Sittwe, 28 Rabi’ul Awwal 1438/28 Desember 2016 (MINA) – Sebuah komisi investigasi tingkat negara yang bertugas menyelidiki serangan mematikan terhadap pos penjaga perbatasan Myanmar dan kekerasan berikutnya di Negara Bagian Rakhine melaporkan hasil kerjanya pada Selasa (27/12) kepada lembaga parlemen daerah di kota Sittwe.
Komisi yang dibentuk oleh parlemen negara bagian Rakhine pada 24 Oktober itu terdiri dari 11 legislator daerah dari partai politik yang berbeda.
Tim mengunjungi kota Maungdaw dan kota-kota tetangganya seperti Rathedaung dan Buthidaung, untuk menyelidiki serangan mematikan pada 9 Oktober 2016 terhadap tiga pos penjaga perbatasan yang menewaskan sembilan polisi.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Dalam laporan tersebut, Komisi menetapkan bahwa serangan awal pada tiga pos penjaga perbatasan di Maungdaw dan Rathedaung adalah serangan yang direncanakan, termasuk bentrokan berikutnya antara penduduk setempat dan pasukan keamanan. Demikian Radio Free Asia memberitakan yang dikutip MINA.
Setelah serangan terhadap pos perbatasan Myanmar, pasukan militer melakukan penguncian wilayah terhadap Maungdaw dan kota sekitarnya, daerah tempat banyak kelompok minoritas Muslim Rohingya hidup tanpa kewarganegaraan.
Pemerintah Myanmar yang didominasi etnis beragama Buddha telah menyalahkan serangan terhadap Muslim Rohingya lokal.
“Mereka (para penyerang) melakukannya untuk membangkitkan masyarakat Rohingya dengan menduduki kota Buthidaung, Maungdaw, dan Rathedaung,” kata Ketua Komisi dan anggota parlemen Negara Bagian Rakhine, Aung Win.
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Laporan Komisi mengatakan bahwa para penyerang adalah militan Muslim yang telah menerima pelatihan militer sebelum melakukan serangan dan banyak dari mereka dikerahkan di wilayah tersebut.
Laporan itu juga mengatakan, para militan menyerang tiga pos penjaga perbatasan karena keamanan yang lemah, terlebih Muslim setempat tahu kerentanan yang ada di pos karena mereka juga bekerja sebagai pembantu di pos tersebut.
Para petugas tidak bisa mendapatkan senjata yang cukup cepat untuk membela diri saat serangan terjadi.
Sementara itu, polisi perbatasan juga menggunakan warga Muslim sebagai informan.
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis
Komisi juga telah menyerukan untuk memperketat keamanan di sekolah-sekolah dan di desa-desa etnis Rakhine tempat warga Buddha tinggal, serta di sepanjang rute patroli keamanan di sisi Sungai Naf yang memisahkan Myanmar dan Bangladesh.
Komisi itu juga merekomendasikan restrukturisasi beberapa desa Muslim yang hancur dalam kekerasan dan menghilangkan hambatan bagi mereka. (T/RI-1/RS3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Jerman Batalkan Acara Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik dengan Israel