Gharyan, MINA – Ribuan migran yang mengungsi karena peperangan di pantai barat laut Libya sangat membutuhkan pertolongan medis. Demikian menurut kepala pusat penahanan di kota Gharyan pada Kamis (12/10), dan menggambarkan situasi mereka sangat tragis.
Sejak pertempuran pecah bulan lalu, sekitar 5.800 migran telah tiba di pusat kota pesisir Sabratha, yang sebelumnya merupakan pelabuhan untuk menyeberang ke Italia.
Sekitar 2.000 orang telah dikembalikan dari Gharyan ke pusat-pusat lain di ibu kota Tripoli, Libya.
“Situasi ini sangat tragis … bencana. Ada kekurangan bantuan,” kata Abdulhameed Muftah yang mengelola pusat gigi Al-Hamra di Gharyan, sekitar 80km selatan Tripoli.
Baca Juga: Uni Eropa Berpotensi Embargo Senjata ke Israel Usai Surat Penangkapan ICC Keluar
Bentrokan di Sabratha mengakibatkan penarikan mundur brigade Anas Al-Dabbashi, sebuah kelompok bersenjata yang mengatakan bahwa hal itu telah mulai menghalangi keberangkatan migran dari Sabratha di bawah tekanan kuat dari Italia.
Middel Eas Eye (MEE) yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA) memberitakan, Sabratha sebelumnya merupakan pusat penyelundupan terdepan bagi para migran yang berusaha menyeberangi Laut Tengah.
Badan-badan PBB telah berjuang untuk memberikan bantuan bagi ribuan migran Afrika sub-Sahara yang terdampar setelah pertempuran.
Banyak yang dibawa ke pusat-pusat penampungan seperti yang ada di Gharyan, yang secara nominal dikendalikan oleh pemerintah yang didukung oleh PBB, tapi terkenal karena kasus pelecehan dan kondisi buruk yang meluas. Sementara pekerja kemanusiaan memiliki akses terbatas.
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
Al-Hamra terdiri dari sekitar belasan hangar, masing-masing diperuntukkan bagi sebanyak 150 orang.
Sekitar 70 persen migran yang dibawa ke pusat penahanan tersebut memerlukan bantuan medis dan mereka tidak menerimanya, kata Muftah.
Seorang migran yang menempel di jeruji pintu salah satu hangar memanggil minta dikeluarkan kepada orang yang lewat dan berteriak, “Tolong, kami sekarat, kami sekarat.”
Muftah mengatakan, ada banyak anak dan beberapa ibu hamil di dalamnya, beberapa di antaranya telah melahirkan sejak mereka tiba.
Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia
“Kami memohon kepada semua organisasi internasional dan negara Libya untuk mempertimbangkan kondisi kemanusiaan para migran ini,” katanya.
Kondisi migran juga dilaporkan kepada otoritas Libya oleh Komisioner Tinggi HAM PBB, Zeid Raad Al-Hussein, yang mengunjungi Libya pada hari Selasa.
“Saya meminta pemerintah untuk menetapkan alternatif penahanan di Libya, untuk menghentikan praktik penahanan sewenang-wenang, dan untuk memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran yang dilakukan terhadap migran di pusat penahanan,” katanya dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (12/10).
Dia juga meminta pemantau hak asasi manusia untuk diberi akses ke pusat penahanan di mana ribuan orang Libya telah ditahan selama bertahun-tahun tanpa proses peradilan, dengan alasan “laporan mengerikan” muncul dari beberapa dari mereka. (T/B05/RI-1)
Baca Juga: Survei: 37 Persen Remaja Yahudi di AS Bersimpati dengan Hamas
Mi’raj News Agency (MINA)