Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komisi VIII DPR RI: Masa Depan Anak Korban Kejahatan Seksual Harus Jadi Perhatian

Rana Setiawan - Selasa, 17 Mei 2016 - 17:46 WIB

Selasa, 17 Mei 2016 - 17:46 WIB

276 Views

Ledia Hanifa Amaliah. (Foto: Arie/MINA)

Jakarta, 10 Sya’ban 1437/17 Mei 2016 (MINA) – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan nasib anak korban kejahatan seksual di tengah wacana dikeluarkannya Perppu Pemberatan Hukuman yang memuat soal sanksi kebiri.

Ledia mengatakan bahwa upaya memperjuangkan pemberatan hukuman dan pengenaan pasal berlapis pada pelaku kejahatan seksual pada anak memang baik untuk diberikan sebagai salah satu bentuk penguatan pemberian efek jera kepada pelaku. Namun di saat yang bersamaan pemerintah tak boleh abaikan pada hak korban kejahatan yang sudah menjadi amanah Undang-Undang namun belum terlaksana.

“Korban kejahatan seksual ini sudahlah mengalami kekerasan, harus pula menghadapi potensi mengalami trauma berkepanjangan dan bahkan bisa jadi berlangsung seumur hidup. Karenanya mereka tak bisa menunggu pelaku kejahatan “dihukum”, tetapi harus sesegera mungkin diberi pengobatan dan atau rehabilitasi baik secara fisik, psikis, dan sosial juga pendampingan psikososial sejak awal diketahuinya kasus terjadi hingga pemulihan,” kata Ledia.

Sayangnya menurut aleg FPKS ini, sebagaiamna keterangan pers yang diterima Mi’raj islamic News Agency (MINA), hak-hak korban belum terpenuhi secara maksimal hingga saat ini, terutama dalam hal mendapat pendampingan dalam pemulihan dan persoalan restitusi.

Baca Juga: BRIN Kukuhkan Empat Profesor Riset Baru

“Sarana, prasarana untuk menunjang proses rehabilitasi masih terbatas. Begitu pula tenaga pendamping psikososial bahkan sangat sedikit. Padahal anak korban kejahatan seksual ini dalam skala nasional jumlahnya ribuan dan membutuhkan rehabilitasi dan pendampingan secara segera, intens, menyeluruh dan kontinyu sebagaimana diamanahkan dalam pasal 59A ayat 1 Undang-undang no 35 tahun 2014,” ujarnya.

Karenanya memperbaiki soal rehabilitasi dan pendampingan ini menurut Ledia semestinya juga menjadi prioritas pemerintah untuk menunjukkan keberpihakan pada hak korban.

Tak kalah pentingnya aleg asal dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini juga mengingatkan soal restitusi yaitu pemberian ganti rugi dari korban kepada pelaku, sebagaimana tercantum dalam pasal 71D ayat 1 dan 2 Undang-Undang no 35 tahun 2014.

“Pasal ini memberi ruang hak restitusi bagi anak korban kejahatan untuk mendapat ganti rugi dari pelaku kejahatan, namun secara teknis untuk bisa terlaksana memerlukan peraturan pemerintah. Karena itu saya meminta pemerintah segera melaksanakan amanah ini dengan menerbitkan PP mengenai restitusi,” katanya

Baca Juga: Jateng Raih Dua Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen di Bidang Kesehatan dan Keamanan Pangan

Konsep restitusi ini sendiri adalah hal baru di dalam undang-undang perlindungan anak. Bagaimana anak korban kejahatan yang sudah mengalami kerugian fisik, psikis dan sosial bisa mendapat ganti rugi yang tentunya sedikit banyak akan berguna untuk membantunya menjalani masa pemulihan.

“Bahkan kalau sekarang kita bicara soal bagaimana menghadirkan konsep pemberatan hukuman, hal itu pun dapat dimasukkan dalam klausul-klausul pasal restitusi ini, silakan saja. Yang penting segera terbitkan PP rstitusi ini agar hak-hak anak korban kejahatan tidak terabaikan,” tegasnya. (L/R05/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia