keselamatan bagi kita kecuali dengan berpegang pada kuatnya tali Allah. Kita pun tidak mempunyai kekuatan kecuali dengan persatuan umat Islam.
Allahu Akbar, Tuhan Yang Maha Besar. Muazin mengumandangkan azan untuk mengangkat kalimat tauhid dan mendukung agamanya.
Allahu Akbar Tuhan Yang Maha Besar, atas setan-setan, jin dan manusia yang menyombongkan diri terhadap umat Islam.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Allahu Akbar Tuhan Yang Maha Besar, bagi mereka yang patah semangat dan kalah, yang tidak menyukai apa yang baik bagi orang-orang beriman.
Allahu Akbar Tuhan Yang Maha Besar, Tuhan bagi mereka yang mengecewakan saudara-saudara mereka yang tertindas oleh penjajahan, berduka karena peperangan dan menderita karena genosida.
Selanjutnya, khatib mewasiatkan kepada diri, keluarga dan hadirin hadirat sekalian, marilah kita memelihara takwa kepada Allah, sebagai bekal terbaik untuk kelak menghadap-Nya.
Hal ini karena suatu perjalanan tentu memerlukan perbekalan yang memadai. Perjalanan dari rumah ke tempat kerja paling tidak memerlukan bekal bensin atau uang transport untuk pergi-pulang. Pulang mudik tentu bekalnya harus lebih banyak lagi. Pergi ke tanah suci untuk berhaji, bekalnya di samping harus lebih banyak lagi juga harus lengkap, jasmani, rohani, waktu, jiwa dan raga.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Nah, apatah lagi ini perjalanan panjang kampung akhirat, bekalnya haruslah dipersiapkan sebaik-baiknya dan selengkap-lengkapnya saat di alam dunia ini. Dan tidak lain, bekal itu adalah takwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Allah menyatakan di dalam firman-Nya:
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS Al-Baqarah [2]: 197).
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menyiapkan bekal suatu perjalanan, dalam hal ini ayat berbicara berkaitan dengan perjalanan haji. Karena penyiapan bekal untuk itu merupakan tindakan menghindari dari membutuhkan bantuan orang lain.
Di dalam sebuah hadits disebutkan, adalah penduduk Yaman pergi berhaji. Mereka sengaja tidak membawa bekal dan berkata, “Kami hanya bertawakal kepada Allah”. Maka Allah berfirman, “Berbekallah kalian. Sesungguhnya sebaik-baik bekal ialah ketakwaan”.
Mereka dilarang bersikap demikian, hanya pasrah tanpa bekal perjalanan haji. Namun justru untuk itupun diperintahkan supaya membawa bekal, seperti tepung, gandum dan kue kering (bekal makanan). Kalau sekarang tentu bisa lebih luas lagi, bekal makanan, minuman, biaya dan bekal lain yang diperlukan selama perjalanan.
Disebutkan di dalam hadits dari Anas Radhiyallahu ’Anhu, dia berkata: Ada seorang lelaki yang datang menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, saya hendak bepergian, maka berilah saya bekal.” Maka beliau menjawab, “Zawwadakallahut taqwa (semoga Allah membekalimu dengan takwa).” Lalu dia berkata, “Tambahkan lagi bekal untukku.” Beliau menjawab, “Wa ghafara dzanbaka (semoga Allah mengampuni dosamu).” Dia berkata lagi, “Tambahkan lagi bekal untukku, ayah dan ibuku sebagai tebusan bagimu.” Beliau menjawab, “Wa yassara lakal khaira haitsuma kunta (semoga Allah mudahkan kebaikan untukmu di mana pun kamu berada)”. (HR At-Tirmidzi).
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُوَللهِ اْلحَمْدُ
Hadirin-hadirat yang dimuliakan Allah
Pada kesempatan yang berbahagia ini, marrilah kita ambil beberapa hikmah dari perayaan Idul Adha atau Idul Qurban yang kita rayakan saat ini. Perayaan yang semestinya tidak berlebihan, mengingat ratusan ribu saudara-saudara kita tidak bisa merayakannya karena mengungsi dari serangan zionis. Perayaan yang tak sepadan dengan saudara-saudara kita yang dilanda kelaparan, puluhan ribu yang gugur sebagai syuhada dan puluhan ribu lainnya masih terluka, di bumi penuh berkah di kawasan Masjidil Aqsa, Baitul Maqdis, Palestina.
Sedikitnya ada tiga hikmah besar pada pelaksanaan Hari Raya Idul Adha ini.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Hikmah Pertama, kita mulai dari hikmah berkurban. Berkurban merupakan salah satu syariat Allah sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Berkurban merupakan pelaksanaan perintah Allah, sebagaimana firman-Nya:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.” (QS Al-Kautsar [108]: 2).
Pada ayat ini, berkurban disandingkan dengan shalat, yakni shalat Idul Adha, yang menunjukkan dua amal ibadah yang sangat penting.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Tentang berkurban, bagi mereka yang ada kelapangan rezki, bisa dilaksanakan pada hari ini 10 Dzulhijjah, atau selama hari-hari tasyrik tiga hari ke depan, tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Tentang pahala berqurban terdapat kebaikan dari setiap helai rambut atau bulu hewan qurban tersebut. Ini seperti disebutkan dalam hadits dari Zaid ibn Arqam, ia berkata: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya Bapak kalian, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.” Mereka bertanya, “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Adapun tentang shalat yang disandingkan dengan kurban, karena memang shalat merupakan ibadah paling utama keseharian setiap Muslim, pembeda antara keimanan dan kekufuran, serta amal yang pertama kali dihitung di Hari Pembalasan akhirat kelak.
Tentang pentingnya shalat ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدّيْنِ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدّيْنِ
Artinya : “Shalat adalah tiang agama. Barangsiapa yang menegakkan shalat,maka berarti ia menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat berarti ia merobohkan agama”. (HR Bukhari Muslim).
Syaikh Sayyid Quthub menguraikan, memelihara shalat menjadi begitu penting mengingat shalat merupakan jalan pertemuan seorang hamba yang dha’if dengan Allah Yang Maha Besar. Dengan shalat, seorang hamba akan merasakan kedekatan dengan Allah, hati menjadi tenang, dan jiwa terbasuh kesejukan.
Shalat ibarat sumber mata air sejuk yang tak pernah kering oleh terik panas perjalanan dunia. Karenanya, orang yang berakal sehat pasti gembira mencelupkan dirinya ke dalam mata air shalat lima waktu sehari semalam.
Shalat juga merupakan penghubung antara makhluk dengan Sang Khalik. Shalat merupakan sebesar-besar tanda keimanan seseorang dan seagung-agung syi’ar keislaman seseorang. Shalat merupakan tanda syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya. Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang lima dan merupakan tiang agama Islam.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُوَللهِ اْلحَمْدُ
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah
Adapun Hikmah Kedua, dari perayaan Idul Adha adalah keteladanan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam beserta keluarganya.
Gambaran sebuah keluarga yang taat lagi berbakti kepada Allah. Sebuah keluarga yang saling menguatkan dan saling melengkapi dalam beribadah kepada-Nya. Keluarga yang saling mengingatkan, saling menasihati, saling memberi dan saling menjaga agar senantiasa menjadi hamba-hamba-Nya.
Sebuah keluarga yang sabar, tabah, dan kuat dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan. Sekaligus keluarga yang mampu menghadapi godaan syaitan dengan penuh tawakkal kepada Allah.
Dari 25 nama Nabi dan Rasul yang wajib diyakini oleh umat Islam, ada satu yang mendapat julukan Bapak Para Nabi atau Abul Anbiya. Beliau adalah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, Nabi keenam yang diutus Allah setelah Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Nuh, Nabi Hud dan Nabi Saleh ‘Alaihimas salam.
Dijuluki Abul Anbiya karena banyaknya keturunan beliau yang menjadi Nabi dan Rasul utusan Allah.
Beliau Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam mendapat penentangan dan persekusi luar biasa dari Raja Namrud di Babilonia atau Irak sekarang. Hingga kemudian Nabi Ibrahim dan keponakannya Nabi Luth ‘Alaihis Salam pun akhirnya hijrah ke wilayah Baitul Maqdis, atau Palesina sekarang.
Allah menyebutkannya di dalam Al-Quran:
وَنَجَّيْنَٰهُ وَلُوطًا إِلَى ٱلْأَرْضِ ٱلَّتِى بَٰرَكْنَا فِيهَا لِلْعَٰلَمِينَ
Artinya: “Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (QS Al-Anbiya [21]: 71).
Di antara keberkahan wilayah Baitul Maqdis adalah mengingat banyak Nabi dan Rasul yang berada di wilayah tersebut, Allah memilihnya sebagai tempat hijrah bagi kekasih-Nya, dan di sana terdapat salah satu dari tiga Rumah-Nya yang suci, yaitu Masjidil Aqsa, setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Di samping kesuburan tanahnya, hasil tambangnya, minyak dan gas buminya, keramahan dan keteguhan penduduknya dalam Islam dan perjuangan.
Pada ayat lain disebutkan:
فَـَٔامَنَ لَهُۥ لُوطٌ ۘ وَقَالَ إِنِّى مُهَاجِرٌ إِلَىٰ رَبِّىٓ ۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
Artinya: “Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-‘Ankabut [29]: 26).
Hadirin yang dimuliakan Allah
Satu hal penting yang patut kita teladani dari Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, adalah keteladanan beliau dan keluarganya di dalam menjalankan perintah Allah.
Lihatlah bagaimana ketika belau membawa keluarganya berhijrah dari Baitul Maqdis menuju Baka atau Makkah sekarang. Siti Hajar, isteri Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, dan puteranya Ismail ‘Alaihis Salam yang masih bayi, begitu sampai di padang tandus, lalu ditinggalkan atas perintah Allah pula, tanpa siapa-siapa dan tanpa apa-apa di padang pasir. Hanya dengan meninggalkan tempat makanan berisi sedikit kurma dan tempat minum berisi air.
Begitu Nabi Ibrahim hendak berangkat kembali ke wilayah Masjidil Aqsha, Ibrahim meninggalkan keduanya. Siti Hajar mengikutinya dan bertanya, “Hendak ke manakah engkau wahai Nabiyullah Ibrahim? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada siapapun atau apa pun?” Hajar mengulang pertanyaannya beberapa kali.
Saat dilihatnya Nabi Ibrahim hanya diam dan tetap terdiam tanpa jawaban. Padahal betapa Nabi Ibrahim yang berhati lembut, penyantun lagi penuh kasih kepada keluarganya, isterinya dan anaknya Ismail yang masih bayi. Betapa ia tak kuasa menjawab pertanyaan itu dan tak tega melihat kedua manusia yang dicintainya itu, untuk memenuhi amanah, perintah Allah untuk berangkat dari Baitullah di Makkah menuju Baitul Maqdis di Palestina.
Lalu, dengan penuh keimanan pula, Siti Hajar pun akhirnya menyampaikan, “Apakah Allah yang menyuruh engkau berbuat demikian?” tanyanya. “Benar,” jawab Nabi Ibrahim. Hajar pun berkata, “Jika demikian, maka Allah tentu tidak akan menelantarkan kami.”
Inilah gambaran ketawakkalan penuh ketika hendak memenuhi seruan Allah, maka cukuplah Allah sebagai pelindung dan penolong.
حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ
Artinya: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (QS Ali Imran [3]: 173).
Pada ayat lain ditambahkan:
نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِير
Artinya: “Dia adalah Sebaik-baik pelindung dan Sebaik-baik penolong.” (QS Al-Anfal [8]: 40).
Inilah dzikir “Hasbunallah wani’mal wakil, ni’mal maula wani’man nashir” yang menegaskan semangat tauhid pada diri orang-orang beriman. Yaitu bahwa hanya kepada Allah sajalah tempat untuk berserah diri dan bertawakkal.
Inilah sebuah kalimat agung yang mengandung makna besar, kandungan yang luar biasa, dan pengaruh yang kuat. Isinya menyebutkan, semua kekuasaan dan kekuatan hanyalah milik Allah.
Ini pulalah dzikir orang beriman memohon perlindungan Allah dari semua kejahatan, ketakutan, ketidakadilam atau kezaliman yang ada.
Belum selesai sampai di situ, beberapa hari Siti Hajar menyusui Ismail kecil dan minum dari tempat perbekalannya. Dan, setelah air itu habis, ia pun kehausan. Demikian pula anaknya. Siti Hajar memperhatikan anaknya kehausan. Ia tak tega. Dengan penuh cinta, ia beranjak pergi mendaki ke Bukit Shafa. Ia berharap ada orang yang akan menolongnya atau menemukan lokasi air. Ketika tak menemukan apa yang dicarinya, ia menaiki satu bukit lainnya, Bukit Marwah. Terus-menerus seperti itu sebanyak tujuh kali, sampai datanglah pertolongan Allah. Tiba-tiba air keluar dari bawah kaki Ismail kecil yang menangis karena kehausan, yang kemudian disebut dengan “air zam-zam”.
Kemudian setelah itu, jama’ah umrah maupun jamaah haji, dan entah sudah berapa miliar kaum Muslimin yang pergi ke Baitullah. Menapaktilasi sa’i antara Shafa dan Marwah dalam tujuh kali jalan kaki, sepanjang sekitar 450 meter kali 7 yaitu 3,15 km bolak-balik. Sebuah penghormatan luar biasa dari Allah kepada Siti Hajar, sekaligus pembelajaran dan ibrah bagi kaum Muslimin.
Begitulah sosok Siti Hajar yahng patut diteladani, bukan hanya karena usahanya mencari air zam-zamnya. Namun karena kesabaran jiwanya, ketabahan hatinya, keteguhan imannya, kethaatan amalnya, ketawakkalan upayanya, dan segala kebaikannya untuk kita teladani.
Puncak keteladanan Nabi Ibrahim ‘Alahis Salam adalah ketika turun perintah untuk menyembelih, mengorbankan putera kesayanganya, Nabi Ismail ‘Alaihis Salam, yang diabadikan di dalam ayat :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ
Artinya: “Maka tatkala anak itu (Isma’il) sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi (wahyu) bahwa aku menyembelihmu…..”. (QS Ashshaffat [37]: 102).
Sang anakpun, dengan kemantapan dan kesabarannya menerima permintaan ayahnya sendiri, sebagai bakti anak yang shalih. Ayat melanjutkan :
قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
Artinya: Ia menjawab: “Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS Ashshaffat [37]: 102).
Inilah gambaran keteladanan keluarga sakinah, mawaddah warahmah, yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam sebagai kepala keluarga yang taat kepada Allah, Siti hajar sebagai isteri shalihat yang patuh kepada suami, dan Isma’il ‘Alaihis Salam sebagai anak shalih yang berbakti kepada kedua orang tuanya.
Keluarga yang saling menguatkan di dalam perjuangan di jalan Allah, dalam menegakkan kalimatullah hiyal ‘ulya.
Hikmah yang patut kita teladani adalah bagaimana kita harus bergerak dan terus bergerak, berjuang dan berkorban, dalam perjuangan di jalan Allah. Tidak ada istilah berhenti, jangan kasih kendor, tidak ada matinya, nyala perjuangan di jalan Allah. Kita yang terus bergerak, Allahlah yang hakikatnya memenangkan, wabil khusus dalam perjuangan pembebasan Al-Aqsa, Baitul Maqdis dan Palestina keseluruhannya.
Dalam hal ini, kita mesti berkaca pada hadits :
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Artinya: “Tidaklah menekankan perjalanan kecuali menuju tiga Masjid, yaitu Masjidil Haram (di Makkah), dan Masjidku (Masjid Nabawi di Madinah), dan Masjidil Aqsa (di Palestina)”. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wasallam sangat menekankan atau menganjurkan umatnya untuk melakukan perjalanan ke Masjidil Aqsa di Palestina, setelah Masjidil Haram (di Makkah) dan Masjid Nabawi (di Madinah).
Makna yang terkandung di dalamnya, jika Masjidil Aqsa seperti saat ini sedang terjajah, maka wajib dibebaskan oleh kaum Muslimin, agar kaum Muslimin dapat melaksanakan shalat di dalamnya. Jaman Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam waktu itu pun kawasan Masjid Al-Aqsa dan Baitul Maqdis masih dalam penguasaan dua kekuatan besar yang saling bergantian, yaitu Imperium Parsi dan Imperium Romawi.
Makna lainnya adalah kalau urusan Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsa, maka kita kaum Muslimin harus bersegera memperhatikannya dan mengusahakannya bagaimana caranya untuk berkunjung ke Al-Aqsa dan shalat berjamaah di dalamnya. Kalau ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, itu sudah sangat marak setiap tahun musim haji dan umrah tiap bulannya.
Umat Islam berikeinginan kuat ke dua tempat mulia tersebut, karena keduanya seringkali disampaikan keutamannya. Sementara Masjidil Aqsha? Kalau saja kita semua semakin gencar menyampaikan berbagai keutamaan Masjid Al-Aqsha sebagai kiblat pertama, dan bumi Palestina sebagai negeri Para Nabi, maka tentu akan tumbuh kesadaran literasi. Sehingga umat Islam tergerak untuk berkunjung ke tempat itu secara berkala.
Dampak berikutnya adalah, ibadah kurban mengajarkan agar kita dapat mengorbankan apa yang Allah karuniakan kepada kita, baik harta, ilmu, fasilitas, keluarga, hingga jiwa dan raga kita, untuk meraih ridha Allah, untuk berjihad di jalan Allah.
Puncaknya adalah berjihad untuk pembebasan Masjid Al-Aqsa, kawasan Baitul Maqdis, dan seluruh Palestina dari belenggu penjajahan Zionis Yahudi.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menegur kita dalam sabdanya:
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلاَمُ، وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ الله
Artinya : “Pokok persoalan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah.” (HR At-Tirmidzi).
ا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْقَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَحَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
Artinya: “Tidak henti-hentinya thaifah dari umatku yang menampakkan kebenaran terhadap musuh mereka. Mereka mengalahkannya, dan tidak ada yang membahayakan mereka orang-orang yang menentangnya, hingga datang kepada mereka keputusan Allah ‘Azza wa Jalla, dan tetaplah dalam keadaan demikian”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, di manakah mereka?”. Beliau bersabda, “Di Bait Al-Maqdis dan di sisi-sisi Bait Al-Maqdis”. (HR Ahmad dari Abi Umamah).
Pada hadits lain disebutkan:
عَنْ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ ، فَقَالَ : ” أَرْضُ الْمَنْشَرِ والْمَحْشَرِ، إَيتُوهُ، فَصَلُّوا فِيهِ ، فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ . قَالَتْ : أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ نُطِقْ أَنْ نَتَحَمَلَ إِلَيْهِ أَوْ نَأْتِيَهُ ؟ , قَالَ : ” فَأَهْدِينَ إِلَيْهِ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ ، فَإِنَّ مَنْ أَهْدَى لَهُ كَانَ كَمَنْ صَلَّى فِيهِ
Artinya : “Dari Maimunah maula Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ya Nabi Allah, berikan fatwa kepadaku tentang Baitul Maqdis”. Nabi menjawab, “Tempat dikumpulkanya dan disebarkanya (manusia). Maka datangilah ia dan shalatlah di dalamnya. Karena shalat di dalamnya seperti shalat 1.000 rakaat di selainnya”. Maimunah bertanya lagi, “Bagaimana jika aku tidak bisa”. “Maka berikanlah minyak untuk peneranganya. Barangsiapa yang memberikannya, maka seolah ia telah mendatanginya.” (HR Ahmad).
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُوَللهِ اْلحَمْدُ
Hadirin yang sama-sama mengharap ridha Allah
Selanjutnya, Hikmah Ketiga, momentum ibadah Haji yang beriringan waktunya dengan Hari Raya Idul Adha, adalah perwujudan persatuan, kesatuan dan persaudaraan umat Islam sedunia, dalam prosesi ibadah haji di tanah suci Makkah Al-Mukarromah.
Jutaan jamaah haji, dengan memakai kain ihram putih yang sama, thawaf mengitari Ka’bah yang sama, Wukuf di Padang Arafah yang sama, melempar jumrah pada tempat yang sama, hingga bertalbiyah dengan kalimat yang sama, “Labbaika allaahumma labbaika”.
Ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya umat Islam adalah umat yang satu. Sebagaimana Allah sebutkan di dalam firman-Nya :
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِي
Artinya : “Dan sesungguhnya (agama) tauhid ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertaqwalah kepada-Ku.” (QS Al-Mu’minun [23]: 52).
Kesatuan umat, yang diimani oleh orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan rahmat Allah. Sebagaimana Allah sebutkan di dalam ayat-Nya:
وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَهُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَٰكِن يُدْخِلُ مَن يَشَآءُ فِى رَحْمَتِهِۦ ۚ وَٱلظَّٰلِمُونَ مَا لَهُم مِّن وَلِىٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Artinya: “Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong.” (QS Asy-Syura [42]: 8).
Allah pun menegaskan sekali lagi di dalam ayat:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا
Artinya : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai-berai……” (QS Ali ‘Imran [3]: 103).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menyatakan dalam sabdanya:
اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ الْفُرْقَةُ عَذَابٌ
Artinya: “Berjamaah adalah rahmat, sedangkan berpecah belah adalah azab.” (HR Ahmad).
Pada hadits lain dikatakan :
مَنْ أَرَادَ مِنْكُمْ بَحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الإِثْنَيْنِ أَبْعَدُ
Artinya: “Barangsiapa dari kalian menginginkan tinggal di tengah-tengah syurga, maka hendaklah berpegang teguh kepada Al-Jama’ah, karena syaitan bersama seorang (sendirian) dan dia dari dua orang, dengan lebih jauh.” (HR At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Hakim).
Persatuan dan kesatuan umat Islam adalah kekuatan, sementara bertikai dan berpecah-belah justru melemahkan perjuangan. Seperti pada ayat lain Allah mengingatkan :
وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Artinya : “Dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu, dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Anfal [8]: 46).
الله اكبر, الله اكبر, لااله الاالله اكبر, الله اكبر ولله الحمد
Demikianlah Jama’ah ’Idul Adha yang dimuliakan Allah
Akhir dari khutbah ini, secara khusus kepada kaum muslimat, Khatib pesankan kepada kalian pandai-pandailah bersyukur kepada Allah, meningkatkan bakti kepada suami, meningkatkan infaq dan amal sholih, serta terus mendukung perjuangan di jalan Allah. Seperti dukungan Siti Hajar kepada suaminya, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.
Kepada generasi Muslimat, jadilah kalian generasi penerus perjuangan dan ketaatam Siti Hajar, kedermawanan Siti Khadijah, kecerdasan Siti ‘Aisyah, ketegaran Fathimah, kepedulian Maemunah, dan perempuan shalihat lainnya dalam menjalani ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga kalian dapat menjadi benteng kebaikan dalam keluarga, mendatangkan keberkahan, dan keridhaan Allah, dunia akhirat.
Semoga kaum muslimat semuanya menjadi wanita shalihat yang diridhai Allah Subhananhu Wa Ta’ala. Amin Yaa Robal ‘alamin.
Doa
Terakhir, marilah kita tundukkan jiwa, rendahkan hati, untuk munajat doa kepada Allah Yang Maha Kuasa. Pada hari mulia ini, mulai detik ini, marilah kita bertaubat dengan taubatan nasuha, kembali ke jalan yang diridhai-Nya, kembali memperbaiki amal ibadah kita yang selama ini kurang sempurna, kita bergandeng tangan menjalin ukhuwah islamiyah.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ
“Segala puji bagi Allah, pemelihara alam semesta. Segala puji atas karunia dan kenikmatan yang Engkau limpahkan kepada kami.”
يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
“Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji dan segala apa yang patut atas keluhuran Dzat-Mu dan kemuliaan serta keagungan kekuasaan-Mu”
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ مُحَمَّدٍ
“Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad”
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Wahai Pemelihara kami (Ya Tuhan Kami), sesungguhnya kami telah berbuat dhalim terhadap diri-diri kami. Jika Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami, sungguh kami termasuk golongan orang-orang yang rugi.”
اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي أَوْلَادِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَاحْفَظْهُمْ وَلَا تَضُرَّهُمْ وَارْزُقْنَا بِرَّهُمْ
“Ya Allah berkahilah kami di dalam anak-anak dan keturunan kami, jagalah mereka (dari segala kejelekan), jangan Engkau bahayakan mereka, dan berilah kami kebaikan mereka.”
رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pandangan mata yang menyejukkan dari pasangan hidup kami dan anak keturunan kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَا فِرِينَ
“Ya Tuhan kami, tumpahkanlah sekiranya ketabahan kepada kami, tetapkanlah sekiranya kesabaran kami dan menangkanlah kami atas orang-orang yang kafir.”
اللَّهُمَّ انْجِ الْمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ انْجِ الْمُؤْمِنِيْنَ فىِ َفَلَسْطِيْنَ خَاصَّةً, وَفىِ بُلْدَانِ اْلمُؤْمِنِيْنَ عَامَّةً
رَبَّنَا اَتِنَا فِىْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ْالأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَ أَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ يَا عَزِيْزٌ يَا غَفَّارٌ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّاوَمِنْكُمْ, تَقَبَّلْ يَاكَرِيْم
Mi’raj News Agency (MINA)