Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Musim haji dianggap sebagai musim yang paling signifikan dalam kalender Islam. Di mana ketika jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia berkumpul untuk melakukan ibadah haji dan akhirnya melihat Masjidil Haram di kota Mekkah.
Sebagian jamaah ternyata menyimpan kenangan khusus dengan kota Mekkah di luar dari kewajiban manasik selama haji mereka. Ada keterikatan dan penghormatan khusus kepada berbagai bangunan bersejarah, pasar-pasar Souk Arab, dan lorong-lorong di kota tua Mekkah.
Semua restoran dan toko-toko di kota adalah museum alam yang hidup bagi peziarah, karena mereka menikmati ketika mendengar cerita masa lalu zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan permulaan datangnya Islam.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Namun sayang, rasa dan nuansa ini, semuanya dilupakan dalam rencana pembangunan dan perluasan bangunan Masjidil Haram.
Berencana untuk memperluas Masjidil Haram berarti membangun lebih luas dari tempat-tempat bersejarah dan situs warisan.
Peziarah yang melakukan haji dengan membawa kenangan masa lalu yang masih segar dalam ingatan mereka, saat berada di lorong-lorong Mekkah yang tercinta, menjadi terkejut melihat semua proyek ekspansi yang terjadi dan bagaimana pembangunan itu menghapus sepotong sejarah masa lalu mereka saat berada di kota itu belasan tahun yang lalu.
Jamaah berdiri di depan Proyek Ekspansi Penjaga Dua Masjid Suci Raja Abdullah dengan mengenang Mekkah tua. Mereka tidak yakin, apakah akan mengungkapkan kegembiraan dengan renovasi yang indah dan megah atau menyesalkan atas hilangnya sejarah.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Husainah, peziarah 50 tahun asal Maroko, mengatakan sudah 15 tahun sejak terakhir kali dia datang ke Mekkah untuk menunaikan haji. Dia mengatakan, peta Mekkah telah berubah drastis, begitu banyak, sehingga dia tidak bisa lagi menemukan hotel tempat dia menginap dengan orangtuanya sebelum mereka meninggal.
“Saya terkejut melihat seluruh lingkungan dan gang telah dihancurkan dan diganti dengan proyek perluasan. Saya tidak bisa lagi mengenali atau menemukan lorong-lorong tua dan pasarnya seperti lorong-lorong Alghaza, Souk Alail, Shaab Amer dan Alshamiyah,” katanya.
Yaseen Muneer, seorang jamaah asal Tunisia, mengatakan terakhir kali dia pergi haji adalah 18 tahun yang lalu. Dia mengatakan banyak peziarah saat itu mengambil foto dari lorong-lorong dan jalan-jalan Mekkah. Dan gambar foto itu sekarang lebih berharga dari sebelumnya, karena foto-foto itu menunjukkan kota sebelum perluasan gedung pencakar langit.
“Kawasan tua tidak hanya bicara tentang sejarah dan nama, tetapi mereka memberikan semangat spiritual dan kesucian di mana para peziarah membawanya pulang. Saya ingat restoran Alazizyah yang didatangi sekawanan peziarah dan Souk Aljowdriyah dengan pedagang jalanan di depannya,” katanya sambil memegang sebuah foto yang dia ambil 18 tahun yang lalu di kota itu.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Minad Umran, seorang jamaah asal Aljazair, terakhir datang ke Kerajaan Arab Saudi untuk beribadah haji 21 tahun lalu. Dia mengatakan, sementara menyakitkan baginya melihat bahwa hotel tua dan gang-gang Mekkah telah hilang dari kota, dia juga bangga melihat Mekkah baru dengan semua ekspansi dan perbaikannya.
“Mekkah saat ini standar internasional dalam hal hotel raksasa dan layanan unik yang disediakan. Saya punya hubungan khusus dengan lorong-lorong Alshamiyah dan Alfalaq di mana saya selalu selalu berjalan melaluinya. Hotel-hotel dan rumah-rumah yang berada di gang-gang dan lingkungan ini, benar-benar bersejarah,” ujar Umran.
“Namun, Mekkah adalah kota internasional yang menarik peziarah dan wisatawan dari seluruh dunia. Potensi untuk investasi tidak boleh diabaikan dan Kerajaan tidak boleh membiarkan hal itu menyelinap pergi dari jari-jarinya. Renovasi dan perkembangan yang tumbuh untuk kapasitas orang-orang yang lebih besar harus dilakukan, dalam rangka menjaga harapan dan tuntutan kota,” katanya.
Samer Wadan, seorang jamaah Irak mengatakan, perubahan yang terjadi di Mekkah dimaksudkan untuk melayani kepentingan jangka panjang kota dan para peziarah.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
“Semua jamaah berbicara tentang masa lalu dan berbagi cerita mereka dan kota Mekkah. Hal ini menunjukkan betapa Mekkah sangat signifikan dibandingkan dengan kota-kota lain di dunia. Ini juga menunjukkan dedikasi pemerintah Saudi dalam mengurus Masjidil Haram dan para tamu dengan mengembangkan pelayanan terbaik seiring meningkatnya permintaan dan kebutuhan,” katanya. (T/P001/P2)
Sumber: Saudi Gazette
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh