KOMISI FATWA MUI MENETAPKAN HALAL KEPADA ENAM PRODUK DARI LEBAH

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI), Prof.Dr.H. Hasanuddin
Ketua Majelis Ulama Indonesia (KF ), Prof.Dr.H. Hasanuddin

Jakarta, 17 Ramadhan 1436/4 Juli 2015 (MINA) – Setelah melalui pembahasan yang panjang dan komprehensif dalam sidang Pleno Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada 2 Juli 2015 lalu, sepakat menetapkan fatwa untuk yang dihasilkan .

Keenam produk tersebut diantara, Propolis (lem lebah), Bee Pollen (roti lebah), Royal Jelly (susu lebah), Bee Wax (lilin lebah), Com (sarang lebah), dan Apitoxin (racun dari lebah).

“Semua produk lebah yang enam macam itu ditetapkan sebagai produk yang suci dan untuk dimanfaatkan sebagai obat maupun untuk konsumsi sebagai bahan makanan,” kata Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI), Hasanuddin AF. demikian keterangan dari laman resmi LPPOM MUI yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Sabtu.

Khusus tentang Apitoxin (racun dari lebah), guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini menambahkan, yaitu racun yang dihasilkan dari kelenjar racun lebah pekerja pada saat menyengat, dalam bentuk cairan bening dengan bau tajam, rasanya pahit serta pedas, dan aromanya spesifik serta cepat kering.

Produk itu, meskipun dianggap mengandung racun, namun juga boleh dimanfaatkan, selama tidak membahayakan. Apitoxin atau racun lebah itu sendiri telah lazim dipergunakan untuk mengobati beberapa penyakit teertentu, yakni dengan terapi sengat lebah.

Kaidah Fiqhiyah 

Kajian mendalam dilakukan untuk mengetahui dengan pasti posisi maupun produksi dari keenam produk itu dari proses kehidupan lebah. Sebab ada Kaidah Fiqhiyah yang telah disepakati oleh para ulama salaf, bahwa segala benda cair yang keluar dari dua pintu(tempat buang air kecil dan tempat buang air besar).

Semua itu najis, selain dari mani, baik yang biasa seperti tinja, air kencing ataupun air yang tidak biasa seperti mazi(cairan yang keluar dari kemaluan laki-laki ketika ada syahwat yang sedikit), baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang tidak halal dimakan. Dalam Hadits Nabi SAW disebutkan, di antaranya: “Tinja itu najis.” (H.R. Bukhari).

Sebelum sampai pada kesepakatan ini, para ulama di Komisi Fatwa MUI terlebih dahulu mendapat penjelasan mendalam dari para pakar biologi maupun budidaya perlebahan. Terutama yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. (T/P002/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0