Jakarta, 23 Rabiul Awwal 1438/23 Desember 2016 (MINA) – Menurut catatan akhir tahun 2016 dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), salah satu kasus perlindungan anak yang perlu penanganan khusus adalah kasus anak yang terpapar terorisme dan ideologi radikal.
Kasus yang terkait dengan agama dan budaya yang ditangani KPAI selama 2016 ini mengalami peningkatan sebanyak 219 kasus, dari yang sebelumnya sebanyak 180 kasus, yang di antaranya adalah kasus anak yang terpapar ideologi radikal dan terorisme.
“Saat ini KPAI melakukan pengawasan intensif terhadap empat anak yang terpapar terorisme. KPAI juga telah memantau langsung anak-anak di Lapas dengan kasus terorisme. Ternyata, di dalam penjara justru terjadi radikalisasi anak,” kata Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan pers yang diterima MINA, Kamis (22/12) malam.
Untuk itu KPAI mendesak aparat hukum menerapkan pendekatan restorative justice atau pendekatan pemulihan bagi anak-anak yg terpapar terorisme. Penanganan kasus hukum anak yang terpapar ideologi radikal dan terorisme, sesui UU 12/2012 ttg SPPA perlu diarahkan untuk memulihkan, bukan penghukuman (punitif), membuat anak memiliki masa depan yang lebih baik.
Baca Juga: Pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun tak jadi Gugat ke MK
Lebih lanjut, dikatakannya, dengan pendekatan pemulihan, maka hak-hak anak akan tetap didapat, seperti hak pendidikan, hak mendapat pengetahuan sesuai dengan usianya, hak tumbuh kembang, dan lainnya.
“Selain soal penghukuman, yang harus diperhatikan adalah media sosial. Saat ini, radikalisme sangat berkembang biak di media sosial,” katanya.
Peran keluarga dan orang tua, menurut Niam, sangat besar agar anak tidak mudah mendapatkan informasi yang salah tentang agama.
“Harus ada penyaring yang lebih besar lagi agar anak tidak mendapatkan informasi begitu saja, khususnya di dunia maya,” tutupnya. (L/R09/R02)
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)