Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Jumat: Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS

Redaksi - Kamis, 5 Juni 2025 - 22:38 WIB

Kamis, 5 Juni 2025 - 22:38 WIB

112 Views

Imaam Yakhsyallah Mansur

Judul khutbah Jumat kali ini adalah Meneladani Keluaga Nabi Ibrahim AS.

Keluarga Nabi Ibrahim عليه السلام merupakan satu keluarga yang diabadikan namanya dalam banyak ayat. Sebuah keluarga pilihan, yang menjadi teladan dalam iman, ketakwaan, dan kesabaran.

Ketakwaan keluarga Nabi Ibrahim عليه السلام adalah bukti nyata bahwa keimanan sejati bukan sekadar pengakuan di lisan, tetapi terbukti dalam tindakan. Ibrahim adalah kekasih Allah (khalilullah), yang tetap beriman saat ditinggalkan kaumnya, bahkan ayahnya sendiri.

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Balajar dari Kedermawanan dan Pengorbanan Keluarga Nabi Ibrahim AS

Istrinya, Siti Hajar, juga sosok wanita yang bertakwa. Ketika ditinggalkan bersama bayinya, Ismail, di padang pasir yang tandus tanpa bekal memadai, ia tidak mengeluh, tidak protes. Ia hanya bertanya, “Apakah ini perintah Allah?” Ketika dijawab “ya”, ia berkata, “Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.”

Khutbah selengkapnya silakan baca berikut ini:

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Khutbah ke-1:

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Napak Tilas Dua Uswah Hasanah

إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة، مَاشَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَالَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ : أَعُوذُ بِاللَّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah , yang telah melimpahkan berbagai macam nikmat kepada kita, khususnya nikmat Iman dan Islam. Yang dengannya Allah tetap menjaga kita untuk selalu menta’ati-Nya.

Dengan ketaatan inilah kita terus menjaga ketakwaan kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala, dengan senentiasa melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, para sahabat, dan mereka yang senantiasa menghidupkan sunnah-sunnahnya.

Baca Juga: Khutbah Idul Adha 1446 H: Pengorbanan untuk Pembebasan Al-Aqsa dan Kemerdekaan Palestina

Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah

Jum’at hari ini adalah hari Jum’at yang istimewa karena bersamaan dengan hari raya Idul Adha. Menurut pendapat yang lebih kuat shalat Jum’at tetap dilaksanakan ketika bersamaan dengan hari raya, sebagaimana hadist, Rasulullah ﷺ bersabda:

قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ (رواه ابوداود)

“Dua hari raya jatuh di hari yang sama. Siapa tidak shalat Jumat silahkan, tetapi kami tetap mengerjakan shalat Jumat.” (HR. Abu Daud)

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Haji, Qurban dan Kesalehan Sosial dalam Semangat Ukhuwah Islamiyah

Artinya meski hari itu bertemu dua hari raya yaitu hari raya Id dan hari Jum’at, tidak berarti Masjid Nabawi meliburkan shalat Jumat. Shalat Jumat tetap dilakukan oleh penduduk Madinah pada saat itu, terkecuali beberapa orang yang dibolehkan untuk tidak shalat Jum’at karena udzur-udzur tertentu.

Adapun menurut Mazhab Hanabillah shalat Jumat di hari raya tidak wajib. Menurut mereka dalil di atas merupakan rukhsoh bagi orang yang tidak ingin melaksanakan shalat Jum’at pada hari raya.

Pada kesempatan khutbah ini, khatib akan menyampaikan judul “Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim عليه السلام.” Sebagai landasan, marilah kita merenungkan firman Allah  dalam Al-Qur’an Surah Ash-Shaffat [37] ayat ke-102, yang berbunyi:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ )الصافات (٣٧): ) ١٠٢(

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Momentum Penyucian Hati dan Penguatan Ukhuwah Islamiyah 

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’” (QS. Ash-Shaffat [37]: 102)

Ayat ini, sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Al-Qurtubi, menggambarkan ujian besar yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail ‘alaihimassalam. Ujian yang bukan hanya menguji ketakwaan seorang ayah, tetapi juga kesabaran dan keikhlasan seorang anak.

Kesabaran Nabi Ibrahim عليه السلام dalam menerima wahyu dari Allah bahwa ia diperintahkan untuk menyembelih anaknya yang sudah lama di impikannya.

Begitu juga kesabaran Ismail tatkala mendengar mimpi ayahnya seraya beliau menjawab dengan ketundukan luar biasa: “Laksanakan apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Baca Juga: Khutbah Jumat: Penjajahan di Atas Muka Bumi Harus Dihapuskan

Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah

Keluarga Nabi Ibrahim عليه السلام merupakan satu keluarga yang diabadikan namanya dalam banyak ayat. Sebuah keluarga pilihan, yang menjadi teladan dalam iman, ketakwaan, dan kesabaran. Diantaranya Allah  berfirman dalam Al-Qur’an:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗ)  الممتحنة (٦٠): ٤ (

“Sesungguhnya pada mereka itu terdapat teladan yang baik bagimu, yaitu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4)

Baca Juga: Khutbah Jumat: Amalan-amalan Istimewa di Sepuluh Hari Awal Bulan Dhulhijah

As Sa’di dalam tafsirnya menyebutkan karena Nabi Ibrahim عليه السلام dan orang-orang yang bersamanya adalah panutan yang baik dan figur berguna bagi orang-orang Mukmin, karena Allah sendiri memerintahkan untuk mengikuti agama Ibrahim عليه السلام yang lurus,

Ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil hikmahnya dari keluarga Nabi Ibrahim عليه السلام sebagaimana Allah firmankan dalam QS. Ash-Shaffat ayat 102 di atas.

Pertama, Ketakwaan Keluarga Ibrahim

Ketakwaan keluarga Nabi Ibrahim عليه السلام adalah bukti nyata bahwa keimanan sejati bukan sekadar pengakuan di lisan, tetapi terbukti dalam tindakan. Ibrahim adalah kekasih Allah (khalilullah), yang tetap beriman saat ditinggalkan kaumnya, bahkan ayahnya sendiri.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Qurban, Bentuk Ibadah Sosial

Istrinya, Siti Hajar, juga sosok wanita yang bertakwa. Ketika ditinggalkan bersama bayinya, Ismail, di padang pasir yang tandus tanpa bekal memadai, ia tidak mengeluh, tidak protes. Ia hanya bertanya, “Apakah ini perintah Allah?” Ketika dijawab “ya”, ia berkata, “Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.”

Ini adalah ketakwaan sejati, percaya penuh (tawakal) kepada Allah bahkan dalam kondisi paling sulit sekalipun, dan Allah pasti akan memberi jalan keluar dan rezeki yang luas. Allah  berfirman:

…وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا (٢) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ… (٣)

)الممتحنة (٦٥): ٢ -٣ (

Baca Juga: Khutbah Jumat: Buka Blokade Gaza, Bebaskan yang Terpenjara

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath Thalaq [65] : 2-3)

Ketakwaan yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail عليهما السلام menjadi teladan bagi setiap muslim agar selalu berpegang teguh kepada perintah Allah, meskipun terkadang hal tersebut terasa berat bagi manusia.

Kedua, Kesabaran dalam Menerima Perintah Allah

Nabi Ibrahim عليه السلام diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya sendiri. Bukan karena benci, bukan karena dendam, tetapi karena itu adalah perintah Tuhannya.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Mensyukuri Nikmat Islam dan Bai’at

Dan lihatlah, bagaimana Ismail عليه السلام menjawab ketika diberitahu tentang mimpi ayahnya:

يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ   )الصافات (٣٧): ) ١٠٢(

“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Sebab itu, kesabaran dalam menghadapi ujian adalah ciri utama orang-orang yang dicintai Allah. Dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِنْ عَطَاءٍ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنْ الصَّبْرِ (متفق عليه)

“Dan tidakklah seseorang diberi sesuatu (oleh Allah) yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Muttafaq alaihi)

Dalam hadist lain, Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa bersabar, maka Allah akan memberinya kesabaran. Dan tidak ada karunia yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kesabaran bukan hanya bertahan dalam kesulitan, tetapi juga percaya bahwa setiap takdir Allah  memiliki hikmah yang besar. Kesabaran Ibrahim عليه السلام dalam menghadapi ujian ini adalah bentuk keteladanan bagi kita semua.

Ketiga, Berkurban Dalam Melaksanakan Perintah Allah

Kerelaan berkurban adalah wujud cinta sejati kepada Allah. Ibrahim عليه السلام siap mengorbankan anak tercintanya demi menjalankan perintah-Nya, sementara Ismail عليه السلام dengan penuh keikhlasan menerima keputusan tersebut.

Keluarga ini menunjukkan pada kita arti berkurban yang sesungguhnya. Nabi Ibrahim عليه السلام rela mengorbankan anaknya. Ismail rela menjadi korban. Dan Hajar rela kehilangan anak dan suami, semua karena Allah.

Mereka rela meninggalkan segala sesuatu demi perintah Allah. Inilah makna pengorbanan: bukan sekadar menyembelih hewan qurban, tetapi menyembelih ego, menyembelih cinta dunia, menyembelih hawa nafsu yang menghalangi ketaatan kepada Allah . Dan Allah tidak membutuhkan daging qurban kita, melainkan ketaqwaan kepada-Nya. Allah  berfirman:

لَنۡ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُـوۡمُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلٰـكِنۡ يَّنَالُهُ التَّقۡوٰى مِنۡكُمۡ​ )الحج (٢٢): ) ٣٧

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu”. (QS. Al Hajj [22]: 37)

Keempat, Simbol Kepedulian Sosial dan Kebaikan Terhadap Sesama

Ibadah qurban bukan hanya sekadar menyembelih hewan, tetapi juga merupakan simbol kepedulian sosial dan kebaikan terhadap sesama.

Hewan yang disembelih tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk fakir miskin, tetangga, dan orang-orang yang membutuhkan bahkan yang kaya sekalipun.

Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban mengandung hikmah besar, yakni membentuk karakter seorang muslim yang tidak hanya saleh secara pribadi, tetapi juga peduli terhadap kondisi sosial di sekitarnya.

Kelima, Hubungan Harmonis Antar Orang Tua dan Anak

Mari kita jadikan keluarga kita seperti keluarga Nabi Ibrahim عليه السلام, Penuh iman, penuh takwa, sabar dalam ujian, dan rela berkorban untuk agama. Semoga Allah  memudahkan kita untuk meneladaninya.

Ketika Nabi Ibrahim عليه السلام yakin bahwa mimpinya merupakan wahyu beliau tidak langsung memerintahkan Ismail untuk melaksanakan perintah itu tetapi dengan bahasa yang sangat lembut dan indah, beliau menyampaikan mimpi itu kepada anaknya.

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ

“‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’”

Dan dengan lembut dan sopan lagi mantap, Ismail عليه السلام menjawab,

يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’” (QS. Ash-Shaffat [37]: 102)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ . اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمِ.

Khutbah ke-2

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ، وَاْلصَّلَاةُ وَالسَّلآ مُ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَا بِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ اللهُ تَعاَلَى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم  ،إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهpِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ احْيِى الْمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامَهُمْ بِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ اَيْ حِزْبِ اللّٰهِ حَيَاةً كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ قُوَّةً غَالِبَةً عَلَى كُلِّ بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَفَاحِشٍ وَمُنْكَرٍ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ . اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ المُجَا هِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ- وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda