Bogor, 1 Dzulhijjah 1435/25 September 2014 (MINA) – Jika pemerintah ingin memberikan penghormatan kepada pesantren umumnya dan para santri khususnya, adalah kurang bijak menjadikan 1 Muharam sebagai hari santri.
“Lebih baik menetapkan Jumat sebagai hari libur nasional dibandingkan menjadikan 1 Muharram sebagai hari santri,” kata Pimpinan Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Wahyudi K.S, kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), di kantornya, Bogor.
Menurut dia, menjadikan Jumat sebagai hari libur nasional, merupakan bukti pemerintah benar-benar menghargai umat Islam di Indonesia yang mayoritas Muslim, artinya menempatkan mereka pada posisi yang terhormat.
Dia tidak mempermasalahkan kontroversi tentang adanya kepentingan politik dalam masalah ini, yang terpenting adalah memberikan penghargaan secara proporsional kepada pesantren.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
“Sebenarnya tidak jadi masalah jika dijadikan hari santri atau yang lainnya, selama tidak keluar dari koridor Islam,” katanya.
Namun, dia menyayangkan sampai saat ini pesantren masih dipandang sebelah mata, padahal tak sedikit alumni pesantren yang melanjutkan studinya ke luar negeri, bahkan banyak yang menjabat di pemerintahan.
Seandainya hari santri itu disetujui, dia menyarankan agar diisi dengan pertemuan santri nasional atau kegiatan lain yang berbobot, tetapi tidak menghillangkan subtansinya sebagai hari besar Islam 1 Muharram itu sendiri.
Wacana 1 Muharram dijadikan hari santri diusung oleh PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dalam Rapat Kerja Nasional, Jumat lalu, di Semarang.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Usulan itu selain mendapat dukungan dari Kementerian Agama dan beberapa pimpinan pondok pesantren, juga mendapat penolakan dari berbagai kelompok Islam, diantaranya Gerakan Pemuda (GP) Anshor.(L/P004/P008/R01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain