Banda Aceh, MINA – Kota Banda Aceh berada pada zona likuifaksi atau fenomena lumpur bergerak di beberapa kawasan.
Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa Banda Aceh termasuk salah satu daerah rawan likuifaksi, jika goncangan gempa kuat terjadi.
Likuifaksi bisa terjadi beragam mulai dari semburan pasir yang berpadu air, amblesan (tanah amblas), retakan lateral atau lurus merobek permukaan tanah.
Beberapa grup sosial media di Banda Aceh, sejak dua hari ini, baik WhatsApp maupun Facebook terpantau serius merespon hasil penelitian LIPI terkait zona bahaya di Banda Aceh.
Baca Juga: USK Dukung Penuh Pembangunan RSIA di Gaza, Siap Kirimkan SDM Alumni Kesehatan
Informasi lumpur bergerak atau likuifaksi mulai diperbincangkan warga, setelah beredar video satu kampung bergeser di Desa Jono Oge, Sigi, Sulawesi Tengah, pascagempa kuat berkekuatan 7,4 SR yang mengguncang kawasan tersebut, 28 September 2018.
Riset yang menyebutkan Banda Aceh masuk zona rawan likuifaksi dilakukan oleh Adrin Tohari, Khori Sugianti, Arifan Jaya Syahbana dan Eko Soebowo.
Hasilnya dipublikasikan dalam Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, Vol 25, No 2 (2015), 159-167, dan dapat diakses di website LIPI.
Dari riset tersebut, berdasarkan hasil perhitungan penurunan tanah, wilayah Banda Aceh disebutkan dibagi menjadi lima zona kerentanan, dari yang sangat rendah hingga sangat tinggi.
Baca Juga: Tiga Muslimah, Satu Bendera, dan Seruan Kemanusiaan dari “Titik Nol Kilometer” untuk Palestina
Zona kerentanan tinggi hingga sangat tinggi hampir terdapat di semua wilayah Kota Banda Aceh kecuali wilayah Kecamatan Baiturrahman(L/AR/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Maemuna Center Indonesia Audiensi dengan Wali Kota Sabang, Sosialisasikan Pembangunan RSIA di Gaza