Jakarta, MINA – Rapat RUU Omnibus Law Cipta Kerja Pasal 49 membahas beberapa perubahan pada pasal-pasal Undang-undang No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Alasan mengapa pemerintah memasukkan RUU Tentang Jaminan Produk Halal ke dalam RUU Cipta Kerja adalah untuk mempermudah para pengusaha dalam memperoleh Sertifikat Halal yang pada saat ini dirasa lama dan rumit.
Anggota Baleg Ledia Hanifa Amaliah mengkritisi hal tersebut. Menurutnya, sebagaimana keterangan pers yang diterima MINA, Kamis (10/9), alur penerbitan Sertifikat Halal di dalam Undang-undang sesungguhnya tidak rumit.
“Kalau kita mau menelisik lebih dalam, dari berbagai laporan yang kami terima, ternyata bottle neck yang selama ini menjadi penyebab lamanya sertifikat halal keluar adalah karena begitu banyaknya permintaan penerbitan Sertifikat Halal ternyata belum diimbangi jumlah LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) dan audtior halal yang cukup,” ujarnya.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Ledia yang merupakan mantan Ketua Panja RUU Jaminan Produk Halal tahun 2013-2014 menjelaskan, sebelum adanya Undang-undang No 33 Tahun 2014 satu-satunya LPH adalah mui/">LPPOM MUI, lalu lewat Undang-Undang Jaminan Profuk Halal itu dibukalah keran pendirian LPH lain, yang bisa dibentuk oleh ormas atau perguruan tinggi.
“Pendirian LPH ini memiliki satu prasyarat mendasar yaitu memiliki auditor halal yang tersertifikasi, yang artinya memiliki ilmu terkait bahan baku produk dan ilmu terkait kehalalan. Nah, yang jadi persoalan ternyata sampai saat ini belum ada LPH yang berdiri karena terbentur persoalan belum memiliki auditor halal yang tersertifikasi,” imbuhnya.
Mengapa sampai saat ini proses pendirian LPH menjadi begitu lambat? Sekretaris Fraksi PKS ini kemudian sedikit membuka rahasia. Banyak calon auditor halal tidak lulus sertifikasi yang berada di bawah kewenangan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) MUI.
Dia mengungkapkan, mui/">LSP MUI memang punya kewenangan memberi sertifikasi pada auditor halal yang lulus uji. Ledia yakin mui/">LSP MUI memang sangat berhati-hati mengeluarkan sertifikasi karena ini terkait persoalan tanggungjawab dunia akhirat.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Namun, lanjut dia, ada keluhan bahwa ternyata koordinasi antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan mui/">LSP MUI sendiri seperti belum nyambung.
“Kabar yang sampai kepada kami, pelatihan yang diberikan oleh BPJPH kepada para calon auditor halal ternyata tidak berkesesuaian dengan materi ujian dari LSP. Ya, susah lulus dong kalau begitu,” ungkap Ledia.
Karena itu anggota Komisi X DPR RI ini kemudian mengingatkan kepada BPJPH agar segera melakukan pembenahan.
Ledia menambahkan, untuk mendorong percepatan pembentukan LPH semestinya para calon Auditor Halal segera diberi pelatihan yang sejalan dengan kebutuhan di lapangan, sesuai standar dari mui/">LSP MUI, agar mereka bisa bergabung dengan LPH yang baru.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
“Hal ini pada akhirnya akan mendukung percepatan terbitnya sertifikat halal yang diajukan para produsen karena produk mereka bisa diuji di banyak laboratorium, tidak antri hanya di mui/">LPPOM MUI saja,” pungkasnya.
Selain itu, kata Ledia, para auditor halal yang sudah mendapat pengakuan MUI sebelum UU JPH berlaku dan telah berpengalaman selayaknya diakui sebagai Auditor Halal yang bersertifikasi (rekognisi keahlian) sehingga hal ini juga bisa mempercepat hadirnya LPH-LPH baru.(L/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal