Oleh Sajadi, Wartawan MINA
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” (Pramoedya Ananta Toer)
Ahad, 2 Desember 2018, kulihat langit Jakarta pagi ini tidak begitu cerah namun juga tidak begitu mendung. Bahkan, seperti tanda-tanda malam Lailatul Qodar saat Bulan Ramadhan yang pagi harinya matahari bersinar namun tak memberi rasa panas.
Kulangkahkan kakiku berharap akan dapat sesuatu yang berharga pada hari ini. Tidak disangka di depan jalan sudah beriringan pembawa panji hitam putih bertuliskan kalimat tauhid yang suci Laa Ila Haillallah, oleh peserta Reuni Akbar 212 dari Jl. Salemba Raya menuju pusat aksi di Monumen Nasional (Monas) Jakarta.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Suara takbir, tahmid, sholawat atas Nabi Muhammad SAW terdengar saling bersahutan. “Allahukabar, Allahuakbar, Allahumma Sholi’ala Muhammad,” teriakan salah satu pembawa pengeras suara yang di sahut oleh peserta Reuni 212 lainya.
Hati terasa berdebar dan lidah ini tanpa sadar bergerak berucap kalima-kalimat tersebut. Setidaknya hal tersebut juga dilakukan oleh hampir semua para peserta yang lainya, padahal kalimat tersebut kalo disadari sering lalai untuk mengucapkanya di hari-hari biasa.
Belum sampai setengah perjalanan, tepat di Bundaran Tugu Tani, peserta dalam bentuk kelompok dari berbagai daerah di Indonesia saling bersentuhan. “Ayo yang dari Solo ikuti bendera, jangan sampai terpisah dari rombongan,” kata pemimpin rombongan dari Solo, Jawa Tengah tersebut.
Langkah kaki yang tadinya beraturan, kini mulai berawuran dan melambat karena jutaan ummat dari berbagai arah bertemu dalam satu jalan menuju pusat aksi. Tidak jarang kaki ini langkahnya terinjak oleh peserta lainya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Sebenarnya memang sudah dari tadi malam para peserta Reuni 212 memadati area Monas untuk melakukan berbagai kegiatan seperti Sholat Tahajud dan berdzikir bersama. Hal tersebutlah yang membuat jalan menuju lokasi begitu padat.
Berharap langkah kaki yang lamban ini cepat sampai tujuan. Namun, dari arah depan terlihat beberapa peserta balik arah yang membuat dua arus saling bertabrakan sehingga membuat kaki-kaki para peserta kehilangan keseimbang, bahkan ada yang hampir saja terjatuh.
Dengan berharap hanya pertolongan Allah sajalah, para peserta mencoba bertahan dan tak berbalik melangkah dengan harapan mendapatkan sela-sela untuk berjalan ke depan. Dan akhirnya dengan kesabaran dapat membuka sedikit jalan walaupun masih tersendat langkah kaki ini.
Sambil menunggu berkurangnya kekuatan gelombang ummat saat itu, akhirnya saya mencoba untuk berteduh bersama peserta lainya yang merasa kelelahan juga. Saat itulah, tanpa memandang asal dan kelompok, mereka dengan rendah hati menawarkan makanan, minuman sekaligus tempat duduk beralaskan plastik.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Walaupun sempat bergesekan kecil karena berebut tempat jalan, namun akhrirnya mereka saling sapa dan lempar senyum. Begitulah, langkah kaki saat itu, sepertinya sudah di bungkus dengan rasa persatuan dan Ukhuwah Islamiyah.
Walaupun waktu sudah semakin siang dan sepertinya para peserta suda mengundurkan diri dari pusat keramaian, namun tak membuat beberapa peserta terus merangsak ke depan. Teriakan takbir dan sholawat terus bergema mengobarkan para semangat peserta hingga sampai tempat tujuan.
Benar sudah, tausyiah dan segala kegiatan Reuni 212 telah usai hanya terdengar suara panitia menyuarakan pengumuman-pengumuman dari barang hilang hingga memanggil-manggil anggota rombongan peserta yang terpisah.
Tapi ternyata tidak cukup sampai disitu, masih banyak bentuk persaudaraan dan Ukhuwah Islamiyah yang terlihat walaupun acara sudah berakhir. Masih banyak dari tenda-tenda menawarkan minuman mineral dan kopi hangat, bahkan minuman dalam jumlah besar ditawarkan bagi rombongan peserta yang ingin melakukan perjalanan pulang.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Ditambah lagi, sempat bingung mencari tempat berwudhu dan sholat karena waktu sudah mendekati dzuhur. Namun, saat itu benar-benar seperti sudah diantisipasi oleh panitia. ada sekitar delapan mobil PAM dan pemadam kebakaran milik dinas Pemprov DKI Jakarta yang disediakan untuk berwudhu bagi peserta.
Sementara itu, alas-alas plastik tersedia di depan panggung dan taman-taman Monas yang sejuk tertutup rimbunya dedaunan. Tanpa melihat kelompok dan golongan mereka berbaris meluruskan serta merapatkan shaf menghadap Sang Pencipta.
Di akhir cerita terasa besarnya ummat Muslim di Indonesia jika disatukan akan membentuk kekuatan yang luar biasa. Sebenarnya makna persatuan bukan hanya berkumpulnya fisik dalam suatu tempat, namun lebih ke persatuan hati, pikiran, dan tujuan.(A/Sj/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat