Berlin, 11 Jumadil Akhir 1438/10 Maret 2017 (MINA) — Emirates, maskapai penerbangan jarak jauh terbesar di dunia, menyatakan prihatin terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) yang masih menghalangi wisatawan Muslim masuk Amerika, setelah pemesanan pesawat ke negara itu turun 35 persen setelah larangan pada Januari lalu.
Trump telah menandatangani perintah eksekutif baru pada Senin (6/3), yang mulai berlaku pada tanggal 16 Maret. Perintah itu melarang warga Iran, Libya, Suriah, Somalia, Sudan dan Yaman untuk masuk ke AS selama 90 hari.
Namun, perintah itu hanya berlaku untuk pemohon visa baru, yang berarti sekitar 60.000 orang yang visanya dicabut oleh perintah sebelumnya, sekarang akan diizinkan untuk masuk. Perintah terbaru ini juga menghapus warga Irak dari daftar yang sebelumnya juga dilarang.
Baca Juga: Bahas Krisis Regional, Iran Agendakan Pembicaraan dengan Prancis, Jerman, Inggris
“Kami telah membawa jutaan umat Islam ke Amerika Serikat, tapi sekarang mereka mungkin merasa tidak diterima, mereka mungkin akan berlibur di tempat lain,” kata Presiden Emirates Tim Clark kepada wartawan di Berlin, demikian Arabian Business memberitakan yang dikutip MINA.
Berbeda dengan Emirates, Akbar Al Baker, kepala eksekutif Qatar Airways pada hari Rabu (8/3) mengatakan, maskapainya tidak melihat adanya penurunan permintaan penerbangan ke AS.
“Saya pastikan bahwa ketika saya menyebarkan pesawat saya, mereka penuh, dan penumpang diizinkan untuk masuk ke dan keluar dari suatu negara,” katanya.
Larangan Trump sebelumnya pada Januari 2017 telah menyebabkan kekacauan dan kebingungan di bandara di seluruh dunia, industri penerbangan mengeluh tentang kurangnya komunikasi yang jelas dan langsung dari para pejabat AS.
Baca Juga: Serangan Hezbollah Terus Meluas, Permukiman Nahariya di Israel Jadi Kota Hantu
Emirates yang terbang ke 11 kota di AS, belum sepenuhnya pulih dari dampak larangan perjalanan ke AS pada 27 Januari lalu, yang kemudian larangan itu dicabut pada 3 Februari oleh pengadilan AS. (T/RI-1/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Israel Dukung Gencatan Senjata dengan Lebanon