Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Jumat:  Perjalanan Kehidupan Manusia Tidak Selamanya Berjalan Indah

Insaf Muarif Gunawan - Rabu, 27 Januari 2021 - 13:14 WIB

Rabu, 27 Januari 2021 - 13:14 WIB

674 Views

Oleh: Insaf Muarif Gunawan, Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (AL-Fatah) Bogor / Wartawan MINA.

انَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَـغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِالله ِمِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا  وَ مِنْ سَـيِّأَتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

والصلاة والسلام على رسول الله وعلى أله وصحبه ومن واله

Baca Juga: Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ :  يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ( ) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا( )يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (  )  أمـّا بعد

فَـإِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَـابُ اللهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّالْأُمُوْرِ مُحْدَثاتُهَا

Muslimin/Muminin marilah kita bersyukur kepada Allah, kita masih bisa melaksanakan Salat Jumat berjamaah. Khatib berwasiat marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah dengan takwa sebenar-benarnya takwa.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-15] Berkata yang Baik, Memuliakan Tamu, dan Tetangga

Perjalanan kehidupan manusia di dunia tidak selamanya berjalan indah. Terkadang hadir di tengah-tengah kita berbagai macam musibah. Bencana datang melanda. Hadir tanpa diduga, tidak pula terlebih dulu memberi kabar berita.

Dalam beberapa pekan terakhir, misalnya, terasa banyak sekali musibah yang menimpa bangsa kita. Longsor, banjir, pesawat jatuh, dan gempa bumi telah menewaskan ratusan korban jiwa. Keluarga, kerabat, juga kita semua tentu merasa sedih dan berduka cita.

Sejatinya kehidupan manusia tidak pernah luput dari ujian. Kebahagiaan dan kesedihan terus dipergilirkan. Suka dan duka datang silih berganti menjadi hiasan. Seorang ulama Wahab ibn Minbah mengatakan, “Tidaklah seorang yang berilmu itu sempurna keilmuannya, sebelum dia menerima sesuatu sebagai nikmat dan sesuatu sebagai ujian. Orang yang ditimpa ujian itu sesungguhnya sedang menanti datangnya nikmat. Sedangkan, orang yang dikarunia nikmat sesungguhnya dia sedang menanti datangnya ujian.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi musibah kepada manusia dalam kehidupannya di dunia adalah sebagai ujian, untuk menguji keimanan mereka kepada Allah. Dalam Al-Quran, setidaknya ada 77 kali penggunaan kata musibah, yang tersebar pada 56 ayat di dalam 27 surah.

Baca Juga: Masih Adakah yang Membela Kejahatan Netanyahu?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musibah diartikan dengan kejadian menyedihkan yang menimpa. Sedangkan dalam kamus bahasa Arab al-Munawwir, musibah berasal dari kata ashaba yang diartikan sebagai bencana atau malapetaka.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Musibah yang dialami manusia setidaknya memiliki empat sifat. Hal ini hendaknya diketahui oleh setiap manusia, khususnya ummat Islam agar dalam menghadapinya dapat mengambil sikap yang tepat sesuai tuntunan Allah dan rasulNya sehingga Allah memberikan pahala dan anugerah yang besar kepada yang tertimpa musibah.

Pertama, musibah adalah sebuah kepastian dan dialami semua manusia yang hidup di dunia. Semua sudah tercatat di langit pada catatan Allah, di ‘lauhul mahfudz’. Karena sifatnya yang pasti, maka kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, membekali diri dengan ilmu sehingga bisa menyikapinya secara tepat. Firman Allah pada Al Quran Surah Al Hadid ayat 22-23:

Baca Juga: Catatan 47 Tahun Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِى ڪِتَـٰبٍ۬ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآ‌ۚ إِنَّ ذَٲلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ۬

Artinya:”Tiada suatu musibahun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh Mahfuzh] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.  (Q.S. Al-Hadid/57: 22-23).

Kedua, musibah itu adalah sesuatu yang serba sulit, maka jika manusia tidak memiliki ilmu yang cukup, sudah tentu ia tidak akan lulus menjalaninya. Tanpa ilmu yang memadai, tentu manusia akan menderita kerugian yang besar, bahkan kecelakaan dan kesengsaraan dunia akhirat. Maka, membekali diri dengan ilmu yang cukup adalah sebuah keharusan bagi manusia dalam kehidupan ini. Allah berfirman dalam Al-Quran surah Al-Baqorah ayat 155 yang berbunyi:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِ ۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ﴿البقرة : ۱۵۵

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-14] Tidak Halal Darah Seorang Muslim

Artinya:”Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Q.S. Al-Baqorah/2: 155)

Ketiga, semakin sulit dan susah musibah yang dirasakan manusia, maka semakin tinggi pahala yang akan ia dapat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana para Nabi dan Rasul, mereka menerima musibah yang sulit. Tidak semua manusia sanggup memikulnya.

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Lalu, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.”

Keempat, sesulit apapun musibah, pasti manusia bisa mengatasinya. Tidak mungkin Allah memberi masibah kepada manusia jika ia tidak kuat menanggungnya. Maka kadar dan takaran musibah yang dialami manusia berbeda-beda karena memang kemampuannya juga berbeda. Maka jika kita sudah tahu bahwa musibah yang kita alami itu sudah diukur takarannya secara cermat dan tepat, maka kita optimis pasti akan bisa memaluinya dengan baik. Kita juga tidak perlu iri dengan nasib orang lain yang kita anggap lebih baik dari keadaan kita karena semua memiliki ujian dan cobaan dengan kadar masing-masing. Allah berfirman:

Baca Juga: Tahun 1930 Tiga Pelajar Indonesia Syahid di Palestina

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. (Q.S. Al-Baqorah/2:186)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Jika kita mendengar ada seseorang yang tertimpa musibah, terutama kematian, maka  Allah memerintahkan kita untuk mengucap  اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَ (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesunguhnya kepadaNya kita semua akan kembali).

Baca Juga: Catatan Pilkada 2024, Masih Marak Politik Uang

Bagi orang beriman, kematian sesungguhnya adalah pintu gerbang menuju kehidupan abadi yang penuh dengan kenikmatan yang hakiki. Kematian adalah pintu masuk menuju surga yang kekal dan abadi. Maka bagi mereka, kematian bukan bencana, tetapi merupakan anugerah dan rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa.

Kematian juga bisa menjadi sarana bagi mereka untuk lepas dari segala rasa sakit. Jika dalam hidupnya, seseorang diuji dengan musibah sakit, mungkin sudah bertahun-tahun lamanya ia derita, sudah sekian lama dan ke mana-mana ia berobat, namun belum kunjung mendapat kesembuhan, maka yang dapat memutus rasa sakit itu adalah kematian. Bagi orang-orang yang bersabar dan ridha dengan ujian sakit itu, kematian adalah hadiah terbaik dari Allah supaya ia dapat lepas dari rasa sakit yang ia derita.

Sementara itu, bagi mereka para pejuang, aktifis, relawan kemanusiaan, atau mereka yang bekerja giat, ulet dan tekun selama hidupnya, maka kematian adalah sarana bagi mereka untuk beristirahat dari segala aktifitas mereka. Allah mencukupkan usaha yang ia lakukan dan saatnya bagi mereka menikmati buah dari hasil perjuangannya yang ia persembahkan ikhlas untuk Allah semata.

Pun juga bagi mereka para istri yang mendukung perjuangan suaminya, anak-anak yang konsisten membantu perjuangan Sang Ayah, Bapak dan (atau) Ibu yang mendukung perjuangan anak-anaknya, maka jika menemui ajalnya, maka Allah mencukupkan dukungannya itu dan Allah pasti akan balas dukungan itu dengan pahala terbaik di sisiNya.

Baca Juga: Masih Kencing Sambil Berdiri? Siksa Kubur Mengintai Anda

Kecuali bagi mereka orang-orang kafir dan munafik, maka bagi mereka siksa sebagai akibat dari perilaku buruknya di kehidupan dunia. Bagi mereka, kematian adalah awal dari kesengsaraan yang tiada bertepi dan kecelakaan yang tidak dapat mereka lari darinya.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، أَقُولُ مَا تَسْمَعُونَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهِ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيم

(A/R8/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-13] Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mencintai Miliknya Sendiri

Rekomendasi untuk Anda

MINA Sport
Tausiyah
Indonesia
Kolom