Konflik Geopolitik dan Mitigasi Kenaikan Harga BBM

Yusuf Wibisono, SE., ME., Direktur IDEAS (Institute For Demographic and Poverty Studies).(Foto: SUara Muslim)

Oleh: Yusuf Wibisono, SE., ME., Direktur IDEAS (Institute For Demographic and Poverty Studies)

Saat ini memang harga minyak dunia masih di kisaran US$ 80 per barrel, masih dibawah asumsi harga ICP dlm 2024 yang US$ 82 per barrel.

Namun harga minyak sangatlah fluktuatif, sedikit perubahan dalam faktor penentu pasokan minyak global, akan segera mengerek harga minyak dunia.

Untuk tahun 2024 ini, penentu utama harga minyak global menurut sy masih akan tensi , yaitu konflik Rusia-Ukraina dan konflik Timur Tengah. Produksi minyak OPEC +, terutama Arab Saudi dan Rusia, menjadi penentu utama stabilitas harga minyak.

Perang Rusia-Ukraina yang masih terus berlangsung hingga kini terus memberi ketidakpastian. Demikian pula Perang Hamas-Israel yang berpotensi meluas, dan kini telah melebar ke Yaman dengan Laut Merah menjadi arena pertempuran baru, terus akan menjadi sumber instabilitas.

Baca Juga:  Ammo Baba, Pelatih Bola Legendaris Irak

Jika konflik Rusia – Ukraina terus berlanjut dan konflik Hamas-Israel meluas hingga ke seluruh Timur Tengah, produksi dan pasokan minyak dari OPEC+ dipastikan akan terganggu, sehingga harga minyak dapat dengan mudah naik.menembus US$ 100 per barrel, bahkan lebih.

Bahkan dengan harga minyak masih stabil, konflik Timur Tengah telah memicu inflasi global yang berasal dari kenaikan biaya logistik. Perang Israel-AS melawan Houti Yaman di laut merah telah mendorong kenaikan ongkos angkut kapal secara signifikan.

Secara singkat, sulit memprediksi harga minyak dunia akan stabil di 2024 ini. Sebagaimana Perang Rusia – Ukraina yang telah melonjakkan inflasi global pada 2022, maka perang yang berpotensi meluas di Timur Tengah, jika terjadi dipastikan juga akan melonjakkan inflasi global di 2024 ini.

Baca Juga:  Kisah 70 Tahun Lalu, Timnas Indonesia di Olimpiade Melbourne

Jika skenario terburuk dari tensi geopolitik ini terjadi, maka kenaikan harga minyak, akan diikuti kenaikan harga komoditas lainnya, sehingga akan kembali melonjakkan inflasi yang ujungnya akan memaksa bank sentral dunia untuk kembali menaikan suku bunga.

Skenario ini akan menjadi ancaman bagi perekonomian Indonesia, mulai dari nilai tukar rupiah yang semakin melemah hingga imported inflation terutama inflasi pangan dan energi.

Menghadapi ketidakpastian tinggi tersebut, dan sebagai negara dengan ketergantungan pada impor minyak yang tinggi, selayaknya APBN 2024 memiliki cash buffer yang memadai, di mana hal ini dapat diperoleh dari SAL, pajak ekspor atas komoditas hingga kebijakan automatic adjustment. Namun sayangnya kita melihat pemerintah cenderung tidak cermat dan boros dalam mengelola APBN 2024 bahkan sejak awal tahun.

Baca Juga:  Sejarah Hardiknas, Mengenang Bapak Pendidikan Indonesia 

Kebijakan automatic adjustment langsung diikuti kenaikan alokasi anggaran populis jelang pilpres seperti tambahan anggaran untuk bansos dan pupuk subsidi. Kini setelah pilpres berlalu, pemerintah kembali mengebut pembangunan IKN dengan target perayaan kemerdekaan 17 Agustus 2024 di IKN, yang dipastikan akan menyedot anggaran yang tidak sedikit dari APBN.

Dalam situasi ketidakpastian ekonomi global yang tinggi saat ini, selayaknya APBN difokuskan pada upaya meredam dampak dari potensi guncangan harga komoditas ini, terutama penguatan daya beli kelas menengah dan bawah, serta pengendalian harga domestik.(AK/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.