Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Jumai Isteri Pemimpin Militan
Di malam ketika Jumai diculik dari Sekolah Menengah Perempuan Negeri di Chibok, dua tahun lalu (14 April 2014), dia menelepon ayahnya.
Jumai berada di belakang truk dikumpulkan bersama siswi-siswi teman sekolah lainnya. Waktu itu mereka diculik secara massal oleh sejumlah pria bersenjata. Ayah Jumai yang bernama Daniel, menyuruhnya melompat keluar dari van, tapi sayang, kemudian sinyal telepon menghilang.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Daniel segera berlari keluar rumah untuk mendapatkan sinyal telepon. Ketika dia berhasil menelepon kembali, seorang laki-laki menjawab dari telepon anaknya, “Jangan telepon, putri Anda telah dibawa pergi.”
Daniel pun menyadari bahwa nasib anaknya “di tangan Allah”. Keesokan harinya ia mencoba menelepon lagi, tapi jalur itu telah mati.
Meskipun sebagian keluarga dari gadis-gadis yang hilang senang memperlihatkan foto dan nama anaknya, tapi nama Jumai dan ayahnya bukanlah nama sebenarnya untuk melindungi identitas mereka.
Daniel yang tinggal di kota Mbalala, mengantar putrinya ke sekolah pada tanggal 14 April 2014 untuk duduk di hari pertama ujian akhir.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Tapi malam itu, dalam salah satu serangan paling terorganisir, kelompok militan Boko Haram menyerbu kompleks sekolah dan menculik Jumai, bersama dengan 275 teman sekolahnya yang lain.
Putrinya tidak pernah berhasil melompat dari truk, seperti beberapa anak perempuan yang berhasil melarikan diri. Tapi Daniel belum menyerah. Harapannya masih tinggi bahwa ia akan mendapatkan kembali puterinya.
“Saya tahu dia yang terbaik,” katanya. “Dia bekerja keras dibandingkan tiga saudaranya dan dia bisa mengendarai sepeda motor seperti pria.”
Beberapa bulan yang lalu, Daniel memutuskan untuk mencoba menelepon nomor telepon putrinya lagi. Namun, yang mengangkat dan menjawab adalah seorang pria.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
“Ponsel ini milik istri saya, apa yang Anda inginkan?” kata orang asing itu kepada Daniel.
“Kamu siapa?” tanya Daniel.
“Kamu siapa?” orang asing itu sama bertanya.
Beberapa hari kemudian, Daniel mencoba menelepon nomor anaknya lagi. Sekali lagi pria itu menjawab.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Mengapa Anda menelepon nomor ini?” tanyanya.
Namun Daniel berbohong dengan mengatakan, “Saya menelepon Anda karena saya tahu Anda dari Maiduguri.”
Maiduguri adalah kota terbesar di negara bagian Borno.
“Jika Anda tahu, Anda tidak akan menghubungi nomor ini,” kata pria itu.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Pria itu telah menyebut dirinya bernama Amir Abdullahi sebagai pemimpin militan. Setelah itu, Daniel pun tidak menelepon lagi.
Daniel yakin bahwa nomor telepon itu adalah kunci keberadaan putrinya, tapi ia tidak berpikir untuk memberitahu pemerintah. Dia tidak ingin menyerahkan nomor itu kepada pemerintah.
Jumai berasal dari Mbalala, sebuah kota sekitar 11km selatan dari Chibok dan salah satu kota terburuk yang dilanda penculikan. Dua puluh lima gadis hilang dari Mbalala.
Kapan Maryam Abubaker dan Hansatu Pulang?
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Kota Kano adalah sebuah kota pasar yang sibuk. Para pedagang datang dari jauh untuk membeli kacang dan ternak. Namun sekarang, kios-kios kosong dan tinggal balok-balok kayunya yang masih mengisi alun-alun.
Belakangan tentara membatasi segala hal yang orang lakukan. Warga tidak bisa membeli makanan dalam jumlah besar atau bahkan gas untuk memasak. Generator tidak dapat bekerja di malam hari, sehingga orang pulang dalam kegelapan.
Dengan tidak adanya sekolah yang dibuka dan tidak adanya pekerjaan yang harus dilakukan, para pemuda tidak lagi tinggal di kota itu jika mereka memiliki pilihan. Anak laki-laki pergi mencari pekerjaan di tempat lain, gadis usia menikah secepat mungkin mereka akan menikah.
Hanya perdagangan kecil yang bisa mereka perbuat. Perempuan menjual makanan ringan buatan sendiri dengan bak plastik di pinggir jalan.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Maryam Abubaker, ketika ia tidak sekolah, ia membantu ibunya menjual makanan ringan, kue kacang dan mie.
Di hari ketika Maryam diculik, tepat sebelum ia berangkat ke sekolah, ia membantu ibunya yang bernama Binti di warung.
“Dia menghasilkan $ 50,” kata ibunya kepada BBC. “Dia adalah seorang pengusaha besar. Dia sangat malas di pertanian, tapi dia hebat dengan pelanggan.”
Itu adalah saat terakhir Binti bersama dengan putrinya tersebut.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Sahabat Maryam adalah Hansatu. Mereka melakukan segala sesuatu bersama-sama, bersama teman-teman lainnya membuat pakaian yang serasi satu sama lain.
Hansatu mencintai fashion dan ingin menjadi seorang desainer. Sebelum dia diculik, dia memohon ibunya untuk membelikannya mesin jahit.
Setelah dia menghilang, adik laki-lakinya dan saudaranya akan melihat pakaian yang ditinggalkannya.
Mereka akan bertanya, di mana dia berada dan kapan ia akan datang pulang. Akhirnya ibunya membungkus pakaian itu ke tas untuk menghentikan pertanyaan.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Sebelum diculik, Hansatu menunjukkan kepada keluarga dan teman-temannya pakaian yang rencananya dikenakan di hari pernikahan temannya, beberapa hari setelah ujian, tapi itu tidak pernah terjadi.
“Saya akan tetap menunggu sampai mereka pulang,” kata Binti.
Gadis-gadis di sekolah menengah Chibok mewakili orang-orang muda yang ambisius terhadap masa depan di desa mereka.
Di Nigeria, kurang dari setengah orang-orang muda bisa menyelesaikan sekolah menengahnya. Sebagian komunitas masyarakat telah mendorong pendidikan. Dan sebagian harus berjuang untuk mendapatkan pendidikan.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Gadis yang Ingin Jadi Dokter dan Tentara
Aisha Greman adalah gadis berusia 17 tahun ketika ia diculik. Ayahnya mengatakan, ia menolak untuk menikah saat dia masih sekolah, meskipun dia diminta untuk menikah.
Dia gadis pekerja keras dan ingin masuk ke universitas sehingga dia bisa menjadi seorang dokter.
Sementara itu, gadis bernama Jinkai Yama adalah yang tertua di keluarga dari empat anak perempuan. Dia sangat ingin bergabung dengan tentara dan anggota brigade perempuan.
Tiga adiknya selalu menanyakan sepanjang waktu tentang kabarnya. Bulan lalu, ketika ada laporan bahwa seorang gadis Chibok telah ditangkap hidup-hidup di Kamerun, keluarga yakin itu adalah Jinkai. Tapi gadis itu ternyata dari Bama, sebuah kota jauh di utara.
Setiap kali hari gelap dan hujan turun di luar, ayah Jinkai menutup matanya dan mencoba untuk membayangkan di mana puterinya. Seperti banyak orang tua di daerah itu, dia hampir putus asa.
Ayah dan ibu Jinkai tidak percaya bahwa pemerintah melakukan sesuatu untuk menemukan mereka. Menurut ibunya, jika pemerintah melakukannya, mereka akan mengirim tim langsung ke Kamerun.
Anak Perempuan Jadi Bom Bunuh Diri
Daniel mengatakan, tentara jarang datang ke Mbalala, tapi setiap Ahad mereka lewat untuk mengusir pedagang kecil dari pasar. Daerah ini menjadi target kuncian setelah terjadi serangkaian serangan bunuh diri. Warga takut berada di setiap tempat orang berkumpul.
Daniel mengatakan, ketika mereka dikunjungi, tentara mengatakan kepada mereka untuk berhati-hati, karena siapa pun bisa menjadi pelaku bom bunuh diri, bahkan seorang anak perempuan. Selama dua tahun terakhir, banyak pelaku bom bunuh diri yang digunakan oleh Boko Haram adalah perempuan.
Mereka menyerang kamp-kamp pengungsi dan pasar di seluruh wilayah. Pada bulan Februari, Boko Haram menyerang pasar di kota Chibok, di ujung jalan, menewaskan 13 orang.
Fakta ini tidak luput dari perhatian orang tua di Mbalala, meskipun tidak mudah bagi mereka untuk menerima kenyataan itu.
Seorang ibu mengatakan kepada BBC tentang perasaannya atas fakta bahwa putrinya bisa menjadi pembunuh. Dia menolak untuk percaya itu.
“Saya melahirkan bayi itu,” katanya. “Bahkan jika dia datang ke saya dengan pistol di tangannya, hendak membunuh saya, tapi saya tetap akan menyambutnya.”(T/P001/R02)
Sumber: BBC
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)