Tripoli, 17 Rabi’ul Awwal 1435/19 Januari 2014 (MINA) – Angkatan Udara Libya, segera setelah pemerintah mengumumkan keadaan darurat, langsung menyerang basis kelompok-kelompok bersenjata di daerah terpencil di wilayah selatan negeri itu guna mengakhiri kerusuhan antar kelompok bersenjata yang saling bentrok.
Kongres Nasional – otoritas politik tertinggi Libya di Tripoli – mengambil keputusan hari Sabtu (18/1) dalam “sidang luar biasa”, setelah parlemen menempatkan tentara dalam keadaan siaga untuk menghdapi kelompok bersenjata yang sebelumnya menyerbu pangkalan angkatan udara Tamenhant, dekat selatan kota Sabha.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
“Pasukan disiapkan dan pesawat-pesawat tempur lepas landas mecari sasaran,” kata Abdul-Raziq al-Shabahi, Juru bicara Kementerian Pertahanan kepada wartawan, demikian Al Jazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Menurut dia, tentara melacak posisi para penyerang setelah mereka melarikan diri ke wilayah padang gurun.
Sebelumnya, Perdana Menteri Ali Zeidan mengungkapkan, sekelompok kecil orang-orang bersenjata telah memasuki pangkalan udara di luar Sabha, 770 km selatan ibukota Tripoli, namun pemerintah dapat mengendalikan kota dan mengamankan pangkalan udara tersebut.
Zeidan juga mengatakan bahwa ia telah mengirim menteri pertahanan ke Misrata untuk menginstruksikan pasukan yang bermarkas di sana bergerak ke arah selatan.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
“Pasukan dari Misrata telah ditugaskan oleh pemerintah untuk mengemban tugas negara, menegakkan keamanan dan stabilitas di kawasan itu,” kata Zeidan dalam pidatonya melalui televisi.
Sumber-sumber lokal mengatakan, bentrokan yang dimulai pekan lalu dipicu oleh kematian seorang pemimpin kelompok bersenjata dari suku Arab Awled Sleiman yang menuduh kelompok minoritas suku Toubou sebagai pelakunya.
Suku Toubou Afrika adalah suku minoritas di Libya yang sebagian besar memeluk agama Islam dan mengantungkan pencahariannya sebagai petani di kawasan oasis di selatan Libya, Chad Utara dan Niger yang telah berulang kali menyatakan mereka dipinggirkan oleh kelompok mayoritas.
Menurut catatan, negara-negara Barat menkhawatirkan negara-negara produsen minyak bumi yang bernaung di bawah bendera OPEC, khususnya Libya, akan terjerumus dalam ketidakstabilan politik pada saat negeri itu harus memerangi kelompok-kelompok bersenjata yang sebelumnya ikut membantu menggulingkan rezim diktator Muamar Gaddafi pada 2011 namun kemudian menolak dilucuti. (T/P09/E02/Mi’raj News).
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa