KOMISI FATWA MUI TETAPKAN HALAL BAGI TANDUK BAHAN PANGAN

Foto: LPPOM MUI
Sumber: LPPOM

Jakarta, 23 Ramadhan 1436/10 Juli 2015 (MINA) – Tidak terbayangkan, pada beberapa dekade silam, ada orang yang memakan tanduk, bulu ataupun rambut, dalam pengertian harfiyah.

Ketua KF MUI Prof.Dr. Hasanuddin menyatakan, kalau pun mungkin, agaknya hanya terdapat dalam kisah dongeng atau mitos. Namun, hal yang semula dianggap tak mungkin itu, kini justru menjadi kenyataan.

Dengan perkembangan ilmu dan teknologi (Iptek) bidang gizi dan pangan, tanduk maupun bulu hewan dapat diolah dan diproses menjadi bahan pangan, obat-obatan serta kosmetika.

Berkenaan dengan perkembangan Iptek mutakhir ini, setelah melalui pembahasan yang panjang dan komprehensif, Sidang Pleno KF MUI di pekan menjelang akhir Ramadhan 1436 H lalu, sepakat menetapkan fatwa untuk produk yang diolah dan dihasilkan dari hewan tersebut.

Hukumnya Suci dan Halal

Hasanuddin menjelaskan, penggunaan tanduk, termasuk kuku, dan bulu dari hewan halal yang masih hidup, hukumnya suci dan boleh/halal dimanfaatkan sebagai bahan (tambahan) untuk pangan, obat-obatan maupun kosmetika.

“Semua bahan dari hewan itu ditetapkan suci dan halal serta boleh dimanfaatkan,” kata Guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu. “Tapi tentu dengan syarat harus dari hewan yang halal dikonsumsi menurut kaidah syariah,” tambahnya.

Bukan dari hewan yang diharamkan, apalagi dari limbah organ manusia. Misalnya, rambut manusia yang dicukur di salon atau tukang pangkas rambut, lalu dikumpulkan dan diolah menjadi bahan pangan, obat-obatan dan kosmetika. Maka itu hukumnya haram.

Namun khusus tentang bahan dari organ manusia ini, MUI telah menetapkan fatwa haram menggunakan dan memanfaatkan organ tubuh manusia untuk produk konsumsi. Ini sebagai bentuk dan implementasi dari kemuliaan yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia.

Sementara Sekretaris MUI, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan, sebagai bentuk dari kemuliaan dan penghormatan itu, maka organ tubuh manusia tidak boleh dipergunakan maupun dimanfaatkan untuk produk konsumsi.

“Bahkan terhadap jasad manusia yang telah meninggal sekali pun, kita harus memperlakukannya dengan takzim, penuh penghormatan. Apalagi terhadap orang yang masih hidup,” ujar Asrorun Niam.

Kemudian Asrorun Niam mengutip ayat Al-Quran, Allah telah memuliakan kehidupan manusia, dengan makna, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Qs, Al-Isra : 70).

Sebelum sampai pada ketetapan ini, KF MUI melakukan kajian yang komprehensif dan mendalam guna mengetahui dengan pasti posisi maupun proses produksi dari bahan-bahan tersebut menjadi produk konsumsi. KF MUI mengundang dan meminta penjelasan para pakar khususnya bidang anatomi hewan, terkait hal yang sangat rumit dan krusial ini. (T/P002/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: kurnia

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0