Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebanon Terus Dibom, RS Abdallah Berjuang Tangani Pasien di Garis Depan

Rudi Hendrik Editor : Widi Kusnadi - Ahad, 13 Oktober 2024 - 19:48 WIB

Ahad, 13 Oktober 2024 - 19:48 WIB

12 Views

Giovanni dan Patrick, dua bersaudara terluka akibat serangan Israel, terbaring di ranjang RS Abdallah di Kota Rayak, Lembah Bekaa, Lebanon Selatan. (Foto oleh Alexandra Henry / Hans Lucas)

Rayak, MINA – Di garis depan perang di Lembah Beqaa, Lebanon Selatan, pasien yang terluka terbaring kesakitan di kamar-kamar rumah sakit, tempat para tenaga medis menderita kelelahan merawat para korban serangan Israel yang membabi buta dan tanpa henti selama berpekan-pekan.

Rumah Sakit Abdallah di Kota Rayak menghadapi situasi yang sangat genting. Lokasinya di Lembah Beqaa, sebidang tanah yang terkurung daratan antara Gunung Lebanon dan Pegunungan Anti-Lebanon, telah menjadi sasaran serangan Israel setiap hari sejak pertengahan September 2024.

Di jalan-jalan utama, kendaraan yang langka terkadang terlihat melaju kencang. Beberapa desa tetangga sepi, kosong dari penduduknya karena ancama bom yang terus-menerus.

Menurut angka terbaru yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Lebanon per Ahad, 13 Oktober 2024, sebanyak 2.255 orang telah tewas dan lebih dari 10.524 orang terluka akibat pengeboman Israel sejak 8 Oktober 2023. Setidaknya 1.645 orang tewas sejak Israel meningkatkan serangan terhadap Lebanon pada 1 September 2024.

Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas

Jika sistem medis Lebanon saat ini mampu mengatasinya, sistem tersebut dapat dengan cepat mencapai titik jenuh, terutama karena staf yang sudah kelelahan akibat banyaknya jumlah korban luka. Mereka terpaksa melakukan praktik pengobatan perang dalam sistem perawatan kesehatan yang sudah rapuh.

Di dalam RS Abdallah, wajah-wajah tampak lelah dan raut wajah tampak tirus. Menghadapi masuknya pasien dalam beberapa pekan terakhir, staf tidak diizinkan pulang ke rumah selama 20 hari.

Direktur Medis RS Abdallah, Dr. Basil Abdallah mengatakan kepada Middle East Eye (MEE), beberapa staf medis tidak lagi memiliki rumah karena hancur oleh pengeboman.

Di kantornya, tim medis sedang mengamati situasi. Semua mata terpaku pada layar televisi yang menyiarkan berita terus-menerus, menunggu serangan baru diumumkan.

Baca Juga: Kedubes Turkiye di Damaskus Kembali Beroperasi setelah Jeda 12 Tahun  

“Kami telah menerima 425 orang yang terluka, semuanya warga sipil. Kami sangat terpukul oleh banyaknya anak-anak, berusia lima hingga 10 tahun, yang terluka parah,” kata seorang anggota tim medis.

Tony Abdo, salah satu dokter, mengatakan, “Delapan puluh orang meninggal di rumah sakit, beberapa dibawa ke sini dengan tubuh mereka compang-camping, tercabik-cabik oleh pengeboman.”

Suara dentuman yang tiba-tiba terdengar dari luar sudah tidak mengejutkan staf. Hanya sedikit dari mereka yang menyempatkan diri untuk melihat ke luar jendela.

“Lingkungan dibom siang dan malam, tanpa henti. Dua hari lalu, sebuah bom jatuh 500 meter jauhnya. Jendela pecah dan langit-langit gantung ambruk,” kata Abdo.

Baca Juga: UNICEF Serukan Aksi Global Hentikan Pertumpahan Darah Anak-Anak Gaza

“Mayoritas yang terluka mengalami luka serius. Kami melakukan operasi terutama pada dada, perut, ginjal, kaki. Pengobatan perang, lebih buruk daripada tahun 2006,” kata Abdallah kepada MEE, mengacu pada perang 33 hari yang dilancarkan Israel terhadap Hezbollah di dalam wilayah Lebanon tahun itu, sebelum tentara Israel dipaksa mundur. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Drone Israel Serang Mobil di Lebanon Selatan, Langgar Gencatan Senjata

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
MINA Preneur
Sosok
Kolom