Bogor, 14 Jumadil Akhir 1436/3 April 2015 (MINA) –Lembaga Halal Portugal Halal Institute of Portugal (HIP) ingin mendapatkan pengakuan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal itu dikemukakan M. Reza Adhitama, Asisten Konselor Ekonomi dan Kerjasama AICEP dari Kedutaan Portugal saat mendampingi Azhar Vali selaku Direktur HIP saat melakukan kunjungan silaturahim ke Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Kamis (2/4).
Portugal memiliki hubungan dekat dengan Indonesia sejak lama. Pemerintah Portugal telah mulai menjalin kerjasama dengan penanda-tanganan Mou di bidang perdagangan, sehingga produk-produk pangan dari Portugal, mendapatkan ekspor yang diterima di Indonesia.
Kemudian saat kunjungan di Kantor LPPOM MUI, Global Halal Center (GHC) Bogor yang diterima Kepala Bidang Pembinaan LPPOM MUI Daerah, Ir Nur Wahid itu, Azhar Vali pun memperkenalkan lembaga sertifikasi halal yang dipimpinnya, Halal Institute of Portugal (HIP).
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Lembaga yang didirikan pada 2012 di Palema, Lisabon, Portugal di antaranya bertujuan memfasilitasi kebutuhan umat Muslim di Portugal sejumlah sekitar 50.000 jiwa, terutama dalam aspek pangan yang halal.
Azhar Vali menjelaskan, lembaganya juga memberikan jasa sertifikasi halal dan konsultasi halal, layanan pelatihan mengenai ajaran Islam, kerja sosial, dan halal awareness work for the community.
Sebelumnya, lembaga halal Portugal itu telah pula menjalin hubungan kerjasama dan diakreditasi, mendapat pengakuan oleh MUIS Singapura dan Uni Emirat Arab. Saat ini juga tengah diproses pengakuan HIP di JAKIM Malaysia.
Sementara Nur Wahid menjelaskan, proses sertifikasi halal oleh LPPOM MUI dilakukan dengan audit yang mendalam oleh para tenaga ahli yang telah berpengalaman di bidangnya. Kemudian hasil audit itu dilaporkan kepada para ulama di Komisi Fatwa MUI untuk ditelaah aspek syariahnya.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Kalau semua sudah clear, maka ditetapkan fatwanya dan dibuat secara tertulis berupa Sertifikat Halal yang ditanda-tangani oleh pihak-pihak yang berkompeten. Yakni Direktur LPPOM MUI, Ketua Komisi Fatwa MUI dan Ketua Umum MUI.
Menurutnya, proses sertifikasi halal bukan sekedar audit lapangan oleh para ilmuwan bidang sains, untuk identifikasi bahan secara meterial. Namun, juga mencakup kajian dan kesesuaian dengan aspek syariah oleh para ulama yang memiliki otoritas keagamaan yang diakui.
Tentang prosedur dan teknis audit itu sendiri, disampaikan secara lebih rinci oleh Dr. Ir. Hj. Mulyorini R. Hilwan, M.S., sebagai Kepala Bidang Auditing LPPOM MUI.
Persyaratan yang Ditetapkan MUI
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Selanjut Nur Wahid menjelaskan, untuk mendapat pengakuan atau endorsement dari MUI, maka lembaga-lembaga sertifikasi halal (SH) luar negeri harus memenuhi tujuh kriteria dan persyaratan.
Pertama, Lembaga SH Luar Negeri yang melakukan proses sertifikasi halal dan audit halal untuk pangan, obat dan kosmetika, haruslah lembaga yang dibentuk oleh dan/atau Organisasi Keislaman yang legal/berbadan hukum/Islamic Center yang mengemban tugas utama mendidik umat Islam agar mengamalkan ajaran-ajaran Islam, dan memberikan/menyediakan fasilitas bagi umat Islam untuk penyelenggaraan ibadah maupun pendidikan Islam.
Dan Organisasi Keislaman harus didukung oleh umat Islam di suatu kawasan atau daerah yang khusus tertentu dengan populasi Muslimnya minimal 40 orang. Kedua, Organisasi Keislaman yang legal ini harus memiliki kantor yang permanen dan dikelola/dijalankan sebagaimana mestinya dengan dukungan Sumberdaya Manusia yang memiliki kualifikasi dan kredibilitas.
Ketiga, Organisasi Keislaman harus memiliki Dewan/Komisi Fatwa yang berfungsi untuk menetapkan fatwa halal serta tim ilmuwan yang memiliki keahlian dalam melakukan audit halal. Dewan/Komisi Fatwa dimaksud harus beranggotakan minimal tiga orang Ulama/Ilmuwan Muslim yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang Hukum Islam, dan memiliki kompetensi untuk menetapkan fatwa.
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal
Di luar kelompok Ilmuwan Muslim tersebut, Organisasi Keislaman itu juga harus memiliki minimal dua orang ilmuwan yang memiliki kemampuan untuk melakukan pemeriksaan/audit halal di Rumah Potong Hewan (RPH), restoran, industri (pabrik), dan proses pengolahan industri (pangan).
Keempat, Lembaga SH itu harus memiliki Standar Operating Procedures (SOP, Prosedur Operasional/Kerja Standar). SOP itu, paling tidak, harus memiliki ketentuan/prosedur pendaftararn, administrasi dan pemeriksaan/audit halal ke pabrik (proses produksi), laporan audit, dan rapat Komisi Fatwa untuk penetapan fatwa.
Kelima, Semua file administrasi (formulir-formulir pendaftaran, laporan, data tentang perusahaan dan file-file data lainnya) yang dimiliki/dikelola oleh Organisasi Keislaman itu harus ditata dengan sistim yang baik, sehingga dapat mudah dalam melakukan penelusuran terhadap perusahaan-perusahaan yang telah disertifikasi halal.
Keenam, Lembaga SH itu harus memiliki jaringan kerjasama yang luas, dan khususnya harus menjadi anggota World Halal Food Council (WHFC). Dan ketujuh, lembaga SH tersebut dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan MUI untuk melakukan kegiatan-kegiatan audit maupun monitoring atas produk-produk halal di Indonesia. (T/P002/R05).
Baca Juga: BPJPH, MUI Tuntaskan Nama Produk Bersertifikat Halal
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)