Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komunisme Bertentangan dengan Fitrah Manusia

Ali Farkhan Tsani Editor : Widi Kusnadi - 9 detik yang lalu

9 detik yang lalu

0 Views

Santri Ponpes nonton bareng film G30S/PKI. (Foto: MINA)

Karl Marx sebagai seorang atheis mengatakan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat (Religion is the opium of the people; Die Religion ist das opium des Volkes).

Baginya agama hanya sebagai pelipur lara bagi orang-orang yang tertindas. Agama hanya menjanjikan kebahagiaan semu dan khayali. Karena itu, untuk mencapai kebahagiaan yang riil dan sejati, manusia harus menghapus bayangan kebahagiaan ilusif yang diajarkan oleh agama. Agama harus diberantas karena merupakan candu bagi masyarakat.

Dengan pendapatnya ini, Marx dikenal sebagi tokoh yang anti-Tuhan dan sekaligus antiagama.

Dari satu bagian ini saja komunisme bertentangan dengan ajaran agama manapun, terlebih agama Islam.

Baca Juga: Komunisme, Ancaman bagi Peradaban

Pandangan Marxisme-Komunisme ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia itu sendiri yang sebenarnya mengakui adanya Tuhan semesta alam.

Mengenai masalah sosial kemasyarakatan, Marxisme-Komunisme mengajarkan bahwa dalam kehidupan masyarakat terjadi dialektika perjuangan kelas, yaitu konflik antara kelas pemilik modal dengan kelas lebih rendah yang bekerja untuk memproduksi barang.

Marxisme-Komunisme pada gilirannya memaksakan masyarakat tanpa kelas, masyarakat yang sama rasa dan sama rata.

Sepintas paham komunisme dengan konsep ekonomi sosialisme seperti ini, dapat menguntungkan rakyat kalangan bawah, karena semua disamaratakan, tidak ada hak kepemilikan individu, sehingga dapat saja dirampas kapan saja, di mana saja dan oleh siapa saja.

Baca Juga: Mengapa Komunisme Dilarang di Indonesia?

Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan, hakikat kepemilikan. Bahkan berpotensi merusak tatanan sosial masyarakat itu sendiri.

Ada hak kepemilikan manusia atas barang, harta atau sesuatu yang diusahakannya. Tentu dengan cara yang halal dan baik sesuai koridor yang sudah Allah tetapkan. Walaupun pada hakikatnya, hanya Allah sajalah Sang Pemilik yang sesungguhnya dan mutlak atas alam semesta. Hakikatnya Allahlah yang membagikan manusia karunia dan rezeki yang tak terhitung jumlahnya.

Maka, manusia dengan kepemilikannya bukanlah pemilik mutlak, tetapi adalah pemegang amanah titipan Allah. Jadi, semua kekayaan dan harta benda merupakan milik Allah, manusia memilikinya hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian dari Allah.

Manusia menggunakan harta berdasarkan kedudukannya sebagai pemegang amanah dan bukan sebagai pemilik yang kekal. Karena manusia mengemban amanah mengelola hasil kekayaan di dunia, maka manusia harus bisa menjamin kesejahteraan sosial bersama dan dapat mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.

Baca Juga: Pembunuhan Nasrallah Picu Eskalasi Politik dan Keamanan di Kawasan

Karena itu, wajar dalam masyarakat ada yang kaya ada pula yang miskin. Justru di sinilah peran agama mengarahkan agar individu atau kelompok yang kaya dapat membantu yang miskin, dan yang miskin menghormati hak milik yang kaya.

Oleh karenanya di dalam ajaran ilahiyah, terdapat perintah mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah. Sehingga menjadi sejahtera seluas-luasnya. Ada hak-hak individu, ada pula hak-hak sosial. Sehingga orang yang berhak menerima harta terjaga, dan harta yang mengeluarkannya juga menjadi bersih dan suci.

Untuk menjaga hak milik harta, maka Islam dengan ajaran sucinya mengharamkan segala bentuk pencurian dan penjarahan, yaitu mengambil harta orang lain tanpa sepengetahuan dan kerelaannya. Mencuri juga termasuk salah satu dosa besar

Di antara cara dalam pemeliharaan harta ialah Islam mewajibkan beramal dan bekerja (ma’isyah) dengan yang halal dan thayyib. Sehingga seseorang memiliki harta. Sekaligus pada bagian lainnya, Islam menganjurkan  bersedekah, memperbolehkan jual beli, pinjam-meminjam dan hutang-piutang.

Baca Juga: Mengambil Ibrah dari Kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam (Bagian III)

Dalam menerapkan ideologinya, kaum Komunis pun menghalalkan segala cara. Dalam Manifesto Komunis yang dilahirkan Karl Marx dan Friedrich Engels, keduanya menyatakan, “Tujuan untuk merebut kekuasaan hanya dapat dicapai dengan menggunakan kekerasan, menggunakan seluruh sistem sosial yang ada.”

Berkaitan dengan paham komunisme ini, Prof. Buya Hamka menyamakan komunisme dengan atheisme.

Sedangkan sebagai gerakan sosial politik Buya Hamka mengarah kritiknya pada aksi-aksi komunis yang memecah belah umat Islam, melakukan pembunuhan dan pemberontakan di mana-mana.

Adapun kritik atas sikap orang-orang komunis, Buya Hamka menguraikan karakternya, yaitu munafik, menipu, membenci dan menghina Tuhan, agama dan orang beragama, mempermainkan agama, menyesatkan manusia, intoleran, penindas, pembunuh, pemberontak, otoriter dan semna-mena. Orang-orang komunis memiliki karakter kejahatan pada agama dan kemanusiaan.

Baca Juga: Mengapa Ada Orang Pintar Tapi Kelakuannya Tidak Baik?

Pada akhirnya, menjaga persatuan dan kesatuan umat dan bangsa kita dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, harus terus dikuatkan untuk menghindari pertikaian dan perpecahbelahan antar komponen kehidupan masyarakat.

Wabil khusus dari bahaya ajaran komunisme yang bertujuan memecah belah kesatuan umat dan bangsa, serta menjauhkan masyarakat dari ajaran agama, khususnya agama Islam. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Mengambil Ibrah dari Kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam (Bagian II)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Ilustrasi sedekah.(Sumber: Is)
MINA Preneur
Sosok
Indonesia
Tausiyah